Muhammadiyah • Aug 15 2022 • 33 Dilihat
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Persoalan mengunjungi situs agama lain sangat berkaitan dengan masalah iman-takwa (imtak) dan ilmu pengetahuan-teknologi (iptek). Berkaitan dengan iman dan takwa karena mengunjungi tempat ibadah lain itu tergolong perbuatan syirik atau tidak, dan berkaitan dengan iptek karena mengunjungi atau mengadakan observasi ke suatu tempat merupakan suatu langkah yang urgen dalam rangka mendapatkan pengetahuan langsung dari sumber primernya, termasuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah baik yang berkaitan dengan Islam atau tidak. Islam sebagai agama paripurna pun selalu mendorong umatnya untuk giat menuntut ilmu, tak terbatas ilmu-ilmu agama, namun juga segala ilmu yang dapat bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian, perlu diketahui bagaimanakah hukum mengunjungi tempat ibadah non muslim dalam rangka penelitian.
Agama Islam melarang pemeluknya dari perbuatan syirik. Syirik berasal dari bahasa Arab شرك (syaraka) yang berarti sekutu. Dalam pengertian umum adalah menjadikan bagi Allah SWT tandingan-tandingan lain selain-Nya, sedangkan menurut jenisnya dibedakan menjadi 2, yaitu syirik besar dan syirik kecil.
Pertama, syirik besar. Syirik besar adalah menjadikan sekutu selain Allah SWT yang ia sembah dan taati sama seperti ia menyembah dan mentaati Allah SWT. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Luqman ayat 13.
Kedua, syirik kecil. Syirik kecil adalah menyamakan sesuatu selain Allah SWT dengan Allah SWT dalam bentuk perkataan dan perbuatan. Syirik dalam perkataan di antaranya dengan bersumpah kepada selain Allah SWT dan mengucapkan penghambaan kepada selain Allah SWT, sedangkan syirik dalam perbuatan itu seperti riya’ (senang memperlihat-lihatkan amal kebaikan) dan sum’ah (senang memperdengar-dengarkan amal yang telah dilakukan) dan mengharapkan dunia dalam berbagai amalnya.
Di samping iman dan takwa, hal ini juga berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Islam selalu mendorong pemeluknya untuk memperkaya ilmu pengetahuan di berbagai bidang demi kesejahteraan hidupnya, sebagaimana dalam QS. al-‘Alaq ayat 1 dan QS. al-Mujadilah ayat 11.
Menurut dua ayat di atas, kedudukan ilmu pengetahuan sangat penting dalam Islam. Seorang muslim dituntut untuk ‘membaca’ alam semesta untuk mendapatkan pengetahuan. Allah juga memberikan derajat yang lebih tinggi kepada orang yang berpengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud tidaklah hanya berkutat pada agama, meskipun lebih utama, akan tetapi keumuman ayat di atas mencakup seluruh pengetahuan yang dapat dipelajari oleh manusia, termasuk pengetahuan tentang sejarah.
Terkait dengan ilmu sejarah, Allah SWT juga telah memerintahkan umat manusia untuk mempelajari sejarah umat terdahulu dalam rangka mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah terdahulu, sebagaimana dalam QS. an-Nazi’at ayat 15-26, QS. al-A’raf ayat 176, dan QS. Hud ayat 120.
Islam tidak melarang pemeluknya untuk menuntut ilmu apapun, termasuk penelitian sejarah selama tidak membahayakan aqidah. Dalam penelitian sejarah, hal yang penting dilakukan adalah survei (peninjauan) lapangan, sehingga diharuskan untuk mengambil informasi dari sumber langsung sebagai referensi utama penelitian. Penelusuran data asli melalui kunjungan ke tempat-tempat bersejarah seperti candi, gereja tua, museum, dan tempat-tempat lain yang bersejarah pun tidak dapat terpisahkan dari rangkaian penelitian yang harus dilakukan.
Mengunjungi tempat ibadah agama lain diperbolehkan selama tidak mengotori aqidah umat Islam, sehingga tidak dibenarkan mengikuti ritual-ritual tertentu yang bertentangan dengan aqidah Islam. Dengan demikian, mengunjungi tempat apapun dalam rangka mencari pengetahuan itu diperbolehkan selama mempunyai niat yang benar, karena suatu amalan itu kembali kepada niatnya, sebagaimana yang terdapat dalam hadis Nabi saw:
Artinya: Dari Muhammad bin Ibrahim telah mengabarkan kepadanya bahwa dia mendengar Alqamah bin Abi Waqash berkata: bahwa dia mendengar Umar bin Khaththab ra berkata: Aku telah mendengar rasulullah SAW bersabda: “Sungguh hanyalah amalan-amalan itu (tergantung) dengan niat dan sungguh bagi suatu perkara itu sesuai dengan apa yang ia niatkan” [HR. Muslim dari Numair, al-Bukhari dan Muslim dari Yahya bin Ali al-Anshari].
Berdasarkan pada pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa mengunjungi tempat-tempat bersejarah agama lain untuk tujuan penelitian arsitektur, kebudayaan dan lain sebagainya adalah diperbolehkan, selama tidak mengandung kesyirikan dan mengganggu aqidah umat Islam.
Wallahu a’lam bish-shawab.
sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id
muhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
View all postsmuhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
Hujan deras dengan intensitas tinggi melanda delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung, termasuk La...
Oleh: Sukron Abdilah* BANDUNGMU.COM — Kita selalu beranggapan bahwa untuk berbuat baik harus mem...
BANDUNGMU.COM, Bandung – Diskusi mengenai tobat pelaku zina yang belum menjalani hukuman sering me...
BANDUNGMU.COM, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad secara resmi membuka...
CIREBONMU.COM — SDIT Muhammadiyah Harjamukti Kota Cirebon adakan kegiatan camping yang penuh d...
BANDUNGMU.COM, Jakarta — Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustaz A...
No comments yet.