Menunggu Pemanfaatan AI Dalam Dakwah Muhammadiyah

wawasan0 Dilihat
banner 468x60

Judul diatas kelihatannya kementus (terlalu berlebihan) bagi banyak orang, namun sebagai harapan untuk kebaikan biarlah judul tulisan ini tanpa kritik dulu.

Pasca Muktamar 48 di Solo dakwah digital Muhammadiyah Kembali digaungkan, bahkan ada ketua yang membidangi Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi yang diamanahkan kepada Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si. Artinya Muhammadiyah akan serius dalam bidang dakwah digital dan mau tidak mau harus memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan/ Artificial Intelligence (AI).

Artificial Intelligence (AI) sendiri adalah cabang ilmu yang mencoba untuk membuat mesin yang dapat melakukan tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia, seperti pemecahan masalah, pengenalan wajah, atau pemahaman bahasa.

Sejarah AI dimulai pada tahun 1950-an, ketika para ilmuwan mulai mengejar ide untuk membuat mesin yang dapat berpikir seperti manusia. Beberapa tokoh penting dalam sejarah AI adalah Alan Turing, John McCarthy, Marvin Minsky, dan Claude Shannon.

Pada awalnya, AI difokuskan pada pemrograman komputer untuk menyelesaikan masalah matematika, tetapi seiring berjalannya waktu, AI mulai diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pengenalan wajah, pemahaman bahasa, dan pengambilan keputusan. Sekarang, AI digunakan dalam berbagai industri, termasuk teknologi, perdagangan, dan kesehatan.

Salah satu ilmuwan yang dikreditkan sebagai pendiri AI adalah John McCarthy, yang pada tahun 1956 mengadakan konferensi di Dartmouth College yang dianggap sebagai awal dari era modern AI. Pada konferensi tersebut, McCarthy dan rekannya mengumumkan tujuan untuk mengembangkan “mesin yang dapat melakukan tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia, seperti pemecahan masalah, pengenalan wajah, atau pemahaman bahasa”.

Namun sebelum itu, Ada juga beberapa ilmuwan yang telah membuat kontribusi penting dalam membuat dasar AI seperti Alan Turing yang dikenal sebagai “Bapak komputer” yang menulis tentang komputasi yang dapat membuat keputusan, Claude Shannon yang dikenal sebagai “Bapak Teori Informasi” yang mengembangkan teori dasar dari pengenalan pola, dan Norbert Wiener yang menulis tentang komputasi adaptif yang memberikan dasar teori dari belajar mesin.

Lalu bagaimana AI bisa digunakan untuk media dakwah bagi Muhammadiyah maupun organisasi dakwah lainnya.
AI dapat digunakan dalam media dakwah dengan berbagai cara, diantaranya:

Pengenalan bahasa: AI dapat digunakan untuk membuat aplikasi atau platform yang dapat menerjemahkan teks atau percakapan dari satu bahasa ke bahasa lain, sehingga memudahkan proses dakwah kepada orang yang berbicara bahasa yang berbeda.

Pemahaman konteks: AI dapat digunakan untuk memahami konteks dari teks atau percakapan, sehingga dapat mengenali dan menanggapi pertanyaan atau komentar yang diterima dengan tepat.

Chatbot: AI dapat digunakan untuk membuat chatbot yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang agama atau dakwah.

Analisis sentimen: AI dapat digunakan untuk menganalisis sentimen dari komentar atau ulasan yang diterima, sehingga dapat mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat terhadap dakwah yang disampaikan.

Pembuatan konten: AI dapat digunakan untuk membuat konten dakwah secara otomatis, seperti menulis artikel atau membuat video yang dapat digunakan dalam media sosial.

Semua hal tersebut diatas dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dakwah dan membuat proses dakwah menjadi lebih mudah dan efisien, namun tetap harus diperhatikan aspek-aspek etis dalam penerapan AI.

Lembaga dakwah diluar negeri sudah banyak yang mengadopsi teknologi AI diantaranya
1. AlMaghrib Institute: Lembaga dakwah yang berbasis di Amerika Serikat yang telah menggunakan AI untuk membuat aplikasi mobile yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang agama secara otomatis.
2. Islamic Relief Worldwide: Organisasi kemanusiaan yang berbasis di Inggris yang menggunakan AI untuk menganalisis data dan membuat laporan tentang kondisi sosial ekonomi di berbagai negara.
3. Muslim Pro: Aplikasi mobile yang menyediakan berbagai fitur, seperti Al-Qur’an, doa, dan kalender Islam, yang telah menggunakan AI untuk meningkatkan pengalaman pengguna.
4. DawaNet: Organisasi dakwah yang berbasis di Kanada yang menggunakan AI untuk menganalisis data dan meningkatkan efektivitas dakwah di media sosial.
5. AlKauthar Institute: Lembaga dakwah yang berbasis di Australia yang menggunakan AI untuk membuat konten dakwah secara otomatis, seperti menulis artikel atau membuat video yang dapat digunakan dalam media sosial.
Itu hanyalah beberapa contoh dari organisasi dakwah diluar negeri yang menggunakan AI dalam dakwah mereka, penulis belum mempunyai referensi Lembaga dakwah di Indonesia yang menggunakan teknologi AI untuk dakwahnya.

Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh Muhammadiyah untuk memulai memanfaatkan AI dalam dakwahnya adalah sebagai berikut:

Identifikasi masalah: Lembaga dakwah harus mengenali masalah yang dihadapi dalam proses dakwah, seperti keterbatasan waktu dan sumber daya, dan mencari cara untuk mengatasinya dengan menggunakan AI.

Penelitian: Lembaga dakwah harus melakukan penelitian tentang AI dan bagaimana teknologi ini dapat digunakan dalam dakwah.

Kerja sama dengan ahli: Lembaga dakwah harus bekerja sama dengan ahli AI dan pakar agama yang berpengalaman dan kompeten dalam bidang tersebut.

Pembuatan rencana: Muhammadiyah harus membuat rencana tentang bagaimana teknologi AI dapat digunakan dalam dakwah mereka. Rencana ini harus mencakup tujuan yang ingin dicapai, alat dan teknologi yang akan digunakan, serta jadwal dan anggaran yang diperlukan.
Contohnya, Muhammadiyah dapat membuat rencana untuk mengembangkan aplikasi mobile seperti membuat chatbot yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang agama atau dakwah.
Rencana yang dibuat oleh Muhammadiyah harus mencakup jadwal yang jelas tentang tahap-tahap pengembangan chatbot. Jadwal ini harus mencakup:
1. Tahap perencanaan : Identifikasi masalah yang dihadapi, penelitian tentang teknologi AI, dan pembuatan rencana.
2. Tahap pengembangan : Kerja sama dengan ahli AI dan pakar agama, pembuatan prototipe chatbot, dan pengujian prototipe.
3. Tahap peluncuran : Implementasi chatbot ke dalam sistem yang digunakan oleh Muhammadiyah, pelatihan staf, dan peluncuran chatbot ke masyarakat.
4. Tahap pemeliharaan : Monitoring kinerja chatbot, revisi dan perbaikan chatbot sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pandangan agama yang berlaku, dan pemeliharaan data yang digunakan oleh chatbot.

Apakah ini bisa dilakukan oleh Muhammadiyah, Penulis yakin bahwa kader Muhammadiyah yang sudah serius pada teknologi AI sudah banyak, tinggal melakukan pendekatan kultur dan ekonominya untuk bekerja dalam tarikan nafas dakwah.

Namun apabila Muhammadiyah kesulitan dalam menarik kadernya Kembali ke Muhammadiyah, bisa melakukan cara dengan Kerjasama/memanfaatkan perusahaan pengembang AI minimal membuat chatbot dakwah Muhammadiyah yang berisi pedoman hidup islami, hasil putusan tarjih dan keputusan organisasi lainnya.

Membuat chatbot AI dapat dilakukan dengan mudah dengan menggunakan beberapa platform yang tersedia. Ada beberapa platform yang menyediakan alat yang dapat digunakan untuk membuat chatbot dengan mudah, tanpa harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pemrograman. Beberapa platform populer yang dapat digunakan untuk membuat chatbot adalah:
1. Dialogflow: platform yang dikembangkan oleh Google, yang memungkinkan Anda untuk membuat chatbot dengan mudah dengan menggunakan antarmuka drag-and-drop.
2. Botkit: platform yang dikembangkan oleh Howdy, yang memungkinkan Anda untuk membuat chatbot dengan mudah dengan menggunakan bahasa pemrograman JavaScript.
3. Botpress: platform yang dikembangkan oleh Botpress, yang memungkinkan Anda untuk membuat chatbot dengan mudah dengan menggunakan bahasa pemrograman JavaScript atau TypeScript.
4. Microsoft Bot Framework: platform yang dikembangkan oleh Microsoft, yang memungkinkan Anda untuk membuat chatbot dengan mudah dengan menggunakan antarmuka drag-and-drop.
5. ManyChat: platform yang dikembangkan oleh ManyChat, yang memungkinkan Anda untuk membuat chatbot dengan mudah dengan menggunakan antarmuka drag-and-drop.
Namun, perlu diingat bahwa chatbot yang dihasilkan dari platform-platform tersebut mungkin memerlukan revisi dan perbaikan untuk memberikan jawaban yang akurat dan sesuai dengan masalah yang dihadapi. Jika Muhammadiyah ingin membuat chatbot yang memiliki jawaban yang akurat dan relevan tentang masalah agama, maka sebaiknya Muhammadiyah membuat sendiri.

Chatbot AI dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang agama, namun kualitas jawabannya tergantung pada kualitas data yang digunakan untuk melatih chatbot tersebut. Jika data yang digunakan untuk melatih chatbot berasal dari sumber yang kredibel dan diperiksa kebenarannya, maka chatbot dapat memberikan jawaban yang akurat dan bermanfaat. Namun, jika data yang digunakan untuk melatih chatbot berasal dari sumber yang tidak kredibel atau tidak diperiksa kebenarannya, maka jawaban yang diberikan oleh chatbot mungkin tidak akurat atau bahkan salah.
Juga perlu diingat bahwa chatbot AI hanyalah alat yang digunakan untuk memberikan jawaban, tetapi tidak dapat menggantikan peran dari ulama atau pakar agama yang berpengalaman dalam memberikan fatwa atau penjelasan tentang masalah-masalah agama. Oleh karena itu, chatbot AI sebaiknya digunakan sebagai alat bantu dalam proses dakwah dan tidak sebagai satu-satunya sumber informasi tentang masalah agama.

Bagaimana, bikin sendiri apa pakai produk pihak lain.

*Tulisan ini produk AI dan dilakukan editing oleh Akhmad Sutikhon, Anggota MPI PDM Kab Gresik.

Author