Infomu • Aug 04 2022 • 29 Dilihat
Jakarta, InfoMu.co – Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 diketahui prevalensi gangguan emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas meningkat 1,6 kali dari 6 persen menjadi 9,8 persen pada tahun 2013 hingga 2018.
Pada kurun waktu tersebut, prevalensi gangguan jiwa berat meningkat 4 kali lipat dari 1,7 persen menjadi 7 persen. Data Aplikasi Keluarga Sehat tahun 2015 menghasilkan 15,8 persen keluarga mempunyai gangguan jiwa berat.
Rembug mencari solusi bersama terkait masalah ini, Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, MPKU PP Muhammadiyah, dan RSIJ Cempaka Putih mengadakan kegiatan Seminar dan Lokakarya Nasional (SEMILOKNAS) di Aula AR Fachrudin lantai II Gedung FEB Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka), Rabu (3/8).
Dari beragam jenis gangguan jiwa, penyimpangan seksual ternyata masuk ke dalam masalah tersebut. Bahkan angka gangguan jiwa jenis ini cukup besar di Indonesia. Demikian terang Guru Besar Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga IPB, Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si.
Khusus untuk kasus LSL (lelaki sama lelaki) atau homoseks, Euis menyebut ada peningkatan signifikan berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2012. Jika tahun 2009 totalnya diperkirakan 800 ribu jiwa, pada tahun 2012 diperkirakan jumlahnya meningkat menjadi 1.095.970 di Indonesia.
Angka sebenarnya, kini diperkirakan jauh lebih besar. Apalagi kata Euis, kecenderungan ini semakin bertambah. Menurut Laporan LGBT Nasional Indonesia (2013) jumlah organisasi LGBT di Indonesia juga terus berkembang.
“Setidaknya ada 2 jaringan nasional dan 119 organisasi yang didirikan di 28 dari 34 provinsi di Indonesia. Sebagian besar di antaranya produktif berperan di sektor kesehatan, media informasi, hiburan dan pelaksanaan kegiatan sosial serta pendidikan. Meningkatnya jaringan ini pun ditunjukkan dengan gencarnya kampanye gerakan ini di media. Data Drone Emprit pada bulan September hingga Oktober 2021 menunjukkan bahwa peningkatan pencarian informasi LSL (homo) di media sosial semakin meningkat,” ujarnya.
Menurut Euis, hal ini perlu menjadi perhatian bersama, termasuk oleh Muhammadiyah. Salah satu cara untuk menekan masalah ini adalah dengan menyediakan akses yang memadai bagi layanan kesehatan jiwa.
Ironisnya, berdasar pada Laporan Organisasi Kesehatan Dunia tahun 2017, Indonesia disebut hanya memiliki 48 RSJ dan 269-unit layanan kesehatan jiwa di RSU. Di sisi lain, tenaga pemberi layanan Kesehatan jiwa masih terbatas.
“Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa hanya terdapat 600 hingga 800 psikiater di Indonesia yang di mana per orang harus melayani 300 ribu hingga 400 ribu pasien yang tersebar secara tidak merata. Begitu juga total tenaga psikologi klinis yang terjun langsung di sektor kesehatan dan rumah sakit hanya 1.143 orang pada tahun 2019. Hal ini jauh di bawah standar WHO yaitu per tenaga psikolog atau psikiater melayani 30 ribu orang,” ungkapnya. (afn)
Hujan deras dengan intensitas tinggi melanda delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung, termasuk La...
Oleh: Sukron Abdilah* BANDUNGMU.COM — Kita selalu beranggapan bahwa untuk berbuat baik harus mem...
BANDUNGMU.COM, Bandung – Diskusi mengenai tobat pelaku zina yang belum menjalani hukuman sering me...
BANDUNGMU.COM, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad secara resmi membuka...
CIREBONMU.COM — SDIT Muhammadiyah Harjamukti Kota Cirebon adakan kegiatan camping yang penuh d...
BANDUNGMU.COM, Jakarta — Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustaz A...
No comments yet.