bandungmu • Feb 15 2023 • 33 Dilihat
BANDUNGMU.COM, Bandung — Indonesia beruntung punya tokoh ulama yang satu ini. Ia termasuk ulama yang sangat produkfit. Ya, inilah Prof Dr KH Aboebakar Atjeh. Ia lahir pada 18 April 1909 adalah cendekiawan terkenal dari Aceh sekaligus penulis buku-buku keagamaan, filsafat, dan kebudayaan.
Mahasiswa yang suka dengan pemikiran-pemikiran Islam pasti akrab dengan berbagai karya klasik tokoh ini. Bahkan masyarakat pencinta buku-buku klasik banyak yang mencari buku-buku karya Aboebakar Atjeh.
Sebagian versi mengungkapkan ia lahir di Kutaradja, sedangkan versi lain mengungkapkan di Peureumeu, Kabupaten Aceh Barat. Orang tuanya merupakan pasangan ulama. Ayahnya bernama Sjah Abdurahman, imam Masjid Raya Kutaradja (sekarang lebih sering disebut sebagai Masjid Raya Baiturrahman), sedangkan ibunya bernama Hajjah Na’in.
Kenapa ada tambahan “Atjeh” di belakang namanya? Mengutip laman Wikipedia, ternyata tambahan “Atjeh” di belakang namanya merupakan pemberian Presiden Soekarno yang kagum akan keluasan ilmu putra Aceh ini. “Ensiklopedia Berjalan” adalah sebutan teman-temannya tentang hakikat ilmu pengetahuannya.
Nama Aboebakar Atjeh masuk dalam buku “Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh di Indonesia” yang ditulis oleh Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza.
Sejak kecil belajar di beberapa dayah terkenal di Aceh, di antaranya dayah Teungku Haji Abdussalam Meuraxa dan dayah Manyang Tuanku Raja Keumala Peulanggahan di Kutaraja (Banda Aceh). Aboebakar Atjeh juga belajar di Volkschool Meulaboh dan Kweekschool Islamijah Sumatra Barat.
Kemudian pindah ke Yogyakarta dan Jakarta di sini ia mempelajari beberapa bahasa asing melalui kursus-kursus. Ia menguasai bahasa Arab, Belanda, Inggris, Jepang, Perancis, dan Jerman. Ia juga mengerti beberapa bahasa daerah, seperti bahasa Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda, dan Gayo. Ia pernah menuntut ilmu di Makkah meskipun sementara.
Pada masa-masa mudanya ia aktif pada sejumlah ormas dan partai. Pada 1923 aktif di Sarekat Islam di Aceh Barat. Lalu pada 1924 di Muhammadiyah dan sejak 1946 di Partai Masyumi. Setelah Pemilu 1955 ia yang dikenal tawadu dan tidak suka menonjolkan diri itu masuk menjadi anggota Konstituante mewakili Partai Masyumi.
Pada masa sebelum kemerdekaan, zaman pendudukan Jepang dan zaman setelah proklamasi, ia banyak melakukan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Kegiatan itu antara lain mendirikan Muhammadiyyah di Kutaraja (1924), bekerja sebagai pegawai rendahan, dan kemudian menjadi pegawai senior.
Pada zaman Belanda sebagai pustakawan dan editor pada Kantor Urusan Dalam Negeri (1930 – 1941). Pada masa pendudukan Jepang ia menjadi pemimpin asrama dan pegawai perpustakaan pada Shomubu Nito Syoki (1944), di samping menjadi guru pada Latihan Kursus Kiai.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia menjadi pegawai pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (1945). Kemudian ia menjabat Kepala Perpustakaan Islam Kementerian Agama di Yogyakarta (1946), anggota pemimpin Partai Masyumi di Yogyakarta (1946), dan menjadi Pegawai Tinggi pada Departemen (Kementerian) Agama Republik Indonesia (1947 – 1955).
Pada 1950 ia menjadi pimpinan editor majalah “Mimbar Agama”, majalah resmi Departemen Agama. Pada 1948 bersama Menteri Agama waktu itu KH Masjkur, ia memelopori gagasan penulisan Al-Quran Pusaka. Al-Quran tersebut berukauran 65 x 120 cm dan kini disimpan di Masjid Baitur Rahim, Istana Negara, Jakarta.
Aboebakar Atjeh juga tercatat sebagai anggota pengurus penulisan sejarah untuk Monumen Nasional, menjadi salah seorang anggota panitia pembangunan Masjid Istiqlal Jakarta, seorang pencetus berdirinya Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru, turut mendirikan Perpustakaan Kutub Khannah Iskandar Muda di Banda Aceh (1949-950), dan mendirikan serta menjadi pengurus Perpustakaan Islam di Jakarta yang kemudian dipindahkan di Yogyakarta.
Pada masa kepemimpinan Menteri Agama KH Wahid Hasyim, Aboebakar Atjeh bekerja di Departemen Agama untuk membantu menteri dalam urusan penataan pelayanan haji. Selanjutnya dipercaya oleh KH Wahid Hasyim memimpin jamaah haji ke Mekah pada 1953.
Karena keluasan ilmu dan kacakapannya dalam tulis-menulis ia juga dipercaya mengomandani bidang publikasi Departemen Agama, sebelum kemudian menjadi staf ahli Menteri Agama.
Setelah KH Wahid Hasyim wafat pada 18 April 1953, Aboebakar Atjeh langsung mengambil inisiatif untuk menulis biografi dan pemikiran KH Wahid Hasyim sebagai wujud penghormatan kepada tokoh NU tersebut. Empat tahun kemudian buku itu terbit di Jakarta.
Pengalamannya dalam menulis buku tentang KH Wahid Hasyim tersebut dimulai pada waktu Menteri Agama KH Masjkur, pengganti Kiai Wahid, menggelar acara peringatan setahun wafatnya KH Wahid Hasyim dengan menyerahkan lukisan tentang KH Wahid Hasyim kepada Nyonya Solehah, sang istri KH Wahid Hasyim, yang juga ibunda dari Abdurrahman Wahid.
Kemudian dibentuklah panitia peringatan yang salah satunya berbentuk penerbitan biografi KH Wahid Hasyim. Aboebakar Atjeh selaku Kepala Bagian Penerbitan Kementerian Agama ditunjuk sebagai penulis.
Aboebakar Atjeh dikenal tekun menggarap penulisan biografi tersebut. Ia bekerja siang dan malam menghubungi para keluarag KH Wahid Hasyim hingga mengumpulkan foto-foto serta tulisan-tulisan yang pernah dimuat media. Salah seorang yang dihubungi untuk memperkaya bahan-bahan tersebut adalah KH Abdul Karim Hasyim (dikenal Akarhanaf), adik KH Wahid Hasyim.
Setelah setahun mengumpulkan semuanya, ia mulai menulis, hingga menjadi buku seperti sekarang. Buku ini menunjukkan keluasan dan kedalaman pengetahuan Aboebakar Atjeh tentang pesantren dan dunia ulama.
Kedekatan dan keakrabannya dengan kalangan reformis-modernis selama di Yogyakarta, tidak menghalanginya juga untuk membangun suasana harmonis dengan komunitas pesantren. Dalam sejumlah tulisannya, Aboebakar Atjeh menunjukkan kekagumannya dan bahkan menimba banyak dari tradisi keilmuan pesantren.
Dalam satu tulisannya, “Kebangkitan Dunia Baru Islam di Indonesia”, untuk satu bab buku terjemahan Stoddard, “Dunia Baru Islam” (1966), ia menunjukkan kontribusi masing-masing, yang reformis-modernis-tradisi ataupun Kaum Tua-Kaum Muda, bagi kemerdekaan Indonesia.
Semua tulisan diarahkan pada pendekatan rekonsiliasi, titik temu, dan pencarian sintesis-sintesis baru bagi kemajuan dan pengumpulan kekuatan bangsa ini.
Isi tulisan macam ini tidak kita temukan pada sejumlah sarjana Indonesia didikan Amerika, Eropa, ataupun Australia, yang selalu mencari titik lemah pada komunitas pesantren, pengumpulan titik kelemahan bangsa ini, serta penonjolan titik-titik tengkar di antara berbagai komponen bangsa ini.
Aboebakar Atjeh memiliki dua orang istri, yaitu Soewami dan Soekarti. Pernikahannya dengan Soewami tidak dikaruniai anak, sedangkan pernikahannya dengan Soekarti dikaruniai 6 (enam) orang anak. Keenam anak tersebut adalah Hj Umarah Sri Angsani, Hj Inayah Sri Soewami, Muhammad Furqan (meninggal 2006), Maisarah Sri Widari, Rahmah Sri Wardani (meninggal), dan Farhan A (meninggal 2004).
Aboebakar Atjeh merupakan tokoh yang sangat produktif dalam berkarya tulis. Karya-karya ini banyak yang cetak ulang bahkan dicari masyarakat karena sudah mulai langka. Karya-karya tersebut di antaranya.
Selain itu, Aboebakar Atjeh juga menerjemahkan beberapa karya para penulis Eropa dan orientalis tentang sejarah Aceh ke dalam bahasa Indonesia. Menulis dalam bahasa Aceh buku pelajaran untuk sekolah-sekolah Aceh masa kolonial, seperti “Meutia” dan “Lhee Saboh Nang”. Ia juga turut membantu penyusunan kamus Aceh, Groot Atjehsch Woordenboek, yang dibuat oleh Husein Djajadiningrat.
Toko ulama ini wafat pada 17 Desember 1979. Ia telah meninggalkan jejak-jejak karya tulis yang sangat luar biasa dan mewarnai khazanah pemikiran Islam di Tanah Air hingga hari ini.***
___
Sumber: Wikipedia
Editor: FA
sumber berita ini dari bandungmu.com
Hujan deras dengan intensitas tinggi melanda delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung, termasuk La...
Oleh: Sukron Abdilah* BANDUNGMU.COM — Kita selalu beranggapan bahwa untuk berbuat baik harus mem...
BANDUNGMU.COM, Bandung – Diskusi mengenai tobat pelaku zina yang belum menjalani hukuman sering me...
BANDUNGMU.COM, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad secara resmi membuka...
CIREBONMU.COM — SDIT Muhammadiyah Harjamukti Kota Cirebon adakan kegiatan camping yang penuh d...
BANDUNGMU.COM, Jakarta — Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustaz A...
No comments yet.