Oleh: Ace Somantri
BANDUNGMU.COM — Rencana Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membuat patung Ir Soekarno di Bandung menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat terutama warga Jawa Barat.
Banyak masyarakat yang memberikan kritik atas rencana tersebut. Terlebih pembuatan patung Presiden Indonesia pertama ini diperkirakan menelan biaya sebesar 14,5 miliar rupiah.
Dari sudut pandang kepentingan, masih sulit dipahami mengapa rencana ini dilakukan meskipun setiap warga negara memiliki hak untuk berekspresi dalam seni dan budaya. Namun, sebagai pemimpin, hak-hak tersebut dibatasi tata aturan, etika, dan moral kebijakan publik.
Rencana pembuatan patung ini perlu disikapi oleh publik, baik sebagai warga Jawa Barat maupun dalam kapasitas sosial, seperti organisasi masyarakat, kepemudaan, kemahasiswaan, asosiasi, dan organisasi profesi.
Mereka diharapkan memberikan kritik dan saran yang dapat mengarahkan pemimpin daerah agar tetap berada dalam jalur kebijakan pemerintah daerah, baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi.
Sejak rencana pembuatan patung ini mencuat di media massa, masyarakat hanya memberikan sedikit komentar dan tanggapan. Banyak yang menolak rencana pembuatan patung tersebut karena tidak ada alasan rasional dalam konteks kebijakan publik terkait rencana ini.
Meskipun patung tersebut merupakan salah satu tokoh kunci bangsa dan negara Indonesia, tetapi pembuatan patung tersebut tidak perlu dilakukan. Alasannya karena sudah ada beberapa patung tokoh tersebut di berbagai tempat, baik dalam kondisi utuh maupun sebagian.
Hal terpenting dalam mengenang jasa seorang pahlawan bukanlah dengan membuat patung, melainkan dengan mentransfer semangat dan motivasi nilai-nilai perjuangan kepada generasi selanjutnya. Hal ini lebih efektif dan efisien.
Apalagi kalau ada anggapan bahwa patung tersebut dianggap sebagai simbol pengkultusan kepada seseorang secara berlebihan. Tentu saja hal ini dapat berbahaya dan merusak keyakinan umat beragama, terutama masyarakat Jawa Barat yang mayoritas muslim.
Dari berbagai sudut pandang, baik estetika, etika, budaya, agama, sosial, politik, dan hal-hal lainnya, tidak ada dasar dan landasan kebijakan yang rasional, logis, dan objektif dalam rencana tersebut.
Sebaliknya, banyak tanggapan dan komentar politis dari berbagai lapisan masyarakat, terutama menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden. Pada saat bersamaan Gubernur Jawa Barat juga dinominasikan sebagai calon wakil presiden yang menjadi perbincangan publik.
Tanggapan tersebut wajar dan memiliki relevansi. Hal itu karena terlihat seperti upaya untuk memperoleh perhatian dari partai politik tertentu. Apa pasal? Karena patung yang direncanakan dibuat terkait dengan orang tua Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Tanggapan dan kritik tersebut sah-sah saja sebagai kebebasan menyuarakan pendapat. Namun, mereka juga harus menerima berbagai tanggapan dari masyarakat sebagai pengingat bahwa gubernur adalah pemimpin yang dipilih oleh rakyat.
Oleh karena itu, wajar jika rakyat merespons dan mengingatkan sikap dan tindakan sang gubernur. Tidak ada yang salah dengan kritik tersebut.
Saat ini, kita berada pada momen yang sangat taktis dan strategis karena calon presiden menjadi perbincangan hangat, meskipun calon wakil presiden masih belum pasti.
Banyak spekulasi dari para pengamat yang tersebar di media massa dan media sosial terkait hal tersebut. Oleh karena itu, peluang untuk mendapatkan perhatian bisa muncul kapan saja dan di mana saja.
Sebagai warga Jawa Barat, jika rencana pembuatan patung ini tetap dilaksanakan, saya berharap agar asal-usul dan pendonorannya dapat ditelusuri, untuk mengetahui motif di balik sikap tersebut.
Terlebih lagi jika menggunakan anggaran daerah. Itu sama saja sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat Jawa Barat.
Pembuatan patung itu tidak memberikan manfaat publik yang nyata. Justru itu merupakan bentuk penyalahgunaan hak dan wewenang dalam penggunaan anggaran.
Sementara itu, banyak kebutuhan publik di Jawa Barat yang lebih penting dan harus menjadi prioritas, seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan bidang lainnya.
Saya berharap kepada Gubernur Jawa Barat bisa mendengarkan suara masyarakat dan warga Jawa Barat secara umum. Niat dan rencana pembuatan patung tokoh bangsa ini sebaiknya dihentikan.
Ada banyak hal lain yang harus menjadi prioritas dalam kebijakan yang melayani masyarakat Jawa Barat, yang lebih bermanfaat dan membawa kebaikan.
Saat ini, warga Jawa Barat membutuhkan kebijakan yang dapat memberikan semangat dan motivasi hidup di tengah situasi yang semakin memprihatinkan.
Jawa Barat, sebagai salah satu provinsi yang berfungsi sebagai elatalase ibu kota negara, seharusnya menjadi contoh dalam kebijakan publik bagi provinsi-provinsi lainnya.
Kualitas kepemimpinan pemerintah provinsi Jawa Barat dalam membangun sumber daya alam dan manusia seharusnya menjadi contoh yang luar biasa.
Namun, sepertinya dan terlihat bahwa gubernur lebih banyak menciptakan pencitraan melalui desain tata kota provinsi dan beberapa spot yang kurang fundamental dalam penggunaan anggaran.
Selama beberapa tahun terakhir, kebijakan yang mengutamakan warga Jawa Barat masih minim prestasi. Justru malah terlihat lebih dominan di media sosial.
Selain rencana pembuatan patung, saat ini warga Jawa Barat juga dihadapkan pada masalah semerawutnya tata kota ibu kota provinsi, kemacetan dan banjir di perkotaan saat hujan.
Belum lagi soal jalur lalu lintas angkutan kota yang kurang tertata. Kemudian emisi karbon, pelayanan publik, indeks pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan berbagai isu lainnya yang masih belum mengalami peningkatan signifikan.
Padahal, di Jawa Barat terdapat banyak ahli dan pakar dari berbagai disiplin ilmu, serta perguruan tinggi yang dianggap hebat dengan kemungkinan memiliki ratusan profesor ahli di bidangnya. Selain itu, masyarakat Jawa Barat juga memiliki keberagamaan yang kuat.
Pertanyaannya, mengapa Jawa Barat tidak menjadi contoh kemajuan provinsi? Kemiskinan dan pengangguran yang tinggi menjadi faktor penghambat perkembangan dan berdampak pada keamanan masyarakat.
Selain itu, berbagai isu lingkungan seperti pencemaran lingkungan akibat tambang dan limbah industri juga hanya menjadi tontonan belaka.
Faktanya, ibu kota Jawa Barat yang dikenal sebagai kota pendidikan, tempat berbagai orang datang dari berbagai daerah di Indonesia untuk menimba ilmu, tidak berkembang sebagaimana seharusnya. Hal ini terasa lucu.
Ada beberapa hal yang menjadi sorotan publik selain rencana pembuatan patung. Salah satunya adalah pembangunan Masjid Raya Al-Jabbar yang memakan biaya lebih dari satu triliun rupiah, termasuk biaya operasionalnya yang mencapai miliaran rupiah.
Memiliki masjid megah dan mewah dapat membanggakan warga Jawa Barat dan menarik perhatian berbagai kalangan.
Namun, apakah simbol tersebut meningkatkan kualitas spiritual dan keberagamaan warga, setidaknya warga di sekitarnya? Jangan-jangan masjid tersebut hanya menjadi tempat wisata semata?
Faktanya, minat masyarakat muslim Jawa Barat untuk datang ke lokasi masjid tersebut sangat besar. Namun, kunjungan mereka lebih berkaitan dengan rasa ingin tahu dan kegiatan makan-makan seraya meninggalkan sampah yang berserakan.
Bahkan, ada kejadian memilukan di mana mushaf di masjid tersebut hilang tanpa diketahui siapa yang membawanya. Memalukan sekaligus memprihatikan.
Sekali lag, semoga rencana pembuatan patung tokoh tersebut benar-benar dievaluasi dan tidak dilanjutkan. Wallahualam.***