Breaking News
Categories
  • #muktamar muhammadiyah aisyiyah 48
  • Acara
  • Berita Organisasi
  • Berita Sekolah
  • Cerpen
  • Featured
  • Gerak
  • Kabar
  • Kegiatan Mahasiswa
  • Kegiatan Sekolah
  • Keislaman
  • Muhammadiyah News Network
  • Muhammadiyah or id
  • Palestina
  • Pendidikan dan Pelatihan
  • Politik
  • PWMU CO
  • Resensi buku
  • Srawung Sastra
  • Tarjih
  • TVMU
  • Uncategorized
  • Video
  • wawasan
  • Perlukah Salat Khusuf Saat Terjadi Gerhana Bulan Penumbra?

    May 07 202323 Dilihat

    BANDUNGMU.COM, Bandung — Pada malam Jumat-Sabtu (05-06/05) terjadi fenomena gerhana bulan penumbra.

    Berbeda dengan umbra, gerhana kali ini terjadi di mana bulan memasuki daerah penumbra Bumi sehingga mengakibatkan bayangan bulan menjadi lebih redup.

    Terjadinya gerhana bulan adalah karena bulan masuk dalam bayang-bayang bumi. Namun, perlu dicatat bahwa dalam perjalanannya mengelilingi bumi, saat gerhana, bulan tidak selalu melintasi bayang-bayang pekat bumi (umbra). Bisa saja bulan hanya lewat di sampingnya dalam bayang-bayang semu bumi (penumbra).

    Gerhana dalam literatur hadis

    Pada zaman Nabi SAW selama periode Madinah terjadi 4 kali gerhana matahari yang dapat diamati di Madinah yang semuanya adalah gerhana matahari parsial (sebagian).

    Sedangkan gerhana bulan selama periode Madinah terjadi 17 kali: 4 kali total, 7 kali parsial, dan 6 kali penumbral. Namun dalam hadis, yang banyak mendapat perhatian adalah gerhana matahari.

    Hal itu memang demikian sepanjang sejarah peradaban manusia. Gerhana matahari selalu mendapat perhatian lebih banyak. Hampir tidak ada hadis yang merekam gerhana bulan di zaman Nabi saw.

    Saat gerhana matahari parsial terjadi di Madinah, Nabi saw melakukan salat gerhana matahari. Gerhana matahari parsial itu dialami oleh kawasan muka bumi yang masuk ke dalam bayangan semu bulan (penumbra).

    Bedanya dengan gerhana bulan penumbral adalah bahwa saat bodi bulan masuk dalam bayangan semu bumi (penumbra) piringan bulan terlihat dari muka bumi utuh dan bulat, hanya saja cahaya piringan bulan itu sedikit lebih redup, namun tidak begitu terasa.

    Jadi tidak ada bagian piringan bulan yang tertutup yang membuatnya tampak tidak utuh. Piringan bulan baru nampak tertutup apabila bodi bulan memasuki umbra (bayangan pekat) bumi.

    Dasar pelaksanaan salat gerhana matahari dan gerhana bulan adalah hadis ‘Aisyah. Menurut hadis ini, apabila terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, maka dilakukan salat gerhana.

    Kata “melihat” dalam hadis di atas tidak diartikan melihat secara fisik, tetapi dimaknai mengalami, yakni kawasan tempat kita berada tertimpa bayangan gelap (umbra) atau bayangan semu (penumbra) dalam kasus gerhana matahari, atau tertimpa bayangan gelap (umbra) bulan dalam kasus gerhana bulan.

    Jadi, walaupun kita tidak melihat gerhana itu secara fisik karena saat itu hujan lebat misalnya atau keadaan langit berawan tebal yang menghalangi terlihatnya gerhana, saat itu tetap disunatkan salat gerhana. Pasalnya kita sedang mengalaminya, meskipun tidak melihatnya secara fisik lantaran tertutup awan tebal.

    Gerhana bulan penumbra, perlu salat khusuf?

    Kata “khusuf” secara keseluruhan mengandung makna terbenam, hilang, berkurang, membolongi, menyobek. Dalam kasus gerhana bulan, hilangnya piringan bulan atau tampak terpotong atau ompong dan tidak utuh karena bola bulan masuk dalam umbra.

    Apabila tidak masuk ke dalam umbra, tetapi hanya masuk dalam penumbra, piringan bulan akan tetap tampak utuh (bulat) dan tidak ada bagiannya yang tampak terpotong. Hanya saja cahaya bulan itu sedikit redup, namun sulit dibedakan dengan tidak gerhana.

    Majelis Tarjih dan Tajdid berpendapat bahwa salat gerhana dilakukan apabila terjadi gerhana di mana piringan dua benda langit tampak berkurang atau tidak utuh atau hilang seluruhnya.

    Perlu dicatat bahwa salat gerhana itu dilaksanakan baik kita melihat secara fisik atau tidak lantaran ada awan tebal misalnya. Artinya salat gerhana dilaksanakan karena kawasan kita, walaupun kita tidak dapat melihatnya dengan mata telanjang karena adanya awan pekat yang menutupinya.

    Dalam kasus gerhana penumbral, piringan bulan tampak utuh dan bulat, tidak tampak terpotong, hanya cahaya bulan sedikit redup dan terkadang orang tidak bisa membedakannya dengan tidak gerhana.

    Oleh karena itu, dalam kasus gerhana bulan penumbral menurut Majelis Tarjih dan Tajdid tidak disunatkan melakukan salat gerhana bulan.***

    ___

    Sumber: muhammadiyah.or.id

    Editor: FA



    sumber berita ini dari bandungmu.com

    Author

    Share to

    Related News

    Banjir Lampung

    Banjir Bandang Melanda Lampung Tiga War...

    by Jan 22 2025

    Hujan deras dengan intensitas tinggi melanda delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung, termasuk La...

    Hak Pejalan Kaki – bandungmu.com

    by Nov 23 2024

    Oleh: Sukron Abdilah*  BANDUNGMU.COM — Kita selalu beranggapan bahwa untuk berbuat baik harus mem...

    Pelajaran dari Kehati-hatian Rasulullah ...

    by Nov 23 2024

    BANDUNGMU.COM, Bandung – Diskusi mengenai tobat pelaku zina yang belum menjalani hukuman sering me...

    Islam Berkemajuan Harus Jadi Arus Utama ...

    by Nov 23 2024

    BANDUNGMU.COM, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad secara resmi membuka...

    SDIT Muhammadiyah Harjamukti Latih Keman...

    by Nov 23 2024

    CIREBONMU.COM  —  SDIT Muhammadiyah Harjamukti Kota Cirebon adakan kegiatan camping yang penuh d...

    UAH Ajak Umat Islam Perkuat Akidah Demi ...

    by Nov 23 2024

    BANDUNGMU.COM, Jakarta — Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustaz A...

    No comments yet.

    Sorry, the comment form is disabled for this page/article.
    back to top