BANDUNGMU.COM — Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, dikenal sangat fenomenal karena berhasil membawa pembaruan luar biasa dalam Islam di Indonesia. Gagasannya mampu mengubah umat Islam menjadi lebih progresif. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan bahwa KH Ahmad Dahlan adalah pembaharu paling penting di awal abad ke-20.
Pemikiran-pemikiran beliau sering kali mendapat penolakan, namun kemudian diterima secara luas. Salah satu kisah paling terkenal adalah pelurusan arah kiblat. “Gagasan pelurusan arah kiblat sebenarnya memadukan antara syariat dan ilmu pengetahuan. Meskipun ditentang oleh kaum tradisional, satu abad kemudian seluruh umat Islam di Indonesia merujuk pada pembaruan semacam itu,” tutur Haedar Nashir, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Pendidikan modern
Haedar mengungkapkan bahwa selain meluruskan arah kiblat, KH Ahmad Dahlan juga menggagas pendidikan modern yang dikenal dengan Madrasah Diniyah Al-Islamiyah. Konsep pendidikan ini memadukan antara pendidikan agama dan pendidikan umum dengan tetap berpegang pada ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
KH Ahmad Dahlan bahkan tidak segan memanfaatkan media seperti biola, papan tulis, meja, kursi, dan ruang kelas untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar, yang pada masa itu belum lazim digunakan di sekolah-sekolah Islam dan pesantren tradisional. “Menurut Kuntowijoyo, model pendidikan yang digagas KH Ahmad Dahlan disebut sebagai perpaduan antara iman dan kemajuan, yang melahirkan kaum terpelajar muslim dengan kepribadian kuat namun mampu menghadapi tantangan zaman,” tutur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Teologi Al-Ma’un
Pemikiran lain yang menjadi ciri khas KH Ahmad Dahlan, menurut Haedar, adalah teologi Al-Ma’un. Bagi KH Ahmad Dahlan, agama bukan sekadar teks doktrinal yang dihafalkan tanpa praktik nyata untuk mengentaskan berbagai persoalan umat. Oleh karena itu, sampai sekarang banyak lembaga sosial di bawah naungan Muhammadiyah.
Gerakan Literasi
KH Ahmad Dahlan juga memiliki semangat memperkuat kualitas literasi umat Islam dengan mendirikan majalah “Suara Muhammadiyah”. Majalah ini pertama kali terbit pada Januari 1915, tiga tahun setelah organisasi Muhammadiyah berdiri pada 1912. Menurut Haedar, melalui “Suara Muhammadiyah” inilah diperkenalkan bahasa Indonesia yang saat itu belum menjadi bahasa nasional.
Bagi Haedar, meskipun KH Ahmad Dahlan sering dibandingkan dengan pembaru lain, ada sesuatu yang spesial dari beliau yang tidak dimiliki oleh Muhammad Abduh maupun Ibnu Taimiyah. Menurut Haedar, gagasan KH Ahmad Dahlan yang paling fenomenal adalah mendirikan gerakan perempuan bernama Aisyiyah pada 1917 bersama istrinya, Siti Walidah.
“Tanpa belajar emansipasi dari Barat, tetapi lahir dari sikap dan pandangan yang orisinal dari Islam yang memuliakan laki-laki dan perempuan, sebagaimana dalam QS Al-Nahl ayat 97. Semua yang dilakukan KH Ahmad Dahlan, sebagaimana diungkapkan Nurcholis Madjid, menunjukkan beliau adalah seorang pembaru sejati,” tandas Haedar.***