Muhammadiyah • Dec 22 2022 • 24 Dilihat
MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANDUNG – Pendidikan nasional telah memiliki dasar distingtif yang membedakannya dari pendidikan Barat, seperti dalam Pasal 31 UUD 1945 ayat 3 dan 5, dan UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas bahwa aspek imaterial seperti agama harus diakomodasi.
Kendati demikian, pendidikan nasional diharapkan tetap adaptif, dinamis dan terus bertransformasi dengan berpedoman pada dasar konstitusi di atas, demikian pesan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si dalam Orasi Ilmiah di UNISBA, Selasa (20/12).
“Bagaimana kita letakkan pendidikan dalam proses transformasi itu dalam menjawab problem-problem kehidupan dan kemanusiaan kontemporer yang bersifat mendasar karena di tempat manapun pendidikan selalu menjadi parameter bahwa bangsa itu bisa menyelesaikan masalahnya. Sehingga setiap ada krisis selalu muncul pertanyaan ‘apa yang salah dengan pendidikan kita’,” ucapnya.
Haedar lalu menerangkan bahwa tantangan masa kini dan masa depan sama sekali berbeda, sebab dunia telah memasuki masa pasca modern (post modern) sekaligus masa revolusi 4.0 yang mengagungkan IT sehingga menggeser nilai-nilai modern lama dan moralitas umum.
Keadaan ini juga mereduksi kedirian manusia menjadi makhluk modular yang tidak merdeka dari perangkat elektronik dan dunia maya. Bahkan terkungkung dalam jerat kapitalisme yang dicirikan pada tiga hal; materi, nilai guna, dan nalar instrumental.
Tak heran, seorang teolog seperti Hans Kung menawarkan etika global agar manusia tidak semakin jauh terjebak dalam faham yang menjadikan manusia sebagai pusat semesta (antroposentrisme).
Pada konteks ini, Haedar berharap transformasi pendidikan nasional terus berjalan dinamis dan progresif melalui berbagai kebijakan yang tetap tidak keluar dari jalur pedoman UU di atas.
Selain itu, lembaga pendidikan dia harap tidak semata-mata melakukan fabrikasi, mencetak kebutuhan pasar dan mendasarkan pada rasio intrumental belaka yang meminggirkan nilai-nilai agama dan kebudayaan sebagai kebutuhan sekunder.
“Maka menyatukan nilai-nilai dasar dengan transformasi yang bersifat aktual adalah tugas pendidikan. Mengembangkan iptek, kecerdasan dan keahlian hidup itu penting. Link dan match tidak masalah sebagai kebijakan, tapi jangan sampai mereduksi bahwa pendidikan menjadi itu saja,” tegasnya.
Terakhir, Haedar meminta lembaga pendidikan seperti kampus turut terjun menjalankan fungsinya untuk mengkritisi setiap kebijakan secara akademik, termasuk menerapkannya dalam corak pendidikan mereka serta merancang strategi kebudayaan yang jitu.
“Dalam sketsa besar, visi strategis pendidikan nasional dalam spektrum Indonesia dan Keindonesiaan yang gambarnya sudah dibangun luar biasa besar oleh para pendiri bangsa. Dan pendidikan sebagai salah satu pilar strategi kebudayaan dan peradaban bangsa harus menjadi proses transformasi menggambar dan memahat Indonesia dalam cita-cita besar itu,” tutupnya. (afn)
Hits: 2
sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id
muhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
View all postsmuhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Dahlan Rais, menekankan pen...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Universitas Muhammadiyah Surakarta menjadi saksi berkumpulnya sekita...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) harus menjadi arus ut...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, KENDARI – Evangelis (Ev) Munfaridah dari Majelis Gereja Kebangunan Kalam Allah...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Manhaj Tarjih Muhammadiyah dirancang untuk menjaga relevansi dan ...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA — Dalam wawancara yang disiarkan pada Sabtu (24/08) di acara ROSI, Kom...
No comments yet.