Muhammadiyah • Oct 07 2022 • 31 Dilihat
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Museum Muhammadiyah yang rencananya akan segera diresmikan akan menjadi wajah bagi sejarah Persyarikatan. Museum ini akan menjadi etalase utama dari sejarah Muhammadiyah yang mengungkap jejak penting dari perjalanan organisasi besar ini. Begitu dikatakan Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
“”Dulu kita tidak pernah punya pemikiran untuk membuat museum, maka sejak awal ketika Pak Muhajir jadi Menteri saya bersama dia untuk mewujudkan ini di sini di samping Institut Tabligh yang kemudian program ini diteruskan oleh Universitas Ahmad Dahlan (UAD) termasuk pembiayaannya,” ungkap Haedar saat membuka gelaran Muhammadiyah Jogja Expo #2, Rabu (6/10) lalu.
“Ini kolaborasi dari relasi kita dengan pemerintah dengan kemandirian Muhammadiyah dan ini akan menjadi tonggak dari perjalanan Muhammadiyah yang itu tidak hanya wujud fisik tetapi merupakan api dari perjalanan awal Muhammadiyah di Kauman, DIY,” sambungnya.
Maka, lanjut Haedar, nantinya kehadiran museum ini bisa dimobilisasi banyak hal. Misalkan cabang-cabang pertama setelah Kauman, Kotagede, Srandakan, Moyudan, nanti bisa digali kembali dan bila perlu nanti ada program untuk merehabilitasi bila perlu ada gedung-gedung yang lama sisa itu untuk jadi bagian.
“Karena apa ? karena Muhammadiyah ini selama ini kering penghargaan terhadap sejarah terhadap dirinya. Ternyata masih banyak yang belum tahu dimana letak makam Kiai Dahlan, di samping Kiai Dahlan juga banyak yang tahu. Padahal yang ziarah banyak dari luar,” imbau Haedar.
Ziarah, kata Haedar, termasuk sunnah Rasulullah. Menurutnya, dengan ziarah kita melaksanakan sunnahnya, dengan ziarah kita mengingat mati, dst. Jadi tidak ada salahnya bahkan baik bagi Muhammadiyah untuk ziarah ke makam Kiai Dahlan dan para tokoh Muhammadiyah dan Insyaa Allah tidak akan mengekeramatkan kuburannya.
“Jadi mari kita syiarkan juga untuk kita membiasakan ziarah kubur dan itu bagian dari ciri keislaman kita, ziarah kubur di samping menjenguk orang yang sakit. Kalau kita biasa jenguk orang sakit, ziarah kubur, irfani nya hidup. Sisi ini kita agak kurang, sisi irfani di Muhammadiyah. Kalau irfani dalam ihsan sosial itu luar biasa hidupnya, tapi irfani yang menyangkut rasa itu perlu. Ketika keluarga atau tetangga kita ada yang dilanda duka kematian misalkan itu harus ada sikap teologis kita bahwa gimana kita menempatkan duka itu justru memperkaya kita untuk makin dzikrullah, makin memaknai hidup dan kematian,” jelas Haedar.
“Jangan seperti dulu orang lain menganggap Muhammadiyah karena keringnya, kalau ada keluarga yang meninggal itu dianggap meninggal seperti kucing, kalau sudah dikubur ya sudah. Memang kita tidak ada upacara tapi menghidupkan ruhani itu menjadi penting. Jadi sejarahnya bisa kita mobilisasi,” tegasnya.
sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id
muhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
View all postsmuhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Dahlan Rais, menekankan pen...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Universitas Muhammadiyah Surakarta menjadi saksi berkumpulnya sekita...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) harus menjadi arus ut...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, KENDARI – Evangelis (Ev) Munfaridah dari Majelis Gereja Kebangunan Kalam Allah...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Manhaj Tarjih Muhammadiyah dirancang untuk menjaga relevansi dan ...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA — Dalam wawancara yang disiarkan pada Sabtu (24/08) di acara ROSI, Kom...
No comments yet.