Hukum Takbiran Keliling, Sunnah atau Bidah? | PWMU.CO

Hukum Takbiran Keliling, Sunnah atau Bidah? (ilustrasi modifikasi freepik.coM)

Hukum Takbiran Keliling, Sunnah atau Bidah? Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari

PWMU.CO – Idul Fitri adalah momen yang membahagiakan sekaligus anugerah bagi umat Islam yang telah menjalani puasa Ramadhan.

Atas anugerah dan kebesaran-Nya yang dirasakan oleh hamba-hamba-Nya yang beriman inilah, Allah SWT lantas memerintahkan agar umat Islam melafalkan takbir dalam rangka mengagungkan-Nya.

Allah SWT berfirman: وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

 “…hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa) dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (al-Baqarah: 185)

Bertakbir ketika menyambut Idul Fitri dimulai sejak terbenamnya matahari yang menandakan masuknya hari pada 1 Syawal hingga pagi hari sebelum dilaksanakan shalat Idul Fitri.

Terkait menyambut hari raya tersebut, umat Islam di Indonesia memiliki budaya tersendiri, yaitu takbir keliling. 

Mereka mengumandangkan takbir dengan dikemas sedemikian meriah. Takbiran dilakukan dengan berjalan bersama-sama mengelilingi perkampungan, perumahan, bahkan di jalan raya. 

Diiringi dengan bedug dan lantunan musik membuat suasana semakin meriah. Hal ini dilakukan dengan tujuan syiar Islam agar orang-orang di sekitar semakin merasakan suasana kemeriahan Idul Fitri.

Selain itu takbir keliling dilakukan agar orang-orang di sekitar tidak hanya tertarik untuk mendengar, melainkan juga ikut melafalkan takbiran. Hal ini merupakan suatu tujuan yang positif.

Akan tetapi ada hal-hal yang perlu diperhatikan mengingat makna takbir itu sendiri serta melihat pada praktik takbiran yang disyariatkan pada zaman Nabi maupun para sahabat.

Penulis mengutip pandangan Majelis Tarjih dan Tadjid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengenai masalah ini.

Pertama, terkait takbiran dengan suara keras, Majelis Tarjih mengimbau agar dengan bersuara keras itu tidak mengurangi penghayatan dalam bertakbir hari raya. 

“Hendaklah dipahami bahwa sesungguhnya yang tidak kalah penting dalam bertakbir itu adalah sebagai perwujudan atau ekspresi kesadaran terhadap keagungan asma Allah dan kenisbian manusia di hadapan-Nya serta sebagai tanda syukur atas petunjuk dan nikmat yang diberikan oleh-Nya. 

Oleh karena itu dalam bertakbir harus dilakukan sekuat mungkin berusaha menghayati makna yang terkandung dalam lafadz-lafadz takbir itu, sehingga dapat berpengaruh ke dalam jiwa untuk semakin meningkat ketaqwaannya.” (Tanya Jawab Agama VI, h. 76).

Baca sambungan di halaman 2: Hukum Takbir Keliling

sumber berita by [pwmu.co]

Author

Vinkmag ad

Read Previous

Mudik Bukan Ajang Flexing untuk Pamer Keberhasilan di Kampung Halaman

Read Next

Terdakwa Sabu-sabu 105,5 Kg Divovis Mati Pengadilan Tinggi Banda Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular