MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Berkait dengan bertakbir yang diiringi irama bunyi pukulan bedug atau suara alat-alat musik yang lain dengan alasan syi‘ar telah dibahas dalam Majalah Suara Muhammadiyah No. 23 tahun 2004.
Dalam Fatwa Tarjih tersebut berpendapat bahwa irama bunyi bedug atau alat musik yang lain, sesungguhnya adalah bertujuan untuk memperindah pendengaran, dengan harapan dapat menarik orang untuk mendengarkan atau mengikuti suara yang diiringi oleh bunyi alat musik tersebut. Dengan iringan musik, jamaah merasa senang dan terhibur bahkan dapat menambah semangat dalam bertakbir. Jika demikian, maka tidak menutup kemungkinan bahwa takbir yang diiringi dengan irama/bunyi bedug atau alat musik yang lain, akan mampu mengajak orang untuk ikut mendengarkan atau bahkan ikut pula bertakbir.
Tetapi dalam pada itu, tidak menutup kemungkinan pula keikutsertaan orang dalam bertakbir telah diwarnai untuk mencari hiburan semata, bahkan mungkin lebih dominan daripada tujuan untuk menghayati dan meresapi makna yang terkandung dalam lafadz-lafadz takbir sebagai sebuah ibadah. Setidak-tidaknya kepada pemain musiknya akan lebih terkonsentrasi kepada menjaga keselarasan irama musik dengan suara takbir yang dikumandangkan.
Jika yang diperkirakan ini menjadi sebuah kenyataan, dan jika dalam masyarakat sosialisasi takbir sebagai ibadah semakin menipis, maka terjadinya pergeseran nilai dalam bertakbir bukan merupakan suatu hal yang mustahil: takbir berubah dari nilai ritual (ibadah) menjadi sebuah hiburan yang profan (duniawi). Oleh karena itu, atas dasar dalil saddu al-dzari’ah (menutup jalan terjadinya kerusakan), Majelis Tarjih cenderung bertakbir dilakukan secara khusyu‘ tanpa diiringi irama musik apapun.
Ada pun lafadz takbir yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw sebagai berikut:
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ
atau
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Hal tersebut berdasarkan dalil:
عَنْ سَلْمَانَ قَالَ: كَبِّرُوْا، اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَ جَاءَ عَنْ عُمَرَ وَابْنِ مَسْعُوْدٍ: اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ
“Diriwayatkan dari Salman, ia berkata: bertakbirlah dengan Allaahu akbar, Allaahu akbar kabiiraa. Dan diriwayatkan dari Umar dan Ibnu Mas’ud: Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil-hamd.” [HR. Abdul Razzaaq, dengan sanad shahih].