bandungmu • Jul 02 2023 • 77 Dilihat
Oleh: Ace Somantri
BANDUNGMU.COM — Hari raya Idul Adha merupakan bagian dari ibadah ta’abudi yang bersifat vertikal dengan ketentuan syariat yang jelas dalam nash.
Ibadah ini memiliki dasar sejarah yang kuat, terkait dengan perjalanan spiritual Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Dalam momen yang menyedihkan, Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah SWT untuk mengorbankan putra kesayangannya yakni Nabi Ismail.
Namun, karena iman dan ketakwaannya, mereka berdua menerima perintah tersebut tanpa penolakan atau keraguan dalam hati nurani. Keduanya adalah sosok ayah dan anak yang takwa, beriman, dan saleh. Oleh karena itu, mereka tidak pernah menolak perintah Allah SWT.
Keimanan seseorang tidak hanya terbatas pada ritual ibadah vertikal tanpa adanya dampak positif pada diri sendiri dan orang lain. Ibadah tersebut seharusnya memberikan manfaat yang lebih luas.
Manfaat tersebut dapat diukur berdasarkan indikator ketercapaian yang dapat dirasakan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah kurban. Selama berabad-abad, kurban telah memberikan manfaat luar biasa, baik secara teologis maupun ekonomi.
Namun, perlu adanya penelitian dan pemahaman yang lebih baik terkait dengan aspek bisnis dalam ibadah kurban. Faktanya, menjelang hari raya kurban, bisnis peternakan hewan kurban seperti kambing, sapi, dan unta, terutama di daerah padang pasir, mengalami peningkatan signifikan. Ribuan bahkan jutaan hewan peliharaan dibeli oleh umat muslim di seluruh dunia untuk disembelih sebagai kurban.
Namun, di balik ibadah kurban, terdapat aspek bisnis yang menjanjikan. Jika dihitung dalam angka uang, transaksi yang terjadi menjelang hari raya kurban atau Idul Adha bisa mencapai triliunan rupiah.
Selain itu, saat ibadah haji di Saudi Arabia, setiap musim haji membawa berkah tersendiri bagi negara dan rakyatnya. Jutaan umat muslim dari berbagai negara mengunjungi Saudi Arabia setiap musim haji yang berdampak pada kesejahteraan ekonomi negara tersebut. Jumlah transaksi yang terjadi selama satu bulan penuh bisa mencapai triliunan rupiah.
Inilah kekuatan Allah SWT yang luar biasa karena satu kegiatan ibadah yang terintegrasi dapat menghasilkan berbagai kemakmuran bagi umat.
Oleh karena itu, umat manusia, khususnya umat muslim di Indonesia, perlu memahami situasi dan kondisi dengan cerdas untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Tidak hanya berhenti pada pembelian hewan kurban, penyembelihan, dan pesta makan daging.
Semua itu hanya bersifat sesaat. Apakah kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan kemajuan umat?
Selama ratusan tahun, ibadah kurban seharusnya meningkatkan nilai produktivitas umat Islam secara individu ataupun kolektif. Selain sebagai ritual ibadah, ibadah kurban juga seharusnya meningkatkan aspek pembinaan manusia yang berdampak pada kemajuan bangsa dan negara.
Semangat ibadah kurban seharusnya membentuk pola pikir umat muslim untuk berubah dari ibadah individu yang hanya berdampak secara strategis menjadi kesalehan sosial.
Tidak hanya berhenti pada pembagian daging kurban, tetapi menghimpun sumber daya untuk biaya pendidikan (thalab ilmi) bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia umat muslim.
Bayangkan jika setiap hari raya kurban dihitung dalam bentuk uang, setiap lokasi pemukiman umat muslim akan menghasilkan ratusan juta rupiah. Jika dihitung dalam skala negara, bisa mencapai triliunan rupiah.
Jika semangat kurban diadopsi, minimal 10 persen dari nilai uang hasil qurban bisa digunakan untuk program sosial dalam bidang pendidikan bagi generasi muda muslim.
Dengan konsep terencana dan terukur, dalam beberapa tahun ke depan, akan tercipta generasi muslim yang hebat dan berdaya. Dengan demikian, umat muslim akan menjadi pemenang di masa yang akan datang.
Saat ini, dalam hari raya kurban, umumnya kita hanya terlibat dalam gerakan ekonomi ternak kurban sebagai konsumen, sedangkan saudara kita yang bukan muslim lebih banyak berperan sebagai produsen.
Bukan berarti mereka tidak boleh melakukannya, tetapi apakah kita akan selamanya menjadi konsumen? Tanpa disadari, dalam jangka waktu yang lama, kita menjadi tidak berdaya karena terbiasa menerima dan tidak aktif dalam menciptakan.
Kesejahteraan sejati bukan hanya menjadi konsumen semata, melainkan menjadi produsen. Momen hari raya kurban seharusnya menjadi ajang berpikir “dari umat muslim untuk umat muslim dan oleh umat muslim dengan manfaat bagi alam semesta.”
Itulah yang disebut kedaulatan ekonomi umat muslim. Apakah selama ini kita tidak menganggapnya demikian? Mari renungkan dengan realitas dan data yang objektif.
Kita menyadari bahwa saat ini kedaulatan ekonomi umat muslim berada di bawah kendali umat bukan muslim. Padahal, pada awal peradaban Nusantara dan Indonesia, para pedagang muslim dari Arab yang membawa peradaban tersebut.
Mereka adalah pedagang dan pengusaha yang hebat dan berbakat, karena nenek moyang bangsa Arab, terutama dari suku Quraisy, umumnya adalah pedagang, termasuk Nabi Muhammad SAW.
Entah dari mana dan apa penyebabnya, tiba-tiba muncul entitas ekonomi yang disebut VOC, yang dalam praktiknya sering melanggar prinsip kesejahteraan masyarakat dan mengeksploitasi tanpa belas kasihan.
Ternyata VOC didirikan oleh bangsa Eropa yang melakukan imperialisme di Nusantara. Pertanyaannya, mengapa komunitas Arab yang datang lebih dulu ke Nusantara tidak mendirikan entitas bisnis yang dapat membangun manusia dan bangsa Nusantara saat itu, padahal mereka memiliki peluang dan kesempatan yang sangat besar sebagai alat dakwah Islam?
Sepertinya saat itu tidak terpikirkan hal tersebut karena mungkin yang paling penting bagi mereka adalah berdagang dan menghasilkan keuntungan, sedangkan dakwah cukup dilakukan atas nama individu.
Namun, hal tersebut menjadi kelemahan yang tidak disadari dalam jangka waktu lama. Hal itu terlihat dari kurangnya upaya membangun kekuatan untuk mencapai kedaulatan ekonomi umat muslim masa lalu yang berdampak pada situasi saat ini.
Kita sadar dan dapat memahami bahwa kualitas umat muslim dalam beberapa dekade terakhir ini tertinggal dari umat lain setelah runtuhnya dinasti Abbasiyah dan kesultanan Utsmaniyah.
Peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi telah lama diambil oleh bangsa Barat yang senang menjajah dan praktik ini belum berhenti hingga saat ini.
Bangsa Arab yang diharapkan menjadi penyeimbang peradaban tidak dapat memenuhi harapan tersebut karena mereka terpecah belah menjadi puluhan negara yang masing-masing memiliki visi dan misi yang berbeda.
Saat ini, Indonesia merupakan negara dengan jumlah umat muslim terbesar. Namun, disayangkan bahwa indeks pendidikan, kesejahteraan, dan kesehatan masih di bawah standar dibandingkan dengan masyarakat dan negara-negara lain di dunia.
Sebagai konsekuensinya, Indonesia masih dikategorikan sebagai negara berkembang, bukan negara maju. Padahal, Indonesia memiliki peluang dan potensi sangat strategis dengan jumlah umat muslim terbesar sebagai modal sosial untuk membangun bangsa dan negara maju.
Dengan semangat Islam yang visioner, seharusnya kita bergerak seiring dengan ajaran agama. Hal ini dibuktikan oleh sejarah panjang umat Islam yang pada masa lampau mampu menguasai dunia. Wallahu’alam.***
sumber berita ini dari bandungmu.com
Hujan deras dengan intensitas tinggi melanda delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung, termasuk La...
Oleh: Sukron Abdilah* BANDUNGMU.COM — Kita selalu beranggapan bahwa untuk berbuat baik harus mem...
BANDUNGMU.COM, Bandung – Diskusi mengenai tobat pelaku zina yang belum menjalani hukuman sering me...
BANDUNGMU.COM, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad secara resmi membuka...
CIREBONMU.COM — SDIT Muhammadiyah Harjamukti Kota Cirebon adakan kegiatan camping yang penuh d...
BANDUNGMU.COM, Jakarta — Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustaz A...
No comments yet.