BANDUNGMU.COM, Bandung – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad mengatakan bahwa jurnalisme profetik itu identik dengan kuatnya membaca dan belajar terus-menerus.
Hal itu Dadang sampaikan dalam dalam Seminar Nasional dan Focus Group Discussion di UM Ponorogo bertema “Jurnalisme Profetik Perspektif Islam Berkemajuan” belum lama ini.
“Kalau kita ingin mengikuti jurnalisme profetik ya membaca. Itu tugas utamanya. Jadi, seorang jurnalis itu harus ahli baca yang luar biasa. Jangan mengandalkan kepada pendengaran saja. Membaca itu bagian yang sangat penting,” kata Dadang.
Bicara jurnalisme profetik, ujar Dadang, berarti jurnalisme kenabian dan cinta. Nabi diutus oleh Allah SWT untuk memberikan daya guna dan manfaat bagi masyarakat.
Dadang menegaskan bahwa hal pertama yang harus diperhatikan dalam jurnalisme profetik itu ialah menulis sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Tidak menulis sesuatu yang bermudarat bagi masyarakat.
Jurnalisme yang baik, ungkap Dadang, ialah yang mengikuti nabi. Nabi itu akhlaknya Al-Quran. Dalam surah Ali Imran 16 dan 17 diterangkan bahwa ada lima enam karakter dan inspirasi yang bisa dimiliki oleh seorang jurnalis profetik.
Pertama, beriman kepada Allah SWT. Jadi, diniatkan menjadi jurnalis itu ialah ibadah kepada Allah SWT. Itu hal pertama yang harus dilakukan.
“Kedua, jurnalis yang baik jurnalis profetik itu ialah orang yang sabar. Tidak mudah emosi. Tidak mudah tersulut. Dia mau menyeleksi semua berita yang dia dapatkan dan mampu memverifikasi dengan sabar. Tidak cepat me-reposting,” imbuh Dadang.
Ketiga, punya sifat jujur. Jujur dalam membuat berita jujur, memproduksi sesuatu, dan menulis. Jujur tidak boleh curang.
Keempat, selalu taat aturan. Taat kepada aturan jurnalistik, undang-undang, dan sebagainya. Seorang jurnalis tidak boleh melanggar aturan. Terutama dalam hal konstitusi.
Kelima, mudah memberikan berita. Tidak pelit informasi. Keenam, mengakui kesalahan kalau berbuat salah. Cepat meralat apa yang sudah dia repost dan meminta maaf.
Jurnalisme yang berbasis profetik itu, tegas Dadang, ialah jurnalisme yang mengikuti kaidah dan aturan agama seperti perilaku Nabi Muhammad SAW.
Adapun berkemajuan itu artinya jurnalisme yang berorientasi ke masa depan. Islam yang dianut bukan Islam yang berorientasi ke masa lalu dalam bab muamalah, melainkan berorientasi masa depan.
“Bermuamalah dalam Muhammadiyah harus banyak kreativitas, boleh melakukan apa pun asal tidak melanggar aturan Allah SWT. Itu yang disebut dengan itihad yang terus dibuka,” kata Dadang.
“Kalau kita ingin mengusung jurnalisme profetik yang berkemajuan, yakni jurnalisme yang punya enam karakter. Ditambah dengan jurnalisme yang bisa membawa masyarakat kita kepada arah yang maju,” pungkas Dadang.***(FA)