Surakarta, InfoMu.co – Ahmad Syafii Maarif bukan hanya dikenal sebagai seorang sejarawan, cendekiawan, tokoh Muhammadiyah, tetapi juga dikenal sebagai seorang guru bangsa dengan kepribadian yang humanis, pluralis, inklusif, moderat, terbuka, dan toleran.
Dalam rangka merawat pemikiran Buya Syafii, yayasan Maarif Institute mengadakan Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif dengan tema “Islam, Kebhinekaan dan Keadilan Sosial” pada Sabtu (12/11).
Kegiatan ini diniatkan dalam rangka mendukung siar Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Universitas Muhammadiyah Surakarta tanggal 18-20 November 2022.
Tujuan adanya kegiatan ini untuk merefleksikan tema-tema dan relevansi pemikiran Buya Syafii Maarif dalam konteks mencari formulasi jawaban atas tantangan keislaman, keindonesian, dan kemanusiaan hari ini.
Selain itu acara ini bertujuan untuk menginternalisasikan semangat intelektualisme dan cita-cita sosial Buya Syafii Maarif di kalangan kaum muda Indonesia melalui proses diskursus publik dan kaderisasi intelektual.
Direktur Eksekutif Maarif Institute Abdul Rahim Ghazali mengatakan bahwa pemikiran Syafii Maarif tentang keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan sangat ensiklopedis.
Bersamaan dengan itu, melalui tulisan-tulisannya, Buya selalu mengumandangkan moralitas dan keadaban publik.
“Kita berharap bisa terus mengembangkan apa yang menjadi impian Buya yang merupakan impian kita semua. Menjadikan Indonesia utuh minimal menjelang satu hari sebelum Hari Kiamat,” ucap Abdul Rahim.
Sementara itu, Fajar Riza Ul Haq mengingatkan bahwa merawat pemikiran Buya Syafii tidak sama dengan mengawetkan, melainkan memelihara imajinasi anak bangsa mengenai Indonesia.
Bagi Buya, kata Fajar, Indonesia beruntung memiliki keragaman yang sangat utuh dalam berbagai bidang. Sebagai formulasi menghadapi keragaman, Indonesia juga punya semboyan Bhineka Tunggal Ika.
“Merawat bukan mengawetkan, tapi bertujuan memelihara imajinasi kita mengenai Indoensia. Tulisan Buya sangat concern Keindonesiaan, Kebhinekaan, dan Keadilan Sosial. Buya itu cendekia sekaligus aktivis,” ucap Fajar.
Pemikiran Buya bukan hanya milik Muhammadiyah tetapi milik bangsa ini. Karenanya dalam pidato kunci yang disampaikan Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menegaskan bahwa salah satu warisan pemikiran Buya Syafii ialah komitmennya tentang Indonesia miliki bersama, bukan segelintir kroni atau golongan.
Setelah Haedar menyampaikan pidato kuncinya, para narasumber dalam kegiatan ini adalah orang-orang pilihan yang memiliki otoritas dalam bidang pengetahuan tertentu. Mereka terdiri dari para tokoh lintas agama, cendekiawan, dosen dan peneliti senior yang berpengalaman di bidangnya. (muhammadiyah.or.id)
No comments yet.