BANDUNGMU.COM, Sleman — Di hadapan warga Muhammadiyah Cabang Gamping, Sleman, Yogyakarta, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta cabang dan ranting termasuk seluruh pengajian di lingkungan Muhammadiyah untuk memperhatikan dai yang diundang untuk mengisi.
Haedar menyampaikan bahwa jangan sampai salah pilih dai yang akan mengisi materi pengajian di lingkungan Muhammadiyah.
Jangan sampai pengajian Muhammadiyah mengundang dai yang tidak kompeten ilmunya dan diragukan kemuhammadiyahannya.
“Jangan sampai mubalig yang kita undang ini tidak memahami atau tidak punya ilmu dan juga tidak paham pandangan-pandangan Muhammadiyah dan Majelis Tarjih,” kata Haedar dalam Agenda Peresmian Kantor Bersama Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Gamping, Sleman, Selasa (11/07/2023).
Sekurang-kurangnya, mubalig yang diundang untuk mengisi pengajian di Muhammadiyah memiliki pengetahuan dalam bidang ilmu hadis, tafsir, nahwu, saraf, fikih, dan juga membaca produk keagamaan yang dihasilkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Guru Besar Bidang Sosiologi ini mewanti-wanti supaya cabang dan ranting Muhammadiyah untuk berhati-hati ketika mengundang mubalig.
Jangan sampai mengundang mubalig yang gemar memicu perpecahan, serba anti, suka marah-marah, bahkan menyelisihi putusan organisasi.
Terkait dengan metode mengaji, Haedar mencontohkan dan mendorong untuk meniru cara pengajian yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan.
Pengajian isinya bukan marah-marah, melainkan dilakukan dengan ramah dan berdampak konkrit pada perubahan masyarakat ke arah maju.
“Muhammadiyah ini pembaru, antara ad-din dan ad-dunya itu menjadi kesatuan hidup kita untuk menjadi khalifatu fil ardh,” imbuh Haedar seperti bandungmu.com kutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Warga Muhammadiyah, kata Haedar, tidak boleh terputus pada urusan ketuhanan saja dan melalaikan urusan dunia.
Oleh karena itu, mubalig Muhammadiyah tidak boleh melepaskan diri dari dunia. Misalnya dengan meninggalkan dan lepas tanggung jawab kepada keluarga dengan alasan dakwah.
Mubalig Muhammadiyah dalam menyampaikan materi pengajian diminta oleh Haedar supaya sesuai dengan Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
Yakni merujuk ke Al-Quran dan As-Sunnah yang kuat, memahami nash Islam dengan pendekatan teks (bayani), konteks (burhani), dan rasa/intuisi (irfani).
Haedar dengan tegas menyampaikan hal tersebut supaya seluruh warga Muhammadiyah tidak terjebak dalam hijrah simbolik.
Dalam pandangan Haedar, hijrah tidak dalam urusan-urusan instrumental yang rigid. Namun, pada suatu yang besar dan substansial untuk memajukan dan mencerahkan umat.***
No comments yet.