Kolom Safrin Octora : Manajemen Qurban

banner 468x60

Manajemen Qurban

Oleh : Safrin Octora

Minggu lalu saya bertemu dengan seorang ketua panitia qurban dari sebuah organisasi keagamaan pada sebuah wilayah yang derajat kehidupan warganya kebanyakan menengah bawah. Organisasi keagamaan yang ketuanya saya jumpai ini pun sangat sederhana. Tidak punya mesjid, namun memiliki mushalla yang bisa membuat mereka berkumpul untuk melakukan pengajian seminggu sekali sesuai dengan perintah  induk organisasinya yang berpusat di Yogyakarta dan shalat berjamaah lima waktu sehari.

Aktivitas pengajian pun tidak ramai diikuti oleh jamaah. Paling sekitar 15 orang kaum bapak dan 20 orang kaum ibu. Hal ini sepertinya lazim pada organisasi ini yang berada pada tingkat paling bawah ataupun dikenal dengan istilah ranting.  Meskipun demikian, jamaah organisasi ini meskipun tidak banyak namun memiliki semangat yang militan untuk mengajarkan nilai nilai keislaman. Ini terbukti dengan pengajian rutin seminggu sekali yang tetap berlangsung, meski dengan jumlah hadirin yang minim.

Begitu juga dengan kegiatan shalat berjamaah. Jumlah pesertanya sanga sedikiti. Bisa dihitung dengan jari.  Saya pernah mengikuti shalat Isya di mushalla organisasi ini. Saya hitung bapak-bapak yang ikut berjamaah cuma 10 (sepuluh) orang sedangkan ibu-ibu mungkin sekitar 12 orang. Itupun dengan tingkat usia di atas 55 tahun. Tidak ada yang berumur 40 tahun yang ikut shalat jamaah.

Meskipun demikian, dalam aktivitas qurban organisasi ini memiliki dinamika yang sangat luar biasa. Meskipun berada di wilayah tingkat ekonomi menengah bawah, namun semangat berqurban jamaah organisasi ini dan simpatisan sangat tinggi.

Hampir setiap tahun organisasi yang berada pada level ranting ini bisa mengumpulkan peserta qurban sebanyak 70 orang. Itu berarti 10 ekor sapi. Itupun menurut ketua panitia qurban di ranting tersebut  pendaftaran peserta qurban di batasi sampai 10 ekor sapi. Ini mengingat keterbatasan jumlah panitia yang bisa menyiapkan dan  pendistribusian  daging-daging qurban tersebut.

Jumlah 10 ekor sapi untuk organisasi agama yang berada pada level ranting, jelas sesuatu hal yang luar biasa. Ini mendorong saya untuk mengetahui rahasia apa yang dilakukan oleh organisasi tersebut, sehingga warga sekitar percaya untuk mengelola dana mereka untuk berqurban.

Dari perbincangan santai dengan sang ketua, saya mendapat gambaran bagaimana pengelolaan qurban di ranting ini. Pola pengelolaan qurban itu saya sebut dengan “Manajemen Qurban”.

Pertama, dari sisi harga. Bila di tempat lain biaya berqurban untuk satu bagian antara Rp. 2  Juta ke atas, di organisasi ini biaya qurban hanya Rp. 1,8 juta. Itu pun baru naik. Tahun-tahun sebelumnya malah masih Rp.1,65 juta (satu juta enam ratus ribu rupiah). Biaya sebesar itu mendorong masyarakat sekitar untuk turut berpartisipasi untuk ikut berqurban. Dengan banyaknya masyarakat sekitar berpartisipasi,lebih memudahkan untuk membagi daging yang menjadi hak fakir miskin. Artinya jumlah yang harus mendapat pembagian jadi berkurang, karena mereka mulai ikut jadi peserta qurban.

Harga sebesar itu didapat karena pemasok sapi qurban di ranting ini adalah pemasok tetap. Sudah sepuluh tahun peternak yang berada di kawasan Langkat ini memasok sapi qurban untuk di ranting ini. Berat sapi dengan harga sebesar itu biasanya sekitar 60 kg. Biasanya pasokan sapi dengan berat 60 kg jarang yang meleset.

Keuntungan dengan berhubungan langsung dengan peternak (apalagi sudah langganan) memudahkan panitia untuk mendapatkan harga, tanpa perlu tawar menawar. Lagi pula, tidak perlu biaya tambahan yang biasanya harus dikeluarkan bila menggunakan blantik (pedagang sapi musiman).

Kedua, pemesanan sapi qurban biaanya dilakukan melalui handphone, dengan menanyakan harga untuk sapi dengan berat sekitar 60 kg. Panitia biasanya berkunjung ke lokasi peternakansapi,  satu atau dua kali. Untuk mengunjungi peternak yang berada di kabupaten Langkat tersebut, panitia tidak mengalokasikan biaya transportasi dan akomodasi (makan siang plus ngopi). Biasanya biaya transportasi dan akomodasi merupakan amal jariah dari satu atau dua orang panitia.

Ketiga, untuk peserta qurban pembagian daging biasanya lebih besar. Peserta qurban mendapat daging murni seberat 2 kg plus isi perut dan kupon sebanyak 3 buah yang diambil dari 46 buah kupon  dari seekor sapi yang dapat dibagikan kepada sanak saudara ataupun famili yang tidak berqurban tahun ini.

Keempat, waktu untuk pengambilan daging untuk peserta qurban biasanya lebih cepat dari pengambilan daging dengan kupon. Biasanya untuk peserta qurban, jam 12.00 atau 13.00 sudah bisa mengambil daging qurbannya. Sedangkan untuk kupon sekitar jam 16.00.

Dari empat pola pengelolaan qurban di ranting ini, saya menyimpulkan bahwa Manajemen Qurban yang dilakukan adalah membuat harga yang dibayarkan peserta qurban lebih murah. Selanjutnya hak peserta qurban lebih banyak. Serta yang terakhir waktu pendistribusian daging bagi peserta qurban lebih cepat.

Jadi mumpung besok tahun baru hijriah, ayo kita belajar dari ranting ini untuk pengelolaan qurban yang lebih baik lagi. (***)

sumber berita dari infomu.co

Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *