Menunggu Presiden Yang Adil – bandungmu.com

banner 468x60

Oleh: Ace Somantri

BANDUNGMU.COM, Bandung — Berseliweran macam ragam berita, mulai dari promosi dan sosialisasi sosok tokoh bangsa. Perhelatan suksesi kepemimpinan sudah ditabuh sejak satu tahun yang lalu. Memasuki tahun 2023 semakin terbuka berbagai koalisi partai politik menjelang tahun 2024.

Sudah jelas secara de facto kandidat pemimpin bangsa Indonesia sudah bersafari keliling provinsi dan daerah di Indonesia. Elektrol tokoh masih terus dipermainkan demi untuk tiket masuk tahun 2024. Saling dukung dan deklarasi makin gencar digelar di berbagai daerah.

Tokoh-tokoh hampir setiap saat berkonsolidasi mematangkan koalisi, mengkalkulasi pemenangan jikalau begini dan begitu. Ketokohan terus diuji dan divalidasi sesuai kriteria dan indikator yang disepakati para pemegang saham di partai politik. Tidak ketinggalan para eksekutif negara memanfaatkan kendaraan lembaga negara untuk mencari simpati dan empati publik walau hanya untuk berselfi ria.

Virus selebrasi para tokoh merebak hingga ke pelosok desa dan perkampungan. Pasang kuda-kuda berbagai entitas sosial kemasyarakatan untuk menyambut kedatangan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Banyak rakyat menaruh harapan dan asa agar Indonesia lebih baik dan maju dari sebelumnya.

Menjelang akhir kekuasaan, presiden terlihat ikut terbawa arus selebrasi tokoh-tokoh yang akan maju di pilpres mendatang, seperti yang latah seolah-olah akan maju lagi ikut kontestasi.

Lempar sana dan lempar sini sebuah t-shirt yang dibagikan pada rakyat, berebut pun tak terhindarkan, bahkan tidak sedikit yang jatuh tersungkur di jalanan. Apakah seperti itu memberi dan melayani rakyat? Padahal mereka adalah pemilik saham syah bangsa dan negara ini.

Hiruk pikuk menjelang Pilpres tahun 2024, pasangan Anis Baswedan belum muncul di permukaan. Pasangan Puan Maharani pun sama. Pasangan Prabowo Subianto masih pilih-pilih. Apalagi pasangan yang tidak dipasang partai politik alias jomblo, itu akan semakin memperburuk elektroral, citra, dan reputasi.

Koalisi sudah jauh-jauh hari bersinergi, antar partai politik membangun visi dan misi yang sama. Hingga pada akhirmya pilihan akan memberi status koalisi, baik mendorong atas dasar hati dan nurani atau memberi sesuatu atas dasar subjektivitas terikat akan nilai materi.

Mahalnya demokrasi di Indonesia, high cost, pada momentum suksesi kerap kali menghiasi wajah-wajah pimpinan yang mencari dan membeli suara tidak peduli berapa pun harganya karena yang penting jadi.

Negeriku kian hari semakin mengerikan, walaupun hanya sekedar berita dan informasi hal ihwal mahalnya menjadi pemimpin di Indonesia. High cost politik suksesi dengan model demokrasi memeras energi, basah kuyup keringat rakyat Indonesia untuk membeli karpet merah yang disediakan untuk bangsa lain. Benarkah itu?

Kiranya penting ditelusuri keabsahannya dan keshohihanya. Sekalipun tidak benar faktanya karena data menunjukkan tidak ada. Namun, sulit dipercaya kondisi realitas bangsa dan negara ini rapuh manakala menghadapi tekanan pihak luar. Di sisi lain sangat beringas ketika menekan rakyat sendiri yang terindikasi melawan dan dianggap berhadapan dengan kekuasaan.

Semoga itu hanya asumsi semata. Jika memang dirasa nyata dan ada sebaiknya untuk segera meminta ampunan dari pemilik alam semesta ini sebelum ada konsekuensi dari perbuatan kepemimpinan bangsa ini.

Terlepas ya atau tidak, perhelatan suksesi kepemimpinan negara dan bangsa Indoensia menghitung hari. Pertimbangan kepada para kandidat dikaji dengan matang. Kemashlahatan umat menjadi prioritas untuk mengurangi kemadlaratan umat.

Beda pandangan satu kandidat dengan kadidat lain menjadi khazanah sebagai pertimbangan. Kebaikan dan ketulusan untuk kontestasi dalam suksesi bagian dari tanggung jawab moral sebagai anak bangsa.

Siapa pun berhak untuk dipilih dan memilih. Namun, ada catatan keras dalam ajaran bahwa memilih pemimpin harus mengedepankan kriteria yang lebih mendekati kepatutan dan kelayakan yang memenuhi tuntutan kebutuhan bangsa dan negara.

Terlebih negara dalam kondisi sakit parah secara ekonomi, politik, pendidikan, ketahanan pangan, dan banyak lagi jenis sakit yang diderita bangsa dan negara ini.

Dibutuhkan sosok pemimpin tangan besi yang mampu membumihanguskan kekuatan oligarki hingga ke akar-akarnya. Tidak boleh disisakan sedikit pun.

Walaupun dalam realitanya relatif mustahil membersihkannya. Hal itu sudah menjadi bagian tantangan utama yang tidak akan pernah musnah selama dunia ini ada.

Kebenaran akan berhadapan dengan kebatilan dan kebaikan berhadapan dengan keburukan. Hanya pertolongan dan atas kehendak Sang Pencipta Alam Semesta Allah SWT karena Dzat yang sebaik-baiknya penolong.

Artinya, dalam konteks saat ini berusaha untuk melahirkan pemimpin yang adil dan berpihak pada keadilan menjadi kewajiban setiap orang, apalagi merasa diri beriman.

Sudah tidak sabar rakyat Indonesia menunggu pasangan presiden dan wakilnya. Mereka berdua berharap memberikan jalan kebaikan dan kebenaran yang penuh keadilan.

Keberpihakan kepada pelayanan rakyat menjadi keniscayaan. Membela kebenaran yang adil bagi masyarakat sebuah tuntutan. Memberi harapan pada rakyat untuk hidup lebih lama dan optimistik.

Berganti rezim selalu menyisakan masalah, fakta, dan realitas hak-hak rakyat banyak dirampas. Penegakan hukum tumpul ke atas tajam ke bawah. Pemerataan kesejahteraan sangat mencolok tidak seimbang. Rasa aman dan nyaman untuk hidup masa depan penuh kecemasan. Perlindungan hak asasi ekonomi, politik, dan keagamaan cenderung abai dan diabaikan.

Menimbang berbagai sosok calon presiden yang beredar hampir dipastikan masih terjebak lingkaran partai politik dan indikasi terpapar kepentingan segelintir oligarki. Apa pun kondisi bangsa hari ini, sistem demokrasi tetap masih menjadi rujukan mekanisme politik kenegaran Indonesia.

Suka tidak suka, diterima atau tidak, Indonesia adalah rumah kita dan rumah kita bersama. Harus dijaga dan dipelihara agar tetap menjadi surga rakyatnya sendiri. Bukan malah sebaliknya menjadi neraka penuh nestapa di rumah sendiri, sedangkan bangsa asing menikmati penuh bahagia.

Indonesia terkenal tanah surga karena ditanami apa pun dapat tumbuh. Cuacanya membuat penghuni nyaman, aman, tenteram, dan damai. Semoga tahun 2024 lahir presiden yang mampu mengembalikan surga Indonesia kepada rakyatnya. Mereka sudah terlalu lama menuggu dalam kenestapaan.

Hidup di negeri sendiri, tetapi seperti hidup asing dirumah sendiri. Seharunya menjadi tuan dan majikan bangsa asing, malah sebaliknya, menjadi pembantu dirumah sendiri.

Hanya dengan kekuasan dan kekuatan-Mu dunia alam semesta ini memberi keadilan, fakta, dan nyatanya manusia banyak khianat dan dzalim.

Kekuasaan dan harta hanya menjadi simbol keangkuhan, kesombongan, kepongahan, dan ketakaburan, seolah-olah paling hebat dan berkuasa. Kadang-kadang sangat aneh dan tidak masuk akal, manusia yang diberi jabatan seperti segalanya berkuasa. Padahal mereka diberi amanah tiada lain hanya untuk melayani dan memberi keadilan. Wallahu’alam.***



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author