bandungmu • Aug 22 2024 • 89 Dilihat
Oleh: Ace Somantri*
BANDUNGMU.COM — Sangat prihatin dan menyayangkan tindakan BPIP yang berlebihan. Selama ini, sepanjang yang diketahui, dalam perayaan Hari Kemerdekaan RI setiap tahunnya, tidak pernah terdengar adanya kewajiban bagi anggota Paskibraka muslim berjilbab untuk melepas jilbabnya, baik sebagai pasukan inti maupun cadangan, termasuk saat pengukuhan dan pelaksanaan pengibaran serta penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.
Sikap BPIP ini sangat ironis mengingat perannya sebagai penjaga kebinekaan, namun justru bertindak bertentangan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Pemaksaan penyeragaman dengan melarang penggunaan jilbab, dengan alasan apa pun, tidak dapat dibenarkan. Tindakan ini justru mencederai nilai-nilai keberagaman dan melanggar konstitusi yang menjamin kebebasan beragama sesuai keyakinan masing-masing.
Setelah menjadi viral dan memicu perbincangan, BPIP mengeluarkan pernyataan dengan alasan bahwa pelepasan jilbab dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan. Namun, klaim ini tampak sangat irasional. Sulit dipercaya bahwa anggota Paskibraka yang berjilbab, tiba-tiba melepaskannya saat pengukuhan resmi hanya karena sukarela, sementara dalam gladi dan latihan mereka tetap mengenakannya.
Situasi ini terasa aneh dan menimbulkan tanda tanya. Ada kemungkinan bahwa terdapat tekanan, baik langsung maupun tidak langsung, yang membuat mereka melepaskan jilbabnya, meskipun mereka memilih diam dan tidak berbicara.
Sebagai siswa, kondisi mental mereka masih rentan terhadap tekanan. Mereka mungkin tertekan oleh ancaman kehilangan kesempatan yang diperoleh melalui perjuangan panjang dan seleksi ketat. Akhirnya, mereka mengikuti perintah untuk melepas jilbab agar tidak dikeluarkan dari pasukan inti atau terdepak menjadi cadangan.
Bagi siapa pun yang peduli dengan peristiwa ini, tampaknya kasus ini bermula dari peraturan yang dibuat oleh BPIP yang sangat irasional. Keberadaan BPIP selama ini, selain minim manfaat, juga hanya membebani anggaran negara. Terlebih lagi, dengan aturan mengenai jilbab bagi anggota Paskibraka, BPIP secara tidak langsung telah melukai perasaan umat muslim dan mencederai keyakinan agama mereka.
Untuk anggota Paskibraka yang berjilbab, penting untuk tetap teguh mempertahankan jilbab, bahkan saat pelaksanaan pengibaran dan penurunan bendera Merah Putih. Jangan takut karena tekanan, justru harus lebih takut jika membuka aurat di depan publik tanpa alasan darurat yang sah.
Dalam Islam, mengenakan jilbab merupakan bentuk kepatuhan umat muslim terhadap perintah syariat sebagai konsekuensi dari keyakinan mereka terhadap ajaran agama. Jika benar ada larangan berjilbab bagi anggota Paskibraka saat pengukuhan dan pengibaran bendera, itu merupakan tindakan intoleransi yang dapat merusak nilai-nilai kerukunan beragama.
Sangat ironis jika di negara dengan mayoritas muslim terbesar, tindakan seperti ini terjadi hanya karena penafsiran keliru terhadap pandangan Soekarno tentang kebinekaan. Belum tentu apa yang dimaksud Soekarno adalah “melarang anggota Paskibraka berjilbab.” Mungkin saja ini adalah penafsiran pribadi dari Ketua BPIP dan anggotanya yang berusaha mencari perhatian atau ingin terlihat bekerja keras di mata Presiden karena selama ini kinerja mereka minim terlihat.
Selama ini, keberadaan BPIP memang tidak memberikan kontribusi positif yang signifikan, justru sering kali membuat kebijakan yang menimbulkan kontroversi. Anehnya, kebijakan yang dibuat kerap kali menyentuh isu-isu sensitif terkait keberagamaan.
Padahal, BPIP dibentuk untuk memperkuat ideologi kebangsaan yang berlandaskan Pancasila. Larangan berjilbab bagi anggota Paskibraka, secara tidak langsung, telah mencederai nilai-nilai Pancasila yang menjadi konsensus bersama bangsa Indonesia.
Momentum peringatan kemerdekaan tahun ini sayangnya diwarnai oleh peristiwa yang memilukan. Seharusnya, kemerdekaan membawa kebebasan dari segala bentuk tekanan terhadap rakyat, bangsa, dan negara.
Namun, larangan mengenakan jilbab saat pengukuhan Paskibraka merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai bentuk penindasan. Perbuatan itu merampas kebebasan dan kemerdekaan anak bangsa, khususnya mereka yang menjadi bagian dari pasukan pengibar bendera Sang Saka Merah Putih.
Esensi kemerdekaan sejatinya adalah membawa kebahagiaan dan rasa syukur kepada Sang Pencipta, karena atas berkat dan rahmat-Nya, Indonesia memperoleh kemerdekaan. Jika tidak ada aturan penyeragaman yang melarang penggunaan jilbab dari BPIP saat pengukuhan ataupun saat pengibaran bendera, sangat mungkin anggota Paskibraka yang berjilbab akan tetap mengenakannya dalam setiap kesempatan.
Kemerdekaan RI tahun 2024 yang dirayakan di Ibu Kota Nusantara (IKN) dipastikan akan menelan anggaran yang jauh lebih besar dibandingkan pelaksanaan sebelumnya di Jakarta. Padahal, kondisi anggaran negara saat ini sedang tidak dalam keadaan baik.
Beredar informasi bahwa banyak anggaran dari berbagai kementerian, badan, dan lembaga negara dialihkan untuk proyek IKN di Kalimantan. Ada kesan bahwa perayaan HUT Kemerdekaan RI tahun ini berprinsip “Biar tekor asal kesohor.”
Di tengah situasi ini, kebijakan BPIP terkait penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka telah menciptakan blunder yang turut menambah sorotan terhadap pemerintah. Bahkan, hal sederhana seperti pengalihan seluruh kebutuhan perangkat perayaan dari Jakarta ke IKN dipastikan akan memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Biaya perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-79 tidak hanya tercoreng oleh isu larangan berjilbab. Namun, juga diwarnai oleh dinamika politik yang terkait dengan Pilkada serentak, terutama di beberapa provinsi strategis seperti DKI Jakarta dan provinsi penyangga.
Hal ini terlihat ketika Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatannya. Kabar yang beredar menyebutkan bahwa pengunduran diri tersebut berkaitan dengan tarik-menarik pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Terdapat spekulasi bahwa Airlangga menghadapi tekanan dan ancaman tindakan hukum. Termasuk kemungkinan diterbitkannya surat perintah penyidikan (sprindik) dan penggeledahan rumahnya.
Dugaan bahwa Airlangga berada dalam situasi penyanderaan kasus tertentu semakin menguat sehingga ia memilih mundur dari jabatannya. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan pada waktu yang dianggap tepat.
Hari kemerdekaan sejatinya belum sepenuhnya menghadirkan kemerdekaan yang hakiki. Buktinya, banyak aspek kedaulatan bangsa masih berada dalam cengkeraman kekuatan asing. Misalnya, kedaulatan ekonomi yang masih tergantung pada utang dari bank dunia, yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan bangsa.
Kedaulatan dalam sains dan teknologi, swasembada pangan, serta kedaulatan politik juga masih dikendalikan oleh oligarki. Kapan semua ini akan benar-benar merdeka dan bebas dari segala bentuk ketergantungan masih menjadi pertanyaan besar.
Harapan besar untuk mewujudkan mimpi Indonesia Emas terus mengemuka, terutama menjelang kepemimpinan baru yang akan segera menakhodai kapal besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, cita-cita bangsa yang masih berada di persimpangan jalan dapat diwujudkan.
Namun, sangat ironis bahwa kemerdekaan dalam beragama, termasuk hak berjilbab bagi umat muslim, masih menjadi hambatan seolah-olah hal itu merupakan bentuk intoleransi dalam kerangka kebinekaan. Sulit dipahami, apa alasan di balik kewajiban melepas jilbab saat pengukuhan paskibraka. Apakah ini sekadar upaya mengalihkan isu kebangsaan dan mengarahkan opini publik terhadap berbagai kasus yang telah mencuat?
Terlepas dari alasan apa pun, sebagai umat Islam, mendengar kabar bahwa anggota Paskibraka yang berjilbab harus melepas jilbabnya saat pengukuhan sangatlah menyakitkan. Padahal, tidak mudah bagi orang tua dan anak perempuan muslim untuk memahami pentingnya menutup aurat dengan berjilbab yang membutuhkan perjuangan panjang. Tindakan meminta mereka melepas jilbab adalah sesuatu yang sangat keterlaluan karena tidak menghargai keyakinan beragama generasi bangsa ini.
Kami sangat memohon kepada semua pihak untuk mempertimbangkan kembali kebijakan larangan melepas jilbab sebelum pengibaran bendera sang saka merah putih. Kembalikan hak kebebasan beragama kepada setiap warga negara, tanpa pengecualian kecuali untuk kepentingan yang bersifat darurat syariyah.
Meskipun beberapa orang mungkin menganggap jilbab tidak penting, bagi banyak muslimah, jilbab adalah bentuk ketaatan dan kepatuhan terhadap ajaran agama mereka. Melihat mereka harus melepas jilbab akan sangat menyakitkan dan melukai jiwa mereka karena merasa melanggar ajaran yang mereka yakini benar.
Kami berharap agar kejadian ini tidak dianggap remeh. Pasalanya, kebijakan semacam ini, meskipun sementara, dapat mempengaruhi kebijakan lainnya di masa depan. Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk dan kekuatan kepada kita semua untuk menjalankan syariat-Nya dengan baik. Amin.
*Dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PWM Jabar
sumber berita ini dari bandungmu.com
Hujan deras dengan intensitas tinggi melanda delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung, termasuk La...
Oleh: Sukron Abdilah* BANDUNGMU.COM — Kita selalu beranggapan bahwa untuk berbuat baik harus mem...
BANDUNGMU.COM, Bandung – Diskusi mengenai tobat pelaku zina yang belum menjalani hukuman sering me...
BANDUNGMU.COM, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad secara resmi membuka...
CIREBONMU.COM — SDIT Muhammadiyah Harjamukti Kota Cirebon adakan kegiatan camping yang penuh d...
BANDUNGMU.COM, Jakarta — Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustaz A...
No comments yet.