MUHAMMADIYAH.OR.ID, MALANG—Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PP Muhammadiyah Rahmawati Husein menerangkan bahwa Islam Wasathiyah adalah keberislaman yang moderat dalam pengertian tidak ekstrem (ghuluw).
Menurutnya, ada empat prinsip kemanusiaan sebagai wujud dari Islam Wasathiyah, di antaranya: Pertama, humanity yakni mengutamakan penyelamatan hidup manusia dan meringankan penderitaan dimana ditemukan. Tidak memandang agama, kelompok, golongan suku, dan ras. Fakta bahwa ia adalah manusia telah cukup menjadi alasan untuk menyelamatkan hidupnya dari penderitaan, kekerasan, dan lain sebagainya.
Melalui MDMC, Muhammadiyah menjadi golongan terdepan dalam penanggulangan bencana di seluruh Indonesia. “Ketika menyelamatkan hidup, itu tidak memandang agama, golongan, suku, dan ras. Sebetulnya prinsip ini sangat relevan dengan Wasathiyah,” ucap Rahmawati dalam Saresehan Pra Muktamar Muhammadiyah 2022 pada Sabtu (03/09).
Kedua, impartiality yakni tindakan yang dilakukan semata-mata berbasis kebutuhan tanpa pembedaan agama, kelompok, golongan, dan ras di dalam masyarakat yang tertimpa krisis. Artinya, Muhammadiyah akan selalu ada ketika dibutuhkan, baik di tempat-tempat bencana maupun di daerah-daerah tertinggal lainnya. Ketiga, neutrality yakni tindakan kemanusiaan yang dilakukan tidak demi kepentingan salah satu pihak.
Keempat, independence yakni kemandirian tujuan kemanusiaan dari tujuan-tujuan politik, ekonomi, militer, atau tujuan-tujuan lainnya yang mungkin dilakukan pihak lain terkait dengan wilayah kegiatan kemanusiaan tersebut dilakukan.
Dengan berpedoman pada empat prinsip kemanusiaan di atas, Muhammadiyah menjadi inisiator pendirian sebuah organisasi berbasis internasional: Humanitarian Forum Indonesia. Organisasi ini berkomitmen untuk meningkatkan hubungan antar aktor kemanusiaan serta menciptakan struktur masyarakat yang kondusif dan damai.
Selain itu, gerakan kemanusiaan Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan membantu masyarakat Rohingya dan Budha di Myanmar melalui Aliansi Kemanusiaan dengan membangun sekolah dan pasar perdamaian sebagai tempat rekonsiliasi.
“Jadi kita di sana (Myanmar) tidak hanya membantu Rohingya saja tapi juga agama Budha, ada yang Hindu, Kristen. Ketika membangun sekolah dan pasar untuk rekonsiliasi itu Muhammadiyah memilih jalan inklusi,” terang Rahmawati.