Puisi SUHARTOKO
Aku saksikan dengan mata telanjang dan batin
yang kian letih
Betapa tangan-tangan murka penuh angkara
Menyoyakmu
Penuh keserakahan tak berbatas
Perlahan menggerogoti dan mematahkan satu dari dua sayap kekarmu
Nyaris bibir ini tak mampu mengeja kata
Apalagi merenda pesan yang menyelinap dan mengendap-ngendap di hati
Nyaris kaki ini tak mampu mengayun langkah
Apalagi mengejar asa yang terbentang di jagat semesta
Nyaris tangan kecil ini tak kuasa merengkuh
Apalagi memelukmu erat-erat
Meski hanya sekadar mendulang simpati
:untukmu
Garudaku,
Patah sayapmu membuat cakrawala
Tak bisa terhinggapi dan terasa lengang
Angkasa raya yang memayungi negeri ini, juga
Nyaris tak mampu menimang kemolekanmu
Hingga melelehkan hujan kepedihan yang teramat memilukan
Tahap demi tahap para pencoleng dan perompak bersatu
Mengerati sendi-sendi kekuatan dan
melunturkan kesaktianmu mengawal negeri
Lewat siasat sistematis yang seolah-olah legal
dan berlindung di balik undang-undang
yang sekali lagi, seolah-olah formal dan sah-sah saja
Garudaku,
Aku lihat
Aku rasahakan dengan batin yang letih
Sayapmu tak lagi bisa melesatkan dan membawamu menerobos
Tebalnya dinding keangkuhan dan kepongahan
Tetapi ….
Dengan asa membara yang terpahat di dinding hati anak-anak negeri
Aku yakin
Aku yakin, Garudaku
Mata tajammu mampu menembus gulita negeri ini
Cengkeram cakar dan kokoh paruhmu
Mampu merobek-robek dinding keangkuhan, kepongahan, kesombongan
Dan mengembalikan kejayaan negeri dan bangsa ini
yang kini nyaris diporakporandakan
Garudaku,
Di dadaku terpati mati dan berkobar harapan
yang tak pernah padam (*)
*) SUHARTOKO, Ketua Majelis Pustaka, Informasi, Digitalisasi (MPID) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik; Pegiat literasi di Jaringan Literasi Indonesia (Jalindo).