BANDUNGMU.COM, Sleman — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa nilai dan pandangan keagamaan yang dimiliki Muhammadiyah lahir dari nilai teologis, bukan dari kesepakatan antroposentris.
Pandangan teologis ini memberikan Muhammadiyah perspektif untuk memandang segala persoalan. Tidak hanya terkait urusan akhirat, tetapi keduniaan, termasuk pandangan Muhammadiyah terhadap pengelolaan alam.
Hal itu disampaikan oleh Haedar pada Rabu (05/06/2024) di RS PKU Muhammadiyah, Gamping, Sleman, dalam puncak Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia. Namun , Muhammadiyah tidak berdiri di atas menara gading. Dari ajaran Islam pula diperintahkan agar manusia sebagai pemimpin untuk mengelola dan memakmurkan dunia, sekaligus membangun relasi kemanusiaan dan semesta.
“Membangun relasi kemanusiaan dan semesta untuk kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan lahirnya peradaban. Di situlah fungsi kita sebagai abdullah, sebagai khalifah di muka bumi,” ungkap Haedar seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah pada Rabu (05/06/2024).
Guru Besar Ilmu Sosiologi ini mengatakan bahwa tugas manusia adalah memakmurkan dan membangun bumi dengan memanfaatkan sumber daya alam. Namun, ada hal yang perlu digarisbawahi yakni tidak boleh merusak alam atas nama pembangunan. “Bangun dan jangan dirusak, bukan dijauhi dan disimpan. Itulah pandangan keagamaan yang perspektifnya dunia-akhirat,” jelas Haedar.
Pandangan teologis ini kemudian dikodifikasi menjadi sebuah sistem yang menjadi pondasi pergerakan Muhammadiyah. Menurut Haedar, Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki sistem kokoh. Haedar mencontohkan bagaimana pimpinan Muhammadiyah termasuk Aisyiyah silih berganti, roda gerakan organisasi tetap berjalan di atas rel yang telah ditetapkan sebagai haluan gerakan organisasi.
“Orang datang dan pergi, termasuk pimpinan Muhammadiyah dan Aisyiyah, termasuk pimpinan rumah sakit, tetapi sistem terus bergerak. Lewat sistem itu kita mengurus sesuatu yang objektif, profesional, akuntabel, selain ada pertanggung jawaban moral dalam amanah,” ungkap Haedar.
Sistem yang kokoh ini menjadikan Muhammadiyah profesional dalam mengemban amanah. Profesionalitas Muhammadiyah dapat dirasakan secara konkret, termasuk peran mencerdaskan, menyehatkan, dan mengangkat derajat bangsa Indonesia. Bahkan di Muhammadiyah tidak sekadar profesionalitas, tetapi ada nilai amanah dan kejujuran.
Nilai berbasis teologis tersebut oleh Muhammadiyah diobjektifikasi ke bentuk nyata, seperti 172 perguruan tinggi, 120 rumah sakit, ribuan sekolah hingga TK, dan sebagainya. “Nilai ini tidak ditemukan pada sistem yang lahir dari kesepakatan antroposentris semata. Jadi, ormas jangan disepelekan, yang menyepelekan ormas tidak paham tentang ormas,” tandas Haedar.***