Tiga Cara Berakhlak Kepada Allah

banner 468x60

BANDUNGMU.COM, Bandung — Dengan jelas Al-Quran surah An-Nur ayat 51 menerangkan bahwa akhlak seorang hamba kepada Allah SWT berkaitan erat dengan kuatnya keimanan.

Artinya bahwa semakin ia berakhlak maka semakin keimanannya kepada Allah pun kuat. Inilah salah satu ciri seorang hamba yang beriman yang berakhlak di sisi-Nya.

Menurut Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Ali Yusuf, ada tiga hal yang paling utama sebagai bentuk akhlak terhadap Allah.

Pertama, takwa. Takwa (QS Ali Imran: 102) merupakan rasa takut kepada Allah sehingga mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Beberapa kali Allah dalam Al-Quran menyeru dengan kalimat perintah, ittaqullaah. Selain mengajukan perintah, Allah juga meminta untuk menjalankan takwa semampunya.

“Artinya kita ada usaha untuk bertakwa, tetapi takwa itu ya semampunya. Mungkin ada takwanya level Nabi, level sahabat, atau takwa yang satu dengan takwa yang lainnya akan berbeda itu tidak mengapa karena memang kemampuannya di situ,” ucap Ali dalam Pengajian Tarjih.

Seseorang yang bertakwa berhak mendapat keistimewaan dari Allah. Di antaranya memperoleh sikap furqan (QS Al-Anfal: 29), limpahan berkah (QS Al-A’raf: 96), jalan keluar dari kesulitan (QS Ath-Thalaq: 2), rezeki tanpa diduga (QS Ath-Thalaq: 3), dan ampunan dosa (QS Ath-Thalaq: 5).

“Allah sebenarnya tidak butuh kita, tapi kita yang butuh Allah, jadi kita harus selalu mendekat kepada Allah agar Allah juga dekat. Jadi, contoh berakhlak kepada Allah diwujudkan dalam bentuk takwa,” tutur Ali.

Kedua, cinta dan rida. Cinta merupakan kesadaran diri, perasaan jiwa, dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan sepenuh hati dan rasa kasih sayang (QS Al-Baqarah: 165).

Cinta juga bersumber dari iman (QS Al-Anfal: 2). Konsekuensi cinta kepada Allah adalah dengan mengikuti seluruh rangkaian ajaran Islam yang dibawa Rasul-Nya (QS Ali Imran: 31). Sementara rida ialah menerima dengan sepenuh hati segala aturan dan keputusan Allah dan Rasul-Nya tanpa penolakan sedikit pun.

“Jadi, kalau orang mengatakan cinta kepada Allah, belum ada wujudnya, belum disebut cinta. Kemudian juga nanti indikatornya orang cinta kepada Allah contoh tadi salat, maka salatnya harus mengikuti cara Rasullullah dan harus sesuai dengan aturan dari Rasulullah. Itulah konsekuensi dari cinta,” terang Ali.

Ketiga, tawakal. Menurut Ali, tawakal ialah membebaskan hati dari segala kebergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan segala keputusannya kepada Allah. Namun, konsepsi tawakal tidaklah sama dengan predistinasi.

Dalam Islam, tawakal tidak bersifat pasif tetapi aktif. Artinya, memasrahkan secara totalitas kepada ketetapan Allah, tetapi disertai dengan usaha yang maksimal. Misalnya, belajar dengan giat sambil memasrahkan segala hasilnya kepada Allah.

“Tawakal itu maknanya aktif bukan pasif. Artinya, kita juga harus ikut berperan, bukan memasrahkan totalitas tanpa berusaha, bukan itu konsepnya. Karena nanti banyak dalil yang menunjukkan bahwa tawakal itu sikap aktif,” tandas Ali.***



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author