Monday, December 16, 2024
25.6 C
Gresik

Hanya Menggunakan Hadits Mutawatir dalam Masalah Akidah?

Hanya Menggunakan Hadits Mutawatir dalam Masalah Akidah?

OLeh: Dr. Syakir Jamaludin, MA

Pertanyaan di atas terkadang muncul dalam forum kajian ilmiah, artikel atau penelitian Hadits di internal dan eksternal Muhammadiyah. Sebenarnya sudah cukup banyak kajian dan penelitian yang membahas masalah penggunaan Hadits Ahad di Muhammadiyah, namun tetap saja terjadi polemik. Ada yang membenarkan, ada yang sekedar mengutip penelitian yang sudah ada, namun ada juga yang menggugat bahkan membantah pernyataan itu disertai bukti-bukti penggunaan Hadits Ahad dalam putusan dan fatwa Tarjih Muhammadiyah.

Tesis Chudhori (Hadits-hadits Nabi dalam Himpunan Putusan Tarjih Muḥammadiyah, 1988) dan disertasi Kasman (Hadits dalam Pandangan Muhammadiyah, 2011) tentang Hadits-Hadits dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) termasuk yang membenarkan bahwa Muhammadiyah hanya menggunakan dalil Hadits-Hadits mutawatir dalam masalah Akidah. Sementara itu, penelitian Ibnu Syaifurrahman (2006) mengoreksi kekeliruan manhaj dan pemahaman Tarjih dalam HPT, terutama dalam Kitab Iman. Maka pertanyaan yang akan dijawab dalam artikel ini, benarkah Muhammadiyah hanya menggunakan Hadits mutawatir dalam masalah Akidah?

Tidak disangkal bahwa pernyataan seperti ini berawal dari buku Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi yang ditulis oleh Ketua Majelis Tarjih periode 1985-1990, Prof. Asjmuni Abdurrahman. Dalam buku ini disebutkan bahwa “dalam masalah Aqidah (tawhid), hanya dipergunakan dalil-dalil mutawatir” atau “Dalil-dalil umum Al-Qur’an dapat ditakhsis dengan hadits Ahad, kecuali dalam bidang Aqidah” (Lihat halaman 13, poin 5 dan 11). Namun sejauh penelusuran penulis, ini bukanlah pendapat resmi Muhammadiyah. Menurut penelitian penulis, tidak ada diktum resmi dalam Manhaj Tarjih yang menyatakan bahwa dalam masalah akidah, Muhammadiyah hanya menggunakan Hadits-Hadits mutawatir. Dalam Putusan Congres Moehammadijah ke-18/1929 di Solo yang dimuat dalam HPT jilid 1, hanya disebutkan dalam Kitab Iman kepada Kitab bahwa:

“Kita wajib percaya akan hal yang dibawa oleh Nabi Saw, yakni al-Qur’an dan berita dari Nabi Saw yang mutawatir dan memenuhi syarat-syaratnya. Dan yang wajib kita percayai adalah yang tegas-tegas saja…” (PP. Muhammadiyah Majelis Tarjih, HPT jilid 1, cet-3, 1967, hlm. 15)

Jika kita cermati secara seksama kalimat di atas, sebenarnya ini adalah himbauan sekaligus statemen akan wajibnya mempercayai apa yang dibawa oleh Nabi Saw berupa al-Qur’an dan Haditsnya yang mutawatir, karena ini berkaitan dengan qath‘iy ad-dalalah yang mengandung kepastian akan kebenaran berita. Pernyataan ini tidak bisa diartikan bahwa Muhammadiyah hanya menggunakan Hadits mutawatir di bidang akidah dan menolak Hadits ahad dalam masalah akidah. Ini jauh dari kenyataan dan pernyataan Muhammadiyah. Sebab faktanya, Muhammadiyah banyak menggunakan Hadits ahad, yakni 6 dari 11 Hadits (55%) dalam HPT jilid 1 yang berkualitas sahih dan hasan (maqbul) dalam pembahasan Kitab Iman, ditambah dengan penggunaan Hadits ahad yang cukup banyak dalam fatwa-fatwa Majelis Tajih dalam buku Tanya Jawab Agama.

Jadi, diktum resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah bahwa kita wajib percaya pada Al-Qur’an dan Hadits mutawatir, sama sekali tidak bisa diartikan bahwa Muhammadiyah menolak Hadits ahad dalam masalah akidah dan hanya menerima Hadits mutawatir di bidang akidah, tapi Muhammadiyah hanya menekankan wajibnya percaya pada apa yang dibawa oleh Nabi Saw berupa Al-Qur’an dan Hadits dari Nabi yang mutawatir, sedangkan yang tidak mutawatir –seperti Hadits ahad — masih perlu untuk diteliti ulang. Hal ini karena hanya Hadits dalam kategori ahad yang layak untuk diteliti karena bersifat zhanni ad-dalalah, bukan Hadits mutawatir, karena Hadits mutawatir bersifat qath’iy, yakni sudah pasti kesahihannya. Inilah pendapat mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi‘iyah, dan ulama ahli ushulbahwa Hadits Ahad tidak memberikan faedah qath‘iy yang meyakinkan, tapi hanya zhan-perkiraan saja. Pernyataan ini bisa ditemukan dalam beberapa pendapat ulama seperti Sulaiman ibn Shalih al-Gusn, Mauqif al-Mutakallimin min Istidlal bi Nushus al-Kitab wa as-Sunnah (1/166-167). Sementara Ibn Hazm (456 H) dalam al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, 1/119), Saifuddin al-Amidi (631 H), Ibn Taimiyah (728 H), mayoritas ahli fikih dan mutakallimin menyatakan, bahwa Hadits Ahad bisa membawa faedah qath‘iy bila ada qarinah (dalil lain) yang mendukungnya.

Dalil-dalil mutawatir seperti Al-Qur’an dan Hadits-Hadits mutawatir inilah yang –menurut Muhammadiyah– wajib dipercaya karena sudah pasti kesahihannya (qath‘iy as-subut) dan jelas maknanya. Sedangkan Hadits-Hadits Ahad bersifat zhanni, belum pasti kesahihannya, mungkin berkualitas sahih, mungkin hasan, atau mungkin juga daif. Nanti setelah diteliti dan dipastikan kesahihannya, barulah bisa menjadi qath‘iy ad-dalalah (dalil yang pasti kebenarannya) karena sudah meyakinkan.

Ini dikuatkan dengan pernyataan fatwa Tarjih no. 27 yang disidangkan tanggal 8 Agustus 2008 saat menjawab pertanyaan dari Riadi tentang Hadits sahih mutawatir:

“Pernyataan bahwa apabila terdapat suatu Hadits Rasul yang derajatnya tidak mencapai sahih mutawatir, maka tidak wajib bagi warga Muhammadiyah untuk mengamalkan Hadits tersebut, dan bahwa Hadits yang tidak mencapai sahih mutawatir tersebut, hanya sebagai penguat dari Hadits sahih mutawatir yang sudah ada, sesungguhnya tidak sejalan dengan keputusan Tarjih sendiri. Di samping itu, juga tidak sejalan dengan prinsip pokok yang telah diterima luas di kalangan ahli Hadits dan ahli Ushul Fikih, bahwa tidak hanya Hadits sahih mutawatir saja yang diterima sebagai hujjah agama, tetapi juga Hadits sahih yang masyhur dan yang ahad, bahkan juga Hadits hasan” (Fatwa Tarjih no. 27/2008).

Jawaban sekaligus klarifikasi Tim Fatwa Majelis Tarjih yang bahan dasarnya bersumber dari Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. (Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, tahun 2000-2022) di atas jelas membantah, bahwa Muhammadiyah hanya menggunakan Hadits mutawatir dalam masalah Akidah karena tidak sejalan dengan manhaj Tarjih sendiri. Jangankan Hadits Sahih, bahkan Hadits Ahad yang berkualitas Hasan pun tetap diterima sebagai hujjah dalam bertarjih. Itu sebabnya Muhammadiyah sesuai masukan Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah ke-25/2000 merubah istilah as-Sunnah ash-Shahihah menjadi as-Sunnah al-Maqbulah.

Untuk melengkapi penelitian ini, penulis mengambil data primer dengan melakukan wawancara langsung (3 November 2020) kepada penulis buku Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Prof. Asjmuni Abdurrahman dengan pertanyaan, “Benarkah Muhammadiyah hanya menggunakan Al-Qur’an dan Hadits mutawatir dalam masalah akidah?” Jawab beliau, “Tidak begitu!” sambil meluruskan kesalahpahaman orang dalam membaca buku karyanya.

Dari klarifikasi Tim Fatwa Tarjih di atas, ditambah dengan praktik pentarjihan oleh Tim Tarjih Muhammadiyah, tokoh dan muballigh Muhammadiyah yang banyak menggunakan Hadits ahad, termasuk klarifikasi langsung dari tokoh Tarjih Prof. Asjmuni Abdurrahman yang meluruskan kesalahpahaman orang yang membaca bukunya, dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah tidak hanya menggunakan Hadits mutawatir sebagai hujjah, tetapi Hadits ahad yang maqbul pun tetap dapat digunakan sebagai hujjah, walaupun dalam masalah akidah yang bersifat qath’iy.

Dr. Syakir Jamaludin, MA., Dosen Ilmu Hadits, Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Anggota Majelis Tabligh PP. Muhammadiyah

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 19 Tahun 2022

sumber berita dari suara muhammadiyah

Author

Hot this week

Sang Aktivis Muda Era Orde Baru

Judul buku/karya  : Laut Bercerita Penulis/Pengarang : Leila S.Chudori Penerbit                  :...

Lazismu – Majelis Dikdasmen & PNF Nobatkan 10 Sekolah Penghimpun Filantropis Cilik Terbaik 2024

Girimu.com -- Lazismu Gresik bersama Majelis Pendidikan Dasar dan...

Apresiasi Sekolah Penyelenggara Program Filantropi Cilik dan Gathering Ortu Asuh

Girimu.com -- Lazismu Gresik bersama Majelis Dikdasmen dan PNF...

Wonderland Spemutu Pukau Gathering Anak Asuh 2024

Gresik, 14 Desember 2024 - Kolaborasi seni tari tradisional...

Topics

Sang Aktivis Muda Era Orde Baru

Judul buku/karya  : Laut Bercerita Penulis/Pengarang : Leila S.Chudori Penerbit                  :...

Apresiasi Sekolah Penyelenggara Program Filantropi Cilik dan Gathering Ortu Asuh

Girimu.com -- Lazismu Gresik bersama Majelis Dikdasmen dan PNF...

Wonderland Spemutu Pukau Gathering Anak Asuh 2024

Gresik, 14 Desember 2024 - Kolaborasi seni tari tradisional...

Aisyiyah Jatim Berdayakan Perempuan Melalui Pelatihan Batik

Pasuruan, Jawa Timur – Aisyiyah Jawa Timur menggelar pelatihan...

SDMM Panen Penghargaan untuk Guru dan Tendik Terdisiplin dan Inovatif 2024

Girimu.com - Majelis Dikdasmen & PNF Pimpinan Ranting Muhammadiyah...

MTs Muhammadiyah 7 Pantenan Gelar Musyran untuk Perbarui Struktur Organisasi IPM 2025-2026

GRESIK (7 Desember 2024) - Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar...
spot_img

Related Articles