RAPBN 2025 di Era Prabowo: Antara Anggaran Pendidikan dan Program Makan Bergizi Gratis

banner 468x60

Oleh: Bariatun Nufus Aceh & Lilis Sureksi*

BANDUNGMU.COM — Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dengan alokasi anggaran yang mencolok.

Sebanyak Rp 724,26 triliun atau sekitar 20 persen dari total belanja negara yang mencapai Rp 3.621,31 triliun dialokasikan untuk sektor pendidikan. Namun, salah satu hal yang menarik perhatian adalah masuknya program Makan Bergizi Gratis (MBG) ke dalam anggaran pendidikan yang mengundang berbagai pandangan mengenai fokus dan dampak dari alokasi tersebut.

Alokasi anggaran dan program MBG

Salah satu program yang menonjol dalam anggaran pendidikan adalah program MBG yang dialokasikan sekitar Rp 71 triliun. Program ini bertujuan untuk meningkatkan gizi anak sekolah dan mendukung kesehatan mereka.

Namun, masuknya program ini dalam pos anggaran pendidikan menuai kritik karena dianggap tidak sejalan dengan tujuan utama pendidikan itu sendiri. Banyak pihak berpendapat bahwa alokasi dana untuk program gizi seharusnya tidak dicampurkan dengan anggaran pendidikan yang seharusnya fokus pada peningkatan kualitas pembelajaran dan infrastruktur pendidikan.

Fokus anggaran: kualitas pendidikan atau pemenuhan kewajiban?

Salah satu pertanyaan krusial yang muncul adalah apakah anggaran pendidikan yang besar ini benar-benar difokuskan untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau sekadar memenuhi kewajiban konstitusi yang mewajibkan minimal 20 persen dari APBN untuk pendidikan.

Pertama, anggaran untuk kualitas pendidikan. Dalam konteks ini, alokasi anggaran seharusnya diarahkan untuk program-program yang secara langsung meningkatkan kualitas pendidikan, seperti pengembangan kurikulum, pelatihan guru, dan peningkatan infrastruktur sekolah.

Namun, dengan adanya program MBG yang menyita hampir 10 persen dari total anggaran pendidikan, banyak pihak mempertanyakan apakah dana tersebut akan cukup untuk memenuhi kebutuhan mendesak dalam sektor pendidikan. Program ini seharusnya lebih relevan dengan sektor kesehatan daripada pendidikan sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa fokus utama pendidikan akan teralihkan.

Kedua, kritik terhadap penggunaan anggaran. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa pengalokasian dana untuk program MBG dalam pos anggaran pendidikan adalah sebuah langkah yang tidak tepat. Mereka berpendapat bahwa pemerintah seharusnya memisahkan anggaran kesehatan dan pendidikan agar setiap sektor dapat berfungsi secara optimal tanpa saling mengganggu.

Jika anggaran pendidikan digunakan untuk program-program yang tidak langsung berhubungan dengan peningkatan kualitas belajar mengajar, tujuan utama dari alokasi tersebut menjadi kabur.

Dampak SDM pendidikan

Dengan adanya perubahan dalam pengalokasian anggaran ini, pertanyaan selanjutnya adalah mengenai dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia dalam sektor pendidikan.

Pertama, apakah SDM meningkat? Jika fokus anggaran tetap pada peningkatan kualitas pendidikan melalui pelatihan guru dan pengembangan kurikulum, diharapkan kualitas SDM akan meningkat.

Namun, jika sebagian besar dana dialokasikan untuk program MBG, ada kemungkinan bahwa investasi dalam pengembangan kompetensi guru dan siswa akan terabaikan. Hal ini dapat menyebabkan stagnasi atau bahkan penurunan dalam kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Ketiga, realisasi anggaran. Sejarah menunjukkan bahwa realisasi anggaran pendidikan sering kali tidak mencapai target. Pada tahun 2023, misalnya, realisasi anggaran pendidikan hanya mencapai 82,6 persen dari pagu yang ditetapkan.

Jika realisasi anggaran tetap rendah di bawah pemerintahan Prabowo, meskipun angka alokasi terlihat besar di atas kertas, dampaknya terhadap peningkatan kualitas SDM bisa jadi minimal.

Ketiga, kualitas pendidikan versus jumlah peserta didik. Selain itu, meskipun ada peningkatan jumlah peserta didik yang menerima bantuan operasional sekolah (BOS), realisasi target penerima bantuan tersebut stagnan. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan alokasi dana, tidak ada jaminan bahwa jumlah peserta didik yang mendapatkan manfaat dari program-program tersebut juga meningkat secara signifikan.

Simpulan

Dalam konteks RAPBN Prabowo, meskipun alokasi anggaran pendidikan meningkat dan mencakup program-program baru. Misalnya, seperti makan bergizi gratis, tantangan terbesar tetap pada bagaimana mengelola dan memanfaatkan dana tersebut untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas pendidikan yang sesungguhnya.

Pertanyaan tentang apakah SDM akan menjadi lebih berkualitas atau tidak tetap menggantung, bergantung pada kebijakan implementasi yang akan diambil oleh pemerintah baru. Oleh karena itu, penting untuk terus mengawasi perkembangan dan realisasi dari RAPBN ini agar dapat memastikan bahwa investasi dalam pendidikan benar-benar memberikan hasil yang diharapkan bagi generasi mendatang.

*Kader Pimpinan Komisariat IMM FEB UM Bandung



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author