Akhmad Sutikhon • Mar 03 2024 • 30 Dilihat
Ini adalah artikel yang ditulis Laila Hanifah di rahmah.id pada 5 Oktober 2021 dengan judul asli “Bra Tidak Haram, Perempuan Bukan Sumber Fitnah”
Timeline media sosial tak pernah berhenti berisik. Kali ini, mata saya tertuju pada postingan sebuah media islam yang menyatakan bahwa menggunakan bra adalah haram hukumnya. Alasannya, bra dapat membentuk payudara dan menyebabkan perempuan terlihat lebih muda sehingga menjadi sumber fitnah.
Saya nggak marah, enggak. Karena bukan kali pertama perempuan selalu menjadi objek sumber fitnah. Bukan kali pertama pula perkara halal-haram ini begitu mudah terucapkan. Apakah yang bersangkutan mendapatkan wahyu dengan dibisiki nabi atau rasul lewat mimpi, saya juga tidak mengerti. Tapi yang jelas, mari kita hadapi urusan bra ini dengan logika-logika sederhana saja.
Menurut postingan yang bersangkutan, alasan pengharaman bra ini berangkat dari hadist Riwayat Abu Daud mengenai batas aurat perempuan yakni seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Saat ini, pertanyaan pertama yang harus kita jawab: apakah menggunakan bra bertentangan dengan hadist ini?
Perempuan muslimah menggunakan bra lalu dilapisi jilbab dan pakaian setelahnya. Jadi, apa yang salah? Bukankah justru semakin terjaga semakin baik? Terjaga di sini adalah melindungi payudara dengan pakaian dalam lalu melapisinya lagi dengan pakaian luar.
***
Jika yang mereka takutkan adalah membentuk payudara, maka kami, para perempuan, yang akan pertama kali menertawakan logika ini. Bukankah dengan tidak menggunakan bra justru akan semakin membentuk payudara? Anatomi payudara luar terdiri dari jaringan lemak (yang menentukan bentuk dan ukuran payudara) dan puting. Jadi dengan mengharamkan bra justru akan kontraproduktif dengan argumen “akan membentuk payudara”.
Kami yang lebih tahu bagaimana rasanya. Tidak menggunakan bra dapat menyebabkan rasa tidak nyaman saat beraktivitas. Produktivitas bisa terganggu. Aktivitas sehari-hari seperti bekerja memerlukan kebebasan untuk bergerak secara luwes dan dinamis. Bukan hanya tidak nyaman, namun kami juga bisa merasa risih dan malu. Jika malu bagian dari iman, maka menggunakan bra seharusnya dapat dibenarkan. Kami hanya ingin beraktivitas dengan nyaman. Itu saja.
Jahat sekali tuduhan menggunakan bra menjadi sumber fitnah itu.
***
Lagipula, mau bagaimana pun juga, payudara tetaplah seperti itu bentuknya. Berhenti menyalahkan bentuk organ seksual perempuan. Ia memang begitu adanya. Kesemuanya adalah anugerah dari Tuhan. Dalam surat At-Tin, manusia tercipta sebagai sebaik-baiknya makhluk. Bahkan payudara sendiri memiliki fungsi mulia untuk peradaban. Jika tugas para perempuan ini adalah untuk menjaga dan melindunginya dengan baik demi kelangsungan hidup manusia, maka menggunakan bra adalah salah satu mandat fil ardh.
Menggunakan bra di sini harus dipandang sebagai bentuk perlindungan diri dan kenyamanan perempuan. Mau serapat apapun pakaian kami, jika kami masih dipandang sebagai objek seksual, bukan sebagai makhluk dengan sebaik-baiknya bentuk, maka siklus yang akan terjadi adalah terus mengkambinghitamkan perempuan sebagai sumber fitnah.
Padahal, ada sumber fitnah yang jauh lebih berbahaya dari itu. Yakni alam pikiran maupun cara pandang kita sendiri yang senang menafsirkan dalil tanpa melihat kemanusiaan perempuan. Berhenti menjadikan agama untuk menakut-nakuti perempuan. Sebaliknya, kita harus melihat kebijaksanaan agama untuk menciptakan ruang yang nyaman bagi perempuan di mana saja.
***
Logika tentang pengharaman bra ini sederhana sekali. Tidak seharusnya kita menjadikan orang lain atas alasan keberimanan atau ketidakberimanan kita. Memandang perempuan sebagai makhluk yang pantas dipersalahkan demi memenuhi ego keagamaan kita tidak menjadikan kita lebih mulia.
Saya ingin menutup tulisan singkat ini dengan mengutip surat Al-Maidah ayat 101.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Alquran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Mahapengampun lagi Mahapenyantun.”
*Laila Hanifah
Redaktur Rahma.ID, pernah menjadi Ketua Bidang Ipmawati Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah 2021-2023.
Editor Senior girimu.com
Secara resmi panitia pemilihan rektor (Pilrek) Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) telah mensosi...
Oleh: M. Islahuddin* Diakui atau tidak, bagi yang saat ini bekerja di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM),...
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan b...
Menyongsong Milad ke-112 tahun ini, Muhammadiyah mengambil tajuk “Menghadirkan Kemakmuran untuk Se...
IBTimes.ID – Simposium Best atau Beda Setara telah selesai digelar. Acara ini berlangsung selama d...
IBTimes.ID, Yogyakarta – Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan GUSDURian, Jay Akhmad,...
No comments yet.