Oleh: Ace Somantri
BANDUNGMU.COM — Mengapa kita perlu menetapkan Hari Guru? Kenapa profesi tertentu harus diberi hari khusus untuk diperingati, seperti petani, nelayan, pelayan rumah tangga, karyawan, dan lainnya?
Jika semua profesi membutuhkan hari khusus, akan ada begitu banyak peringatan dalam satu hari, baik secara nasional maupun internasional.
Namun, Hari Guru bukan hanya soal menghormati dan memuja guru. Namun, tentang memahami peran mereka dalam konteks pendidikan masa kini.
Guru bukan sekadar profesi atau aktivitas mengajar di sekolah. Konsep guru sangat luas, lebih terkait dengan sikap, tindakan, dan arahan yang diberikan.
Arti guru bisa dipahami oleh siapa pun sebagai seseorang yang memberikan pedoman, arahan, dan nasihat tentang hal yang baik dan benar.
Mereka tidak terbatas pada ikatan di lingkup sekolah: mereka ada di mana pun, memberikan teladan yang diikuti atau dicontoh.
Sering kali, kita merujuk pada seseorang sebagai “guru” karena mereka memberikan bimbingan dan saran, meskipun bukan sebagai guru di sekolah.
Secara umum, masyarakat melihat guru sebagai orang yang mengajar, baik dalam setting formal maupun non formal.
Pada institusi pendidikan, seperti sekolah asrama, mereka yang mendampingi sering disebut guru atau ustaz/ustazah.
Namun, di era digital, peran guru telah bergeser. Penghargaan terhadap guru tetap ada.
Namun, posisinya tidak selalu sama dengan profesi lain, terutama karena pergeseran budaya masyarakat yang semakin menekankan kesetaraan dalam profesi, bahkan dalam konteks kesetaraan gender.
Tren ini sudah berlangsung lama, bahkan sejak abad ke-20 hingga sekarang. Bahkan profesi guru mulai digantikan oleh mesin robot dalam proses pembelajaran dan komunikasi.
Pertanyaannya, apakah nilai-nilai akan bertransformasi dengan baik atau malah semakin menjauh dari esensi pendidikan?
Mesin robot mampu menyampaikan materi dengan cara yang menarik, interaktif, dan disiplin.
Namun, apakah hal ini dapat menggantikan peran dan fungsi seorang guru dalam mendidik secara holistik?
Ada pandangan bahwa pengaruh mesin robot dapat merusak mental dan spiritualitas, terutama dalam hal agama.
Namun, jika teknologi tersebut dimanfaatkan untuk kebaikan dan kebenaran dalam ajaran agama, bisa menjadi bagian dari perkembangan peradaban manusia, termasuk dalam konteks ajaran Islam.
Umat muslim diharapkan bisa menggali lebih dalam ajaran Ilahi untuk mencapai peradaban yang lebih maju.
Tidak perlu saling menunggu atau menyalahkan satu sama lain. Kejujuran, nurani yang jernih, dan ajaran Ilahi bisa membangun masyarakat yang adil dan beradab.
Guru telah menjadi teladan dalam berbagai nilai kebaikan selama berabad-abad. Masyarakat meyakini bahwa mereka harus diikuti dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, tanggung jawab seorang guru tidak hanya terletak pada jabatan.
Namun, seberapa jauh mereka mampu bertahan dan menonjol di tengah pengaruh media lain yang ikut berperan dalam membentuk karakter anak didik.
Kecerdasan buatan atau AI telah menjadi bagian dari kehidupan manusia, termasuk dalam pendidikan. Namun, dampak dan risiko dari penggunaannya sudah terlihat.
Hal yang perlu dilakukan adalah menghadapi dampak tersebut dengan bijak, sesuai dengan ajaran agama, dan membuat produk ilmu yang lebih maju.
Yakni dengan fokus pada kebaikan dan kebenaran, serta memperhitungkan konsekuensi bagi semua pihak yang terlibat.
Peran guru tetap penting dalam memberikan teladan, semangat, dan motivasi.
Mereka juga mengingatkan akan pengaruh buruk nafsu manusia pada perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan sejati.
Terima kasih, guru-guruku. Nasihat dan dedikasimu tidak akan terlupakan.
Keringatmu akan menjadi saksi dan suaramu yang penuh kasih sayang akan menjadi pertimbangan di masa pertanggungan jawab kelak.
Coretan di papan tulis juga akan menjadi bukti perhatianmu pada generasi ini.
Kesabaranmu dalam menghadapi kesulitan anak didikmu dalam memahami pelajaran juga takkan terlupakan.
Engkau adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Wallahu alam.***