Lahir di negeri antah-berantah
Dilabuhkan di Grissee
Bukan terdampar
Aroma laut telah berkawan peluh bercucur
Berkawan Bau ketiak
Di antara Kuli angkut hasil laut yang berteriak
Gadis kecil berdiri di balik jeruji pagar sekolah
Menghabiskan waktu istiharat melepas Lelah
Menatap nanar pada perempuan paruh baya
penjaja makanan asing baginya
“Cak, simping, Cak?
Yuk, dak simping ta?”
“kirim nyang Sang Omah, yo… koyok biasa e!”
Pekiknya membuat anak-anak kecil berhambur
Rela jongkok di depan ember hitam kusam
Cuil dibagian pinggirnya
Riuh
Merelakan tiap lembar uang kumal berbau apek dalam sakunya
Ditukar keping demi keping simping
Gadis kecil itu merogoh uang lusuh dalam saku
Menatap sejenak pada lembar terakhir milikinya hari itu
Lalu beralih pandang pada kerumunan temannya yang asyik membuka cangkang simping
Uang untuk ongkos pulang atau dibelikan simping
Bimbang
Esok belum tentu penjaja simping itu datang lagi
Ombak tak bisa ditebak
Laut tak bisa membimbing jala
Nelayan tak tau apa yang akan tersangkut
Esok pun belum tentu gadis itu diberi uang
Tanggal tua kata ibunya
Namun, satu yang pasti
Jika hari ini gadis itu tak punya uang,
Dia tak kan bisa pulang
Karena ayahnya yang buruh itu,
Sibuk kerja lembur hingg akhir bulan
Gadis itu balik badan
Meninggalkan rasa penasaran
Demi menjumpai kenyataan
Penulis :
Yusnita Larashati, S.S.
Surabaya, 28 Maret
Bendahara 1 Dewan Kebudayaan Gresik dan Ruang Sastra
No comments yet.