Muhammadiyah • Jun 29 2022 • 32 Dilihat
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Mengutip pesan dari Bung Karno, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ingatkan bahwa yang ber-Tuhan di Indonesia bukan hanya bangsanya tapi juga negaranya.
Pesan Bung Karno ini menurut Haedar sangat penting, di mana dalam konteks Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini tidak boleh sekuler, sekaligus tidak boleh menjadi negara agama. Tetapi mencari format yang mengimplementasikan keTuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Itu memerlukan pemikiran-pemikiran atau juga reaktualisasi pemikiran yang mendalam dan luas, serta kontekstual bagi Indonesia hari ini dan kedepan”. Ucap Haedar pada, Rabu (29/6) di acara CSIS Indonesia “Pancasila dan Demokrasi di Indonesia: Menyelami Pemikiran Prof. Ahmad Syafii Maarif”.
Penentuan format NKRI sebagai negara yang tidak boleh tak BerTuhan, sekaligus tidak boleh menjadi negara agama, menurutnya akan menjadi solusi perdebatan panjang yang tak berujung tentang relasi agama dan negara.
Dalam kesempatan ini Haedar juga menyoroti praktek dari sila-sila yang lain. Dia mencontohkan bahwa, masih ada ketertutupan dalam pengungkapan kasus-kasus HAM, padahal menurutnya persoalan HAM berkaitan erat dengan nilai-nilai Pancasila, Agama, dan Kebudayaan Luhur Bangsa.
“Sehingga antara yang universalisme, yang sesungguhnya universalisme itu sering juga dibatasi oleh praktek pengalaman dari bangsa-bangsa besar, lalu mesti dipraktekkan pada bangsa-bangsa lain yang punya nilai yang berbeda. Masalah ini penting juga menjadi bahan diskusi,” ungkap Haedar.
Sementara itu, Sila Ketiga; Persatuan Indonesia dalam konteks politik dan demokrasi, kata Haedar, demokrasi dan politik di sini memiliki koneksi pada usaha penyatuan bangsa dan negara Indonesia. Bukan malah sebaliknya, demokrasi dan politik justru menjadi pemantik rusaknya persatuan Indonesia.
“Keterbelahan politik dan ideology dalam satu dekade terakhir ini, ini merupakan sebuah peringatan buat kita bahwa demokrasi bukan hanya untuk demokrasi, demokrasi juga perlu mempertimbangkan persatuan Indonesia. Juga argumen-argumen kita tentang pluralisme, bhineka tunggal ika itu sebagai satu kesatuan bukan suatu yang terpisah”. Tegas Haedar.
Disaat bangsa Indonesia merayakan ke-bhineka-an, maka dalam waktu yang sama bangsa Indonesia juga harus merayakan ke-tunggal ika-an. Sehingga perbedaan atau ke-bhineka-an tersebut menjadi interkoneksi dengan persatuan atau ke-tunggal ika-an, begitu juga sebaliknya persatuan juga harus interkoneksi dengan perbedaan.
Menurut Haedar, merajut persatuan dalam konteks perbedaan memerlukan kearifan dan konstruksi pemikiran dari tokoh bangsa, dan para pemikir bangsa. Tidak boleh bangsa ini merayakan satu hal dan mengabaikan hal lain, sebab itu seringkali memunculkan masalah tersendiri.
sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id
muhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
View all postsmuhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
Hujan deras dengan intensitas tinggi melanda delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung, termasuk La...
Oleh: Sukron Abdilah* BANDUNGMU.COM — Kita selalu beranggapan bahwa untuk berbuat baik harus mem...
BANDUNGMU.COM, Bandung – Diskusi mengenai tobat pelaku zina yang belum menjalani hukuman sering me...
BANDUNGMU.COM, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad secara resmi membuka...
CIREBONMU.COM — SDIT Muhammadiyah Harjamukti Kota Cirebon adakan kegiatan camping yang penuh d...
BANDUNGMU.COM, Jakarta — Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustaz A...
No comments yet.