Breaking News
Categories
  • #muktamar muhammadiyah aisyiyah 48
  • Acara
  • Berita Organisasi
  • Berita Sekolah
  • Cerpen
  • Featured
  • Gerak
  • Kabar
  • Kegiatan Mahasiswa
  • Kegiatan Sekolah
  • Keislaman
  • Muhammadiyah News Network
  • Muhammadiyah or id
  • Palestina
  • Pendidikan dan Pelatihan
  • Politik
  • PWMU CO
  • Resensi buku
  • Srawung Sastra
  • Tarjih
  • TVMU
  • Uncategorized
  • Video
  • wawasan
  • Syafii Ma’arif: Di antara Nasrani Batak dan Tokoh Islam

    May 30 202229 Dilihat

    Syafii Ma’arif: Di antara Nasrani Batak dan Tokoh Islam
    Oleh : Haidir Fitra Siagian

    Kehadiran Presiden RI Joko Widodo, mensalatkan dan mengiringi keberangkatan jenazah almarhum Prof. Ahmad Syafii Ma’rif di Masjid Gede Kauman Yogyakarta (Jum’at, 27/05/22) adalah satu simbol sekaligus tanda yang sangat penting. Mengingat bahwa kepergian almarhum menghadap panggilan Ilahi Rabbi meninggalkan duka cita mendalam, bukan hanya bagi warga Muhammadiyah. Juga Bangsa Indonesia. Buya adalah guru dan tokoh pemersatu bangsa, yang diakui secara luas oleh berbagai kalangan.

    Ketokohan almarhum Prof. Ahmad Syafii Ma’arif sebagai tokoh pemersatu bangsa  bukanlah sebatas klaim. Bahkan Presiden RI, Joko Widodo pun menyebutkan bahwa kepergian almarhum tidak hanya kehilangan bagi warga Muhammadiyah, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Karena hingga akhir hayatnya, satu dari tiga pendekar Chicago ini  selalu memikirkan dan berusaha mendorong keutuhan bangsa. Agar tidak terpecah-belah. Tetap utuh, bersatu dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Sama halnya dengan almarhum Yacob Outama, pendiri Harian Kompas, di antara perhatian besar mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini terhadap nasib bangsa adalah tentang Papua. Dua belas tahun yang lalu dalam salah satu acara, ayah dari seorang putra ini sudah mengingatkan agar pemerintah RI bersungguh-sungguh mencegah supaya Papua tidak pernah lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pandangannya, “Kondisi di Papua itu seperti api dalam sekam. Kalau Papua lepas dari Indonesia, saya tidak bisa membayangkan lagi dengan provinsi yang lain,”. Bagi Buya, satu-satunya cara untuk menyelamatkan Papua agar tetap dalam tetap bersama dengan NKRI adalah dengan menggunakan paradigma keadilan.

    Perhatian lainnya yang selalu dibicarakan dan menjadi tema yang sentiasa  dikemukakan oleh Buya adalah tentang pentingnya memelihara kerukunan dan kedamaian seluruh elemen bangsa di tengah berbagai keberagaman. Bagi mantan aktivis pandu Hizbul Wathan ini,  negara kita hanya bisa berkembang menjadi negara yang maju dan modern setara dengan negara-negara lain jika dibangun di atas kebersamaan tanpa mengesampingkan peran-peran satu kelompok atau golongan. Itulah sebabnya, Buya selalu menjaga harmoni pun silaturrahim dengan tokoh-tokoh bangsa lintas agama, budaya dan politik.

    Maka tidak heran jika banyak kalangan yang menjuluki Buya sebagai “Guru Bangsa”. Salah satunya adalah oleh seorang lelaki asal Batak-Tapanuli yang beragama Nasrasni, sebagaimana pernah dituturkan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, KH. Sun’an Miskan, Lc. Padahal Buya adalah seorang ulama dan mantan Ketua Muhammadiyah. Sementara bagi sebagian orang, ada yang berpandangan bahwa kalangan ulama apalagi tokoh Muhammadiyah sebagai kelompok yang intoleran dan tidak berwawasan kebangsaan. Bahkan beberapa waktu lalu di Provinsi Aceh sempat dikabarkan bahwa ada satu Masjid Muhammadiyah dihentikan karena dianggap termasuk aliran sesat. Tetapi bagi lelaki Batak tersebut, pandangan tersebut tidak berlaku.

    Tadi malam saya mendapat pesan melalui jaringan pribadi dari seorang sahabat di Makassar. Beliau saya kenal sebagai tokoh organisasi keagamaan Islam di Sulawesi Selatan dan kami berdua merupakan alumni program doktor di Malaysia meski berbeda universitas. Kesan saya terhadap pesan yang disampaikan tersebut, bahwa Buya itu sebagai orang yang kontroversial terhadap Islam.  Beliau menautkan satu link berita yang menerangkan kedekatan Buya dengan Islam liberal, juga peran budaya dalam mendirikan  tiga komunitas intelektual muda Muhammadiyah yaitu Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP), Maarif Institute, dan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM).

    Saya sudah mengenal dan pernah berinteraksi dengan Buya sejak tiga puluh tahun lalu. Beliau sederhana dan objektif. Buya datang ke Makassar (namanya waktu itu masih Ujung Pandang) bersama dengan Dr. Amien Rais. Keduanya datang menjelang pemilihan umum 1992, memberikan ceramah di hadapan pengurus Muhammadiyah dan Angkatan Muda Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Kala masih kelas dua SMA atau tepatnya tahun 1992, saat itu bekerja sebagai staf Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Saya bertugas menyiapkan dan mengantarkan konsumsi kepada keduanya.

    Ketika saya bertugas sebagai reporter magang pada majalah Suara Muhammadiyah tahun 1998,  sempat dua kali mewawancarai Buya. Pertama saat acara apel nasional Angkatan Muda Muhammadiyah di Stasion Mandala Krida dan yang kedua saat Sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang. Ketika Buya menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, pun beberapa kali saya mendampingi beliau saat ada acara di Makassar, termasuk menjelang Sidang Tanwir tahun 2003. Sehingga sedikit-banyaknya, saya punya kesan yang sangat positif terhadap beliau.

    Bahwa memang terdapat perbedaan pendapat di kalangan umat Islam terhadap pernyataan-pernyataan beliau yang disampaikan melalui media massa, adalah satu hal yang harus diterima dengan pandangan yang jernih. Melihat dari sudut pandang yang luas dan terbuka. Membacanya secara utuh dan dari berbagai perspektif. Dimana dalam konteks  mempersatukan seluruh elemen masyarakat yang beraneka warga dan menjaga keutuhan bangsa, pun adalah merupakan bagian penting dalam menegakkan dan menjunjung tinggi marwah Islam di bumi pertiwi ini. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa sejarah berdirinya Republik ini sememangnya adalah perjuangan bersama seluruh elemen bangsa.

    Terhadap berdirinya tiga komunitas intelektual muda Muhammadiyah tersebut di atas, pun pernah ditanyakan dalam sebuah forum di Makassar. Buya antara lain menjawab bahwa dia berusaha untuk mencetak kader Muhammadiyah yang bisa ikut menjadi pemimpin masa depan yang bisa diterima semua pihak. Katanya lagi, lembaga tersebut diisi oleh kader-kader muda Muhammadiyah yang saat itu berada di luar struktur. Kader-kader yang memiliki potensi pemikiran kebangsaan dan wawasan yang luas. Karenanya perlu dibuatkan wadah yang dapat menjadi ruang kelas untuk mengasah potensi tersebut, dan tidak lari kemana-mana. Wallahu’am.

    Wollongong, 29 Mei 2022
    Penulis adalah Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Australia / Dosen Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (saat ini dengan status cuti diluar tanggungan negara).

    sumber berita dari infomu.co

    Author

    Share to

    Related News

    Banjir Lampung

    Banjir Bandang Melanda Lampung Tiga War...

    by Jan 22 2025

    Hujan deras dengan intensitas tinggi melanda delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung, termasuk La...

    Hak Pejalan Kaki – bandungmu.com

    by Nov 23 2024

    Oleh: Sukron Abdilah*  BANDUNGMU.COM — Kita selalu beranggapan bahwa untuk berbuat baik harus mem...

    Pelajaran dari Kehati-hatian Rasulullah ...

    by Nov 23 2024

    BANDUNGMU.COM, Bandung – Diskusi mengenai tobat pelaku zina yang belum menjalani hukuman sering me...

    Islam Berkemajuan Harus Jadi Arus Utama ...

    by Nov 23 2024

    BANDUNGMU.COM, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad secara resmi membuka...

    SDIT Muhammadiyah Harjamukti Latih Keman...

    by Nov 23 2024

    CIREBONMU.COM  —  SDIT Muhammadiyah Harjamukti Kota Cirebon adakan kegiatan camping yang penuh d...

    UAH Ajak Umat Islam Perkuat Akidah Demi ...

    by Nov 23 2024

    BANDUNGMU.COM, Jakarta — Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustaz A...

    No comments yet.

    Please write your comment.

    Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) must be filled.

    *

    *

    back to top