BANDUNGMU.COM, Bandung – Dosen Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Sopaat Rahmat Selamet menegaskan bahwa maulid bukan hanya perayaan sejarah, melainkan bagian dari pengembangan kesadaran sejarah yang diilhami oleh kehidupan Nabi SAW. Dalam hal ini, maulid menjadi kesempatan umat Islam untuk menggali nilai-nilai kehidupan yang diajarkan oleh Nabi SAW dalam konteks tantangan zaman modern.
Dosen yang akrab disapa Kang Sopaat ini juga menyinggung pentingnya peran Nabi Muhammad SAW dalam membangun kesadaran sejarah umat muslim. Ia menjelaskan bahwa Nabi membawa pencerahan bagi umat manusia, dan perayaan Maulid harus dipahami sebagai bentuk penghormatan terhadap sosok yang membawa cahaya kebenaran.
“Nabi Muhammad SAW merupakan sosok mulia yang kehadirannya membawa cahaya bagi kehidupan kita. Maulid merupakan salah satu cara kita mengingat dan menghormati Nabi SAW,” ujarnya dalam Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat belum lama ini.
Menghargai tradisi
Dalam kesempatan tersebut, Selamet juga membahas sejarah puasa Asyura yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW setelah tiba di Madinah serta bagaimana tradisi ini memiliki akar yang dalam pada sejarah Yahudi dan umat Nabi Musa AS. Menurutnya, pemahaman terhadap sejarah ini mengajarkan umat Islam untuk menghargai tradisi dan nilai-nilai yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi sebelumnya.
Lebih jauh, diskusi berlanjut dengan pembahasan tentang karya sastra islami yang juga menjadi medium penting dalam mengekspresikan cinta kepada Nabi SAW. Selamet menyebutkan syair Al-Barzanji dan Qasidah Burdah sebagai contoh karya sastra yang digunakan untuk mengajarkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Karya-karya ini, menurutnya, tidak hanya berfungsi sebagai pujian, tetapi sebagai upaya untuk menjaga semangat perjuangan umat muslim di masa lalu.
Selamet juga membahas relevansi perayaan maulid dalam menghadapi tantangan global saat ini, terutama di tengah gempuran budaya pop dan sekularisme, yang semakin memengaruhi generasi muda. Selamet menekankan bahwa budaya Islam yang kaya, termasuk perayaan maulid, dapat menjadi benteng yang kokoh dalam menghadapi pengaruh budaya asing.
“Sejatinya kita sebagai umat Islam harus mampu memaknai maulid sebagai wujud kecintaan yang mendalam kepada Nabi SAW, terutama di era globalisasi dan digitalisasi yang mengancam identitas budaya kita,” jelas mahasiswa doktoral UIN Bandung ini.
Momentum instrospeksi
Pada bagian akhir, Selamet mengajak umat muslim untuk menjadikan maulid sebagai momentum introspeksi diri. Menurutnya, cinta kepada Nabi tidak hanya diwujudkan melalui perayaan seremonial, tetapi juga melalui pengamalan ajaran-ajaran beliau dalam kehidupan sehari-hari. “Maulid adalah kesempatan bagi kita untuk merenung, apakah kita sudah mencintai Nabi dengan sepenuh hati dan mengamalkan ajarannya,” katanya.
Acara ini diakhiri dengan seruan agar umat muslim, khususnya generasi muda, memperdalam literasi agama dan budaya Islami. “Melalui tradisi tadarus, kajian hadits, dan pemahaman terhadap sirah Nabawi, kita bisa menjaga kecintaan kepada Nabi tetap hidup di tengah tantangan zaman,” pungkasnya.***(FA)