BANDUNGMU.COM, Bandung — Sekretaris Badan Pembina Harian (BPH) UM Bandung Dr Dadang Syaripudin MAg mengatakan bahwa banyak orang yang mengira bahwa ulil amri identik dengan pemerintah suatu daerah.
Pada zaman Rasulullah SAW, ungkap Dadang, bahkan tidak ada kepala pemerintah yang melebihi otoritas sang nabi.
Dalam penafsiran Al-Quran oleh para ulama, kata Dadang, konsep ulil amri dikenal dengan nama ahlul halli wal aqdi, yakni berarti orang yang dapat memutuskan dan mengikat.
”Ahlul halli wal aqdi itu semacam para penasihat raja untuk bermusyawarah dalam menentukan kebijakan suatu kerajaan,” ucap Dadang dalam program Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat belum lama ini.
Pada masa Rasulullah SAW, ulil amri berasal dari para sahabat Nabi Muhammad SAW yang mendapat tugas untuk menangani urusan publik.
”Jadi, tidak serta merta bahwa ulil amri itu merupakan presiden atau sultan,” tegas Dadang.
Taat pada ulil amri
Terkait atuh kepada ulil amri, kata Dadang, itu merupakan suatu rangka ketaatan bagi umat muslim kepada Allah SWT.
Meski begitu, ulil amri tidak memiliki hak untuk ditaati secara otonom sekalipun Allah dan Rasul tidak memerintahkannya.
Bahkan seseorang bisa tidak menaati kepada seorang makhluk pun jika ketaatan itu mengakibatkan perbuatan maksiat.
”Bahkan kita menjauhi aturan jika hal itu berlawanan dengan ketentuan Allah dan Rasul,” tutur Dadang.
Kewenangan otoritas yang dimiliki oleh ulil amri pun dibatasi dengan adat istiadat daerah masing-masing. Seperti halnya kekuasan wilayah politik Indonesia bergantung pada konstitusi undang-undang.
Jika dilihat dari segi hukum, ada beberapa tugas yang perlu dijalankan oleh ulil amri. Salah satu tugasnya yakni menjamin masyarakat dalam menjalankan agamanya masing-masing.
”Disebutkan dalam konstitusi negara bahwa khusus menyangkut keagamaan apalagi menyangkut ritual tata cara beribadah itu diserahkan sepenuhnya kepada warga itu sendiri,” tandas Dadang.***(FK)









