Oleh: Ace Somantri, Akademisi UM Bandung
BANDUNGMU.COM, Bandung — Indonesia adalah negara yang lahir pada 1945. Lalu, bagaimana kita mencermati perkembangan dunia pendidikan sejak saat itu hingga kini?
Pendidikan menjadi kunci kekuatan eksistensi dan kemajuan bangsa dan negara di mana pun berada, tanpa melihat perbedaan suku, ras, dan agama.
Sebelum Indonesia merdeka atau pada masa kerajaan hingga masa Hindia belanda, kegiatan pendidikan sudah ada, baik yang bernuansa pesantren maupun sekolah umum.
Dalam hal ini, dari sekian banyak warga terdapat tokoh penggerak dan pemberdaya masyarakat, termasuk di Muhammadiyah.
Perbedaan lembaga pendidikan Muhammadiyah dengan yang lain
Bila berbicara pendidikan di Indonesia, maka tidak lepas dari perjalanan historis Muhammadiyah yang lahir 33 tahun sebelum Indonesia merdeka.
Muhammadiyah identik dengan amal usaha pendidikan, baik pendidikan TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi.
Lantas, apa yang membedakan antara lembaga pendidikan Muhammadiyah dengan lembaga pendidikan lain?
Salah satunya ada pelajaran/mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan plus bahasa Arab atau lebih dikenal dengan Ismuba.
Nah, itulah kekuatan lembaga pendidikan di Muhammadiyah, yang dikembangkan atas dasar nilai-nilai ajaran yang dikemas sederhana dan dapat dipahami.
Sehingga, model pendidikan Muhammadiyah mudah diterima, terutama di beberapa wilayah yang penduduknya mayoritas nonmuslim.
Bahkan, tak sedikit peserta didik, juga mahasiswa yang beragama di luar Islam dapat mengikuti pembelajaran di sekolah Muhammadiyah.
Problem lembaga pendidikan di Muhammadiyah
Kendati demikian, masih ada beberapa lembaga pendidikan di persyarikatan yang belum memberikan pelayanan yang memuaskan terhadap konsumen.
Baik karena sumber daya manusia yang kurang memadai maupun kurikulumnya yang perlu diperbaiki sehingga butuh bantuan (mustahik).
Akibatnya, dalam penyelenggaraanya pun hanya sekadar berjalan apa adanya sehingga menjadi kurang profesional.
Namun, lembaga pendidikan itu tetap berjalan tanpa ada evaluasi untuk meningkatkan kualitasnya.
Anehnya, semua pengelolanya seperti nyaman melihat kondisi yang serba kekurangan. Bahkan, kadang Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) tersebut menjadi lahan rebutan para pimpinannya.
Sebaiknya, persyarikatan Muhammadiyah, sebagai penyelenggara segera mengevaluasi terhadap kondisi tidak baik di lembaga pendidikan itu agar para orang tua yang menitipkan anak-anaknya tak dibuat kecewa.
Banyak masalah, tapi harus optimistis
Adapun faktor (ekternal) yang membuat lembaga pendidikan di Muhammadiyah tidak dikelola maksimal adalah:
- Orang tua dengan ekonomi lemah
- IQ anak di bawah standar
- Anak yang kondisi orang tuanya bercerai
- Anak tidak tinggal bersama orang tua asli
- Anak yang kurang mendapatkan perhatian orang tua
Kondisi tersebut, sebetulnya bisa diurai, walau butuh waktu yang tidak sebentar dan akan mengalami high cost.
Sebab itu, sedapat mungkin jangan memulai dengan cara yang tidak profesional. Bila sudah terlanjur, maka usahakan perbaiki setahap demi setahap.
Seja awal, materi Ismuba dirancang sebagai kurikulum inti dan harus menjadi ruh keunggulan pada lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Khusus di Jawa Barat, lembaga pendidikan di bawah Muhammadiyah umumnya belum menjadi sekolah unggulan di daerah masing-masing.
Kiranya persoalan amal usaha pendidikan Muhammadiyah ke depan harus ada revitalisasi dari berbagai aspek.
Hal tersebut untuk meningkatkan mutu pendidikan Muhammadiyah lebih berdaya saing tinggi dan menjadi pilihan pertama dan utama, sehingga statusnya menjadi sekolah muzakki yang kapan saja dapat membantu sekolah.***