BANDUNGMU.COM, Bandung — Salah satu ujian besar keimanan kaum muslimin adalah peristiwa Isra Mikraj. Dari sekian umat Islam yang paling teguh keimanannya terhadap peristiwa ini adalah Abu Bakar RA sehingga ia mendapatkan gelar As-Siddiq.
Isra sendiri adalah diperjalankannya Nabi Muhammad SA sejauh 1.239 km dari Makkah ke Masjidilaqsa dalam semalam. Sementara itu, Mikraj adalah perjalanan Nabi SAW melewati langit ketujuh dan Sidratulmuntaha untuk menghadap Allah SWT.
Setelah 14 abad setelah kejadian itu, nyatanya masih banyak manusia yang mempertanyakan kebenaran ajaran Islam lewat peristiwa Isra Mikraj. Mereka umumnya meminta bukti logis berdasar pada nalar empiris.
Mengutip laman muhammadiyah.or.id, menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Saad Ibrahim, Isra Mikraj adalah ujian keimanan yang sifatnya mustahil dan tidak akan mampu diverifikasi secara empirik meskipun manusia telah menguasai teknologi antariksa secanggih sekarang.
Pada masa kini, peristiwa Isra mungkin untuk dipahami lewat adanya teknologi pesawat terbang. Namun, peristiwa Mikraj, kata Saad, mustahil untuk bisa diverifikasi sains sampai kapan pun.
“Apalagi sampai ke langit ketujuh. Karena lebih luas dari as samawat wal ardh (langit dan bumi). Kalau as sama’ (langit), our universe ini 10 persennya saja yang tinggal ada 300 miliar galaksi, yang 90 persen kolaps masuk black hole (lubang hitam),” jelas Saad.
Saad menuturkan jika dibandingkan dengan peristiwa Mikraj, teknologi canggih saat ini yang dikuasai umat manusia masih bersifat remeh. Sejatinya peristiwa Isra dan Mikraj dalam semalam adalah penegasan keunggulan Allah SWT.
“Ini manusia kalau kita hubungkan dari Makkah ke Yerusalem, melampaui galaksi, manusia itu masih bersifat kampungan. Belum (sampai pada) penerbangan antar bintang karena bintang yang paling dekat (dengan bumi) jaraknya 4 tahun cahaya. Kecepatan cahaya sendiri per detik adalah 300 ribu kilometer,” tegasnya.
Oleh sebab itu, peristiwa Isra Mikraj yang tampak mustahil dari rasio empiris manusia itu, kata Saad, sebetulnya menegaskan kekuasaan Allah SWT atas semua makhluk-Nya. Apalagi nanti pada hari kiamat akan ada lebih banyak hal lagi yang lebih tidak sesuai dengan penalaran empiris.
“Tidak mungkin Nabi Muhammad SAW itu berdusta karena ini (Isra Mikraj) ada konteks hubungan dengan Allah. Lebih spesifik lagi tanzihul min qaumil kafiri ‘anil-syarikah. Membersihkan (keagungan) Allah dari ucapan orang-orang kafir bahwa ada yang sebanding dengan-Nya,” tegas Saad.***