Kiprah Muhammadiyah Abad Kedua Semakin Mendunia

banner 468x60

Oleh: Ace Somantri

BANDUNGMU.COM — Globalisasi telah menjadi perbincangan selama lebih dari dua puluh tahun, dengan konsekuensi dan risikonya dibahas dalam diskusi akademisi dan kaum terpelajar.

Sayangnya, di saat yang sama, banyak masyarakat dari kalangan bawah yang tinggal di kampung, desa, dan daerah perkotaan kumuh, tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang globalisasi melalui sosialisasi atau pendidikan.

Mereka dibiarkan seperti air mengalir. Mereka dianggap akan mengikuti perkembangan peristiwa yang akan terjadi di masa depan tanpa disadari akibatnya.

Muhammadiyah, sebagai entitas masyarakat, jauh sebelum negeri ini merdeka dari kolonialisme Belanda, telah berperan nyata dalam upaya memerangi kemiskinan dan kebodohan.

Termasuk dalam menyikapi isu globalisasi yang telah dicoba untuk diantisipasi sejak lama. Meskipun belum sepenuhnya optimal. Namun, itu tidak mengapa.

Berbagai forum seminar dan dialog, termasuk FGD, digelar oleh Muhammadiyah untuk memberikan informasi dan edukasi kepada generasi muda.

Namun, masih sedikit diketahui oleh masyarakat Indonesia mengenai kebijakan terkait globalisasi. Hanya sebagian kecil orang yang cerdik dan bergerak cepat, terutama para pembisnis, yang menerima era globalisasi dengan memanfaatkan berbagai rekayasa sosial dan ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Prihatinnya, mereka yang responsif berasal dari warga negara keturunan non-pribumi Indonesia. Bagi mereka, merespons dengan cepat era globalisasi adalah keharusan untuk bertahan hidup di negeri yang bukan tanah air asli mereka.

Namun, bagaimana dengan warga pribumi Indonesia? Sejauh mana mereka menyikapi era global yang telah berlangsung dan tanpa disadari sering kali terjadi disrupsi yang mendadak mengubah tatanan sosial dan masyarakat di sekitar mereka.

Kita sebagai warga pribumi sering kali kaget dan hampir tidak dapat berbuat banyak. Beberapa masyarakat muslim bahkan menganggap dampak disrupsi sebagai godaan setan yang berupaya menghilangkan sifat-sifat kebaikan manusia.

Era globalisasi adalah tatanan dunia baru. Tidak ada sekat-sekat bangsa dan negara. Bahkan banyak kebijakan yang mempermudah sistem kewarganegaraan dan penyediaan visa tanpa biaya di beberapa negara di dunia.

Perkembangan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi semakin menguat. Terutama dengan hadirnya kehidupan di dunia maya dan berbagai platform digital yang mempermudah akses informasi dan kebutuhan dengan lebih efektif dan efisien.

Namun, dunia teknologi digital juga membawa disrupsi tanpa batas nilai. Dampaknya telah menyebabkan berbagai persoalan yang rumit bagi mereka yang tidak siap dan tidak memiliki kompetensi untuk menghadapinya.

Kita tidak mempersiapkan diri dengan baik sebelumnya. Lantas, siapa yang harus disalahkan? Apakah kita yang tidak siap dan tidak mampu, lalu menutupi kelemahan ini dengan alasan teologis bahwa disrupsi ini merupakan bagian dari sifat setan yang berwujud lain?

Dalam kenyataannya, Muhammadiyah telah memiliki sudut pandang dan cara berpikir global sejak lama. Hal ini terbukti dengan sumbangsih KH Ahmad Dahlan, pendiri persyarikatan, dalam memperbarui pemahaman tentang ajaran Islam.

Hingga era global saat ini, Muhammadiyah yang telah berdiri lebih dari satu abad tetap kokoh berdiri. Muhammadiyah terus menyebar kebaikan, berusaha merekonstruksi cara berpikir yang dinamis, dan membangun sumber daya manusia tanpa henti hingga menyentuh berbagai negara di berbagai belahan benua.

Muhammadiyah juga konsisten dalam membangun jejaring kelembagaan persyarikatan, baik secara vertikal maupun horizontal. Pimpinan cabang Muhammadiyah sudah berdiri di lebih dari 37 negara.

Selain itu, berbagai lembaga pendidikan Muhammadiyah juga telah didirikan di berbagai negara, seperti di Australia yang mencakup tingkat pra-sekolah hingga dasar, dan di Malaysia yang memiliki satu perguruan tinggi.

Baru-baru ini, Muhammadiyah bahkan telah berekspansi ke benua Eropa dengan mengakuisisi gereja untuk diubah menjadi amal usaha keagamaan, sosial, dan ekonomi. Tahap awal dari akuisisi ini difungsikan sebagai masjid bagi warga muslim di sekitarnya.

Nyatanya Muhammadiyah telah menyebarkan kebaikan di tiga benua. Ini adalah bentuk penegasan komitmen Muhammadiyah untuk mengglobal, sejalan dengan tema Muktamar ke-48, yaitu “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta.”

Konsistensi Muhammadiyah dalam berpikir dan berkarya yang berdaya guna adalah karakteristik yang diwariskan sejak awal berdirinya oleh KH Ahmad Dahlan.

Muhammadiyah selalu menebar semangat dalam menggerakkan potensi dan sumber daya yang dimiliki. Persyarikatan tidak pernah lelah mencerahkan nalar intelektual sumber daya manusia dan masyarakat. Muhammadiyah juga terus memperbarui dinamika kehidupan dalam berbagai aspek.

Semua itu merupakan salah satu bagian dari upaya Muhammadiyah untuk memberdayakan kekuatan persyarikatan dari segi ilmu, keahlian, dan kepakaran dalam disiplin ilmu.

Muhammadiyah juga tetap menjaga eksistensinya sebagai gerakan dakwah amar maruf nahi munkar dengan komitmen untuk menjalankan amanah-amanah umat, didukung oleh sikap bermoral dan berahlak mulia dari para pimpinan dan anggotanya.

Muhammadiyah selalu istikamah dan terus-menerus meluaskan sayap dakwah hingga ke angkasa untuk mendekatkan diri kepada Sang Penguasa alam semesta.

Muhammadiyah tidak hanya mengglobal dalam kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata yang membawa pencerahan. Dengan tekadnya, Muhammadiyah menyinari setiap sudut rumah manusia dan kota di berbagai negara di seluruh benua. Menginspirasi ajaran Ilahi.

Kiprah Muhammadiyah menyebar ke berbagai negara tidak tergoyahkan. Rasanya belum ada ormas Islam lainnya yang bisa menandingi kiprah Muhammadiyah hingga hari ini.

Muhammadiyah bertekad untuk mewujudkan masyarakat yang utama dan berperan di seluruh dunia. Wallahu Alam.***



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author