Oleh: Jamjam Erawan
BANDUNGMU.COM, Bandung – Sangat bersyukur dan beruntung penulis dapat masuk pada jajaran Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat masa jabatan 2015-2022 pada urutan ke 13 pada Musyawarah Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat ke 20 di Stikes Muhammadiyah Ciamis tahun 2015. Beruntung bukan karena merasa menjadi pimpinan wilayahnya, tapi beruntung karena bisa ikut terlibat langsung dalam dinamika Muhammadiyah Jawa Barat.
Pada saat 13 Anggota Pimpinan Wilayah Muhammadiyah terpilih menyusun struktur Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, penulis diberi amanah sebagai Wakil Bendaraha hingga tahun 2018.
Setelah itu, penulis diberi amanah untuk menjadi Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat sehingga mendapatkan kesempatan melakukan perjalanan intens untuk hadir di berbagai acara Persyarikatan.
Di dalam perjalanan itu penulis menemukan, menyaksikan, dan merasakan haru biru bahagia melihat geliat Ranting yang hidup dan menghidupkan kehidupan masyarakat di sekelilingnya.
Ada beberapa Ranting yang jamaah pengajiannya ribuan serta terasa meriah dan banyak memberikan manfaat kehidupan bagi jama’ahnya.
Ada beberapa Ranting yang tata kelola organisasinya rapi dan tertib sehingga terlihat terangkat harkat dan martabat pimpinan dan lembaganya.
Ada juga beberapa Ranting yang pimpinannya kompak dan bersahaja sehingga mendapatkan apresiasi yang sangat positif dari berbagai pihak yang ada di lingkungannya.
Namun pada waktu dan tempat berbeda penulis juga melihat dan merasakan keberadaan Ranting yang wala yahya wala yamut, wujuduhu ka’adamihi, adanya seperti tidak ada.
Tidak ada kegiatan organisasi sebagaimana diisyaratkan oleh aturan organisasi. Plangnya tidak ada, masjidnya sepi, jika ada yang memakmurkannya adalah dari jamaah atau kelompok lain, pimpinannya seperti tidak percaya diri untuk mengatakan sebagai pimpinan.
Bahkan yang lebih tragis lagi ada beberapa ranting sudah tidak ada. Padahal, dalam catatan administrasi Pimpinan Cabang masih ada tertulis sehingga indikasinya adalah untuk mengutus menjadi anggota Musyawarah Wilayah mereka susah mencari siapa yang harus hadir.
Pimpinannya sudah tidak ada dan atau malu untuk diutus karena tidak mengikuti perkembangan gerak langkah dakwah Muhammadiyah masa kini.
Fenomena di atas adalah fakta keberadaan Ranting Muhammadiyah saat ini. Meskipun tidak banyak karena belum diadakan penelitian secara khusus dan serius.
Namun, ini harus menjadi perhatian kita semua, mulai dari para pimpinan Persyarikatan, Pimpinan Amal Usaha, maupun warga Persyarikatan dimana pun berada.
Tugasnya adalah bagaimana menyegarkan kembali ranting yang menjadi basis gerakan dakwah Muhammadiyah dan bagaimana mengembangkan Ranting yang sekarang baru 1.292 ranting dari jumlah 5.312 desa dan 645 kelurahan di Jawa Barat.
Menyegarkan ranting, menghidupkan peradaban
Mengapa kita harus memberikan perhatian serius dan khusus pada Ranting Muhammadiyah di saat ini? Karena peranan Ranting sangat penting. Kekuatan organisasi ini ada disini karena para anggota Persyarikatan ada di sini.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat menyampaikan Pidato Iftitah pada Muktamar Muhammadiyah ke 48 di Stadion Manahan Solo yang disaksikan oleh empat juta lebih warga Muhammadiyah menegaskan bahwa Muhammadiyah itu kuat karena berbasis pada umat atau jamaah di bawah.
Di masa KH Ahmad Dahlan Ranting Muhammadiyah disebut “gerombolan” karena anggotanya bergerombol sebagai komunitas yang relasi sosialnya bersifat paguyuban.
Oleh karena itulah salah satu program utama lima tahun ke depan yang harus dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan berkolaborasi dengan Pimpinan Amal Usaha dan berbagai pihak untuk menyegarkan dan memberdayakan Ranting.
Jika anggotanya mampu membangun diri, membina umat dan mengembangkan amal usahanya, Persyarikatan akan kuat bahkan akan mampu menghidupkan peradaban yang dicita-citakan oleh Persyarikatan.
Ada beberapa langkah untuk menyegarkan Ranting dalam kurun waktu lima tahun ke depan dengan tahapannya bisa dilakukan sebagai berikut.
Pertama, pemetaan Ranting yang ada di wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. Artinya mengelompokkan Ranting-ranting yang jumlahnya 1.292 itu mana yang sudah maju atau unggul, mana yang masih berjalan di tempat, dan mana yang wujuduhu ka’adamihi, wala yahya wala yamut, bahkan bisa dilacak juga apa problemnya sehingga Ranting-ranting ada yang hilang.
Dengan mengetahui pengelompokkan tersebut, dapat dilihat kondisi objektif masing-masing Ranting sehingga Pimpinan Persyarikatan bisa mengambil langkah melalui regulasi organisasi, kuliah kerja nyata mahasiswa PTMA, dan atau dengan cara-cara yang lebih membumi dengan kearifan lokal Ranting masing-masing.
Dalam langkah pertama ini Pimpinan Persyarikatan bisa atau bahkan harus mengajak dan menggandng pimpinan AUM agar mereka merasa bertanggung jawab bagaimana agar Persyarikatan terus maju berkembang.
Para dosen umpamnay, bisa diterjunkan ke lapangan untuk melakukan riset atau penelitian yang manfaatnya bukan hanya untuk Persyarikatan, juga untuk diri dan institusinya.
Kedua, pembinaan yang konsisten oleh Pimpinan Persyarikatan dengan penuh keshabaran dan kesungguhan. Pembinaan Ranting itu bisa melalui pengajian seminggu sekali, kursus seminggu sekali dan rapat anggota.
Melalui pengajian inilah pimpinan bisa mengajak pimpinan AUM bagaimana menanamkan nilai-nilai utama berMuhammadiyah, menguatkan misi dakwah dalam amal usaha, serta membangun kohesifitas kelompok yang kuat.
Dan tak kalah pentingnya adalah bagaimana cara membangun dan memajukan Amal Usaha Muhammadiyah sehingga menjadi Amal Usaha Muhammadiyah yang maju dan unggul.
Agus Sukaca membagi Pengajian Ranting itu menjadi dua, yaitu pertama pengajian anggota. Yakni pengajian khusus bagi anggota Muhammadiyah dengan tujuan untuk memberikan pengajaran dan bimbingan kepada anggota agar menjadi muslim yang taat, memahami dan mengamalkan ajaran Islam yang benarsesuai dengan yang dipahami Muhammadiyah, dan mampu menjadi subjek dakwah.
Pimpinan Persyarikatan dapat mensosialisasikan Himpunan Putusan Tarjih, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Tuntunan Keluarga sakinah, kaidah-kaidah Perjuangan Muhammadiyah, serta produk-produk resmi pemikiran Muhammadiyah.
Kedua, pengajian umum. Yakni pengajian anggota Muhammadiyah dan masyarakat umum. Pengajian ini menjadi media Muhammadiyah menyebarluaskan ajaran Islam kepada masyarakat umum.
Karena sifatnya umum, dalam pengajian ini mengajarkan topik-topik yang tidak mudah menimbulkan gejolak atau pro kontra di kalangan ummat Islam. Sesuai dengan misi Muhammadiyah, materi yang tepat adalah Al Quran dan As-Sunnah.
Ketiga, pembangunan Amal Usaha Muhammadiyah. Jika membaca salah satu syarat pendirian Ranting di dalam ART Muhammadiyah Pasal 5 disebutkan bahwa syarat pendirian ranting sekurang-kurangnya mempunyai musala/surau/langgar/tempat sebagai pusat kegiatan. Syarat ini merupakan syarat ideal bagi anggota dan jama’ah yang mampu dalam suatu Ranting.
Tapi faktanya masih ada Ranting yang belum memiliki salah satu syarat dari pendirian Ranting ini. Masih ada Ranting yang belum memiliki mushalla, apalagi amal usaha lainnya.
Mushalla bagi aktivis Persyarikatan, bukan hanya sebagai tempat ibadah shalat dan menampung zakat fitrah di bulan ramadhan, tapi menjadi tempat dialog dan interaksi berbagai ide, pikiran dan rencana kerja Persyarikatan.
Selain itu, mushalla bisa menjadi tempat membina kader-kader menjadi militan, memberikan kursus-kursus anggota Muhammadiyah menjadi terampil, serta tempat berkumpulnya ummat untuk saling berinteraksi satu sama yang lainnya.
Anggota yang sudah jadi, militant dalam ideology, terampil dalam karya serta luwes dalam interaksi dengan siapa pun diharapkan menjadi inti jama’ah yang dapat menggerakkan dakwah di Ranting.
Keberhasilan dakwah Ranting Muhammadiyah itu sangat ditentukan oleh kualitas anggota Muhammadiyah. Semetara itu kualitas anggota sangat ditentukan oleh keberhasilan pembinaan yang kontinyu, sistematis dan menggembirakan.
Oleh karena itu, jika dalam satu Ranting belum ada mushalla harus menjadi pemikiran dan tanggung jawab bersama untuk mewujudkannya. Kolaborasi dan sinergi Pimpinan Persyarikatan, Pimpinan Amal Usaha serta warga Persyarikatan merupakan suatu keniscayaan.
Hanya dengan kebersamaan itulah anggota Persyarikatan akan militan terus bertambah, Ranting akan hidup dan dakwahpun akan terus tersiar menyebar mengakar di tengah-tengah ummat. Akhirnya Ranting akan menjadi perhatian dan diperhitungkan oleh berbagai kalangan.
Khatimah
Musyawarah menurut Louis Ma’ruf (dalam Dudung Abdullah 2014: 245), merupakan majelis yang dibentuk untuk memperdengarkan saran dan ide sebagaimana mestinya dan terorganisir dalam aturan sebagai upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah.
Musyawarah Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat ke 21 yang dilaksanakan dengan model hybrid merupakan salah satu media dan upaya warga Persyarikatan Muhammadiyah Jawa Barat untuk memecahkan masalah yang diputuskan bersama sesuai dengan aturan organisasi.
Salah satu dari masalah yang dihadapi oleh Persyarikatan adalah keberadaan Ranting yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak yang ada dalam tubuh Persyarikatan.
Semoga apa yang penulis sampaikan diatas menjadi bahan renungan, refleksi awal kita semua sebagai muharrik atau penggerak Persyarikatan di berbagai tingkatan untuk bersama-sama menyegarkan Ranting sebagai basis gerakan agar Ranting menjadi kuat dan berdaya untuk meembangun peradaban utama yang dicita-citakan oleh Persyarikatan.***