BANDUNGMU.COM — Nabi Muhammad SAW tidak hanya dikenal sebagai pemimpin besar umat Islam dan pembawa risalah terakhir. Namun, juga sebagai seorang ayah yang penuh cinta dan kasih sayang terhadap keluarganya.
Kehidupan pribadinya tidak lepas dari berbagai ujian. Terutama terkait dengan nasib anak-anaknya yang sering kali diwarnai oleh kehilangan dan duka mendalam.
Sebagian besar anak Nabi SAW, kecuali Ibrahim, dilahirkan dari istri pertamanya, Khadijah binti Khuwailid, seorang perempuan mulia yang selalu mendukung perjuangannya. Sebagai seorang ayah, Nabi SAW harus merelakan banyak dari anak-anaknya meninggal di usia muda yang tentu menjadi beban emosional di tengah perannya sebagai rasul.
Putra pertama Nabi SAW, Qasim, lahir sebelum Nabi SAW menerima wahyu dan meninggal di usia sangat muda. Meskipun tidak banyak catatan mendetail tentang hidupnya, wafatnya Qasim memberikan dampak besar pada kehidupan Nabi SAW. Gelar “Aba Al-Qasim” atau “Ayah dari Qasim” pun disematkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk penghormatan.
Ada perbedaan pendapat mengenai kapan tepatnya Qasim meninggal. Beberapa sumber menyebutkan wafatnya terjadi setelah Nabi SAW menerima wahyu pertama. Sementara itu, sumber lain menyebutkan Qasim meninggal saat masih bayi, sebelum Nabi SAW diangkat menjadi rasul. Peristiwa ini menggambarkan duka mendalam yang harus dihadapi Nabi SAW sebagai seorang ayah sejak awal kehidupannya.
Putri tertua Nabi SAW, Zainab, lahir 23 tahun sebelum Hijrah ke Madinah dan menikah dengan sepupunya, Abu Al-As bin Al-Rabi. Mereka dikaruniai dua anak yaitu Ali dan Umamah.
Zainab dikenal sebagai salah satu perempuan pertama yang masuk Islam, meskipun suaminya baru memeluk Islam beberapa tahun setelah Hijrah. Keteguhan iman Zainab dalam mendukung Nabi SAW di tengah berbagai tantangan menjadi salah satu contoh kesetiaan yang luar biasa.
Putri kedua Nabi SAW, Ruqayyah, menjalani kehidupan yang penuh tantangan. Awalnya dijodohkan dengan Utbah bin Abu Lahab. Namun, perjodohan ini dibatalkan setelah Islam muncul dan Abu Lahab menjadi salah satu musuh Nabi SAW.
Ruqayyah kemudian menikah dengan Utsman bin Affan, sahabat Nabi SAW yang kelak menjadi khalifah ketiga. Bersama Utsman, Ruqayyah termasuk dalam gelombang muslim pertama yang hijrah ke Abyssinia (Ethiopia) untuk menghindari penganiayaan di Makkah.
Sayangnya, Allah menakdirkan Ruqayyah meninggal di Madinah saat Perang Badar berlangsung. Kepergian Ruqayyah meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi Nabi SAW.
Putri ketiga Nabi SAW, Ummu Kultsum, memiliki kisah yang hampir serupa dengan Ruqayyah. Ia sempat dijodohkan dengan Utaybah bin Abu Lahab. Namun, pertunangan ini dibatalkan karena permusuhan Abu Lahab terhadap Islam.
Setelah kematian Ruqayyah, Ummu Kultsum menikah dengan Utsman bin Affan meski pernikahan ini tidak dikaruniai anak. Ummu Kultsum wafat pada tahun kesembilan Hijrah dan kepergiannya kembali membawa kesedihan besar bagi Nabi SAW.
Putri bungsu Nabi SAW, Fatimah Az-Zahra, memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ayahnya. Lahir satu tahun sebelum kenabian, Fatimah tumbuh menjadi perempuan yang penuh cinta dan keberanian.
Ia menikah dengan Ali bin Abi Thalib, masih sepupu Nabi SAW. Dari pernikahan ini lahir Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum. Fatimah adalah satu-satunya anak Nabi SAW yang melanjutkan garis keturunan. Kedua putranya, Hasan dan Husain, menjadi tokoh penting dalam sejarah Islam, terutama Husain dalam peristiwa tragis di Karbala. Fatimah wafat hanya lima bulan setelah wafatnya Nabi SAW.
Selain anak-anak dari Khadijah, Nabi SAW juga memiliki seorang putra bernama Ibrahim dari Mariyah Al-Qibthiyah. Ibrahim lahir pada tahun kedelapan Hijriah, tetapi ia meninggal pada usia 17 atau 18 bulan.
Kematian Ibrahim sangat menyedihkan Nabi SAW. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Nabi SAW menangis di samping jenazah putranya. Namun, Nabi SAW tetap mengingatkan umatnya untuk selalu beriman pada takdir Allah meskipun kesedihan merupakan bagian dari kemanusiaan.
Kehilangan anak-anaknya di usia muda memberikan pelajaran penting tentang cinta, kesabaran, dan keteguhan iman Nabi Muhammad SAW. Keluarganya bukan hanya menjadi saksi perjuangan dakwah, melainkan cerminan ketabahan Nabi SAW dalam menghadapi ujian kehidupan sebagai seorang ayah dan utusan Allah.***
___
Sumber: muhammadiyah.or.id
Editor: FA