MUHAMMADIYAH.OR.ID, KUPANG – Menggali relasi dan masa depan antar agama yang konstruktif, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah ke-48 bertajuk “Kerjasama Antar Iman dan Integrasi Sosial” di Universitas Muhammadiyah Kupang, Rabu (25/05).
Menjadi salah satu narasumber dalam acara tersebut, Pendeta Katolik Philipus Tule, SVD, mengungkapkan bahwa ikhtiar positif antar agama ini telah dilakukan sejak lama di kawasan Indonesia Timur. Untuk merekat persahabatan dengan umat Islam, umat Katolik di sana bahkan membangun kerja sama dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dalam berbagai kegiatan sosial hingga penelitian dan publikasi yang mengajarkan semangat dialog dan perdamaian.
“Kemungkinan untuk membangun kerukunan dan kerja sama antar iman bergantung pada kita dalam memahami telogi yang diajarkan agama-agama, bahwa teologi itu adalah suatu hasil pergumulan akademik dari para pemikir agama-agama. Dia bukanlah wahyu,” jelas Tule.
“Sehingga jika seseorang itu berpikiran sempit, maka dia cenderung radikal. Tapi ketika pemahaman agamanya lengkap, luas, dan komprehensif termasuk pemahamannya pada agama lain, maka semakin terbuka imannya dan semakin terbuka untuk menghayatinya dalam semangat kerja sama lintas iman,” imbuhnya.
Meski ide ini telah disampaikan oleh Paus Clemen ke-XI di abad 18, di dunia Katolik sendiri, kata dia ikhtiar membangun kesadaran baru untuk mengedepankan dialog dan kerja sama antar iman secara resmi dimulai sejak Konsili Vatikan ke-II.
“Bahwa gereja zaman sekarang atau gereja post Konsili Vatikan II telah menandai suatu era baru dalam gereja yang semakin dialogal dan terbuka terhadap agama-agama dunia, khususnya Islam,” ungkapnya.
“Itu intinya spirit untuk membangun kerja sama dalam berbagai dokumen Konsili Vatikan II, yaitu membangun dunia, masyarakat, dan semua faktor-faktor ini menggerakkan gereja secara internal bersama kelompok yan lain untuk membangun dunia ini,” jelasnya.
Tokoh-tokoh Katolik seperti Charles de Foucauld hingga Paus pun kata Tule telah memberikan contoh nyata bagaimana membangun persahabatan antar umat beragama.
“Di samping ensiklik kami juga belajar dari hidup para Paus itu. Mereka berkunjung ke negara muslim seperti pidato Paus Yohanes Paulus ke-II untuk bersatu antara muslim dan Katolik melawan sekularisme dan ateisme,” ungkapnya. (afn)
No comments yet.