MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dalam UU Wakaf no 41 tahun 2004 disebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.
Sementara itu, wakaf uang adalah wakaf benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri yang diterbitkan melalu sertifikat wakaf uang. Sertifikat Wakaf Uang adalah surat bukti yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada Wakif dan Nazhir tentang penyerahan wakaf uang.
“Kita sudah paham secara normatif wakaf uang ini sudah dikelola, para ulama juga tidak banyak memperdebatkan, pada tataran praktisnya ini sudah dijalankan sejak lama sekali,” tutur Wakil Ketua Nazhir Wakaf Uang Muhammadiyah Hilman Latief dalam acara Launching Nazhir Wakaf Uang Muhammadiyah pada Sabtu (23/04).
Selama ini, sumber keuangan persyarikatan berasal dari zakat, infak/shadaqah, hibah pribadi/lembaga, dukungan amal usaha, dan bantuan pemerintah.
Hilman berharap ke depan Muhammadiyah lebih serius mengelola wakaf uang ini. Ia menuturkan potensi sumber dana wakaf uang terbagi dua, yaitu: Wakaf Uang Sukarela dan Wakaf Uang Wajib. Wakaf Uang Sukarela adalah wakaf uang yang diserahkan oleh wakif (anggota, simpatisan, lembaga) secara sukarela kepada Nazhir Wakaf Uang Muhammadiyah dengan jumlah yang dikehendaki oleh wakif dalam waktu yang tidak terikat maupun terikat.
Wakaf Uang Wajib adalah wakaf uang yang diserahkan oleh wakif (anggota, simpatisan, BUMM, dan AUM) kepada Nazhir Wakaf Uang Muhammadiyah dengan jumlah ditentukan oleh persyarikatan sesuai dengan mempertimbangkan kemampuan wakif.
Hilman menuturkan pengelolaan Wakaf Uang ini penting sebab akan berperan besar sebagai dana abadi persyarikatan. Setidaknya ada empat urgensi mengapa Muhammadiyah perlu mengoptimalkan potensi wakaf uang ini, di antaranya: Pertama, keberadaan amal usaha yang mampu menghasilkan sumber keuangan menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga yang tidak terlalu memiliki ketergantungan kepada pihak lain; kedua, tradisi filantropi dan gotong royong yang sedari dulu menjadi bagian dari semangat dalam menggerakkan persyarikatan menjadi fondasi yang kuat bagi Muhammadiyah; ketiga, sikap amanah yang dipegang para generasi pendahulu dalam persyarikatan masih kuat membekas dalam bentuk tingkat kepercayaan yang tinggi dari publik; keempat, Muhammadiyah sudah mulai merambah jalur bisnis untuk memperkuat pilar keuangan organisasi yang berpotensi mengelola dana wakaf.
Dengan adanya dana abadi di bidang pendidikan, Muhammadiyah dapat memberikan pembiayaan riset strategis, penguatan kelembagaan, peningkatan mutu pendidikan, penyediaan sarana dan prasana pendidikan, misi pemerataan, dan beasiswa.
Sementara dalam wilayah kemanusiaan, dana abadi yang bersumber dari wakaf uang akan berperan besar dalam re-engenering dana kemanusiaan, pembiayaan misi kemanusiaan, penguatan kelembagaan kemanusiaan, dan penyediaan sarana dan prasarana kemanusia di berbagai provinsi.
Hilman membuat peta jalan atau road map penguatan wakaf uang hingga tahun 2030 sebagai proyeksi dana abadi persyarikatan. Tahun-tahun pertama pembuatan pedoman, penyusunan panduan-panduan, penyiapan SDM, penyiapan infrastruktur dan Sumber Daya Nazhir, menjalin kemitraan, perumushan model investasi keuangan, model bisnis dan model investasi. Dirinya berharap 20 tahun yang akan datang, potensi wakaf uang ini telah terwujud nyata untuk segala bidang seperti pendidikan, sosial, dan kemanusiaan.