Kolom Ustadz Latif Khan : Anomali manusia Modern Sukses Tapi Kehilangan Iman dan Kebahagiaan

Anomali manusia Modern Sukses Tapi Kehilangan Iman dan Kebahagiaan
Oleh Abdul Latif Khan

Sukses menjadi impian semua orang. Sukses sering dikonotasikan dengan berhasil. Walau apa yang dipahami sebagai sukses belum tentu menunjukkan makna sukses itu sendiri. Karena tidak sedikit orang yang mencapai sukses secara material, namun disaat bersamaan ia kehilangan atau malah bangkrut secara ruhani. Pernah ada seorang artis cantik jelita dan kaya tertangkap karena mengkonsumsi narkoba. Ketika ditanyakan alasan kenapa ia mengkonsumsi narkoba, maka ia menjawab bahwa ia stress. Ini menunjukkan bahwa walaupun ia sukses secara materi namun ia kehilangan kebahagiaan dirinya sendiri. Dan ini menjadi fenomena masyarakat modern. Meminjam bahasa Seyyed Hosssein Nasr, manusia modern sekarang ini telah kehilangan dirinya sendiri.

Pada kenyataannya memang manusia modern telah menunjukkan keberhasilan yang amat luar biasa di seputar capaian teknologi. Temuan-temuan teknologi itu berlangsung demikian mencengangkan laksana ledakan quantum yang tak habis-habisnya. Tapi anehnya bersamaan dengan keberhasilan tersebut, manusia modern semakin mudah menganggap bahwa semua keberhasilan itu sepenuhnya adalah akibat dari kesungguhan  mereka. Tidak ada peran Tuhan disitu. Bahkan mereka mulai mengenyahkan Tuhan dari aktivitas keseharian mereka. Apa yang dikatakan Nietzche bahwa Tuhan itu sudah mati memang tidak diyakini secara ideologi. Tapi diakui sepenuhnya secara operasional. Tentu saja ini merupakan kenyataan yang memilukan, karena suka tidak suka, manusia modern sebenarnya tengah menjerit pilu karena ia kehilangan dirinya sendiri. Ia kehilangan kebahagiaan sejatinya. Ia kehilangan kedamaian di rumahnya. Ia kehilangan keharmonisan dengan pasangan hidupnya dan juga anak-anaknya.

Model manusia dalam kehidupan

Tidak sedikit orang yang tidak tahu apa tujuan hidupnya. Bagi mereka hidup itu mengalir saja seperti air. Yang penting ia terus bergerak dan yang menggerakkannya adalah kesenangan. Orang sedemikian ini, orientasi hidupnya adalah hawa nafsu. Mindset yang menggerakkannya itu adalah hedonisme dan permissivisme. Mereka seperti binatang yang tidak peduli nilai moralitas. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam al Qur’an, Qs. Al Jatsiyah,:23 “maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan Nya, dan Allah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapa yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat?) Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Ayat di atas dengan begitu jelas menggambarkan keadaan model manusia tersebut. Bagi mereka nilai hidup adalah apa yang disukai hawa nafsu. Tentu saja mereka juga menganggap bahwa kehidupan adalah kehidupan dunia yang sepenuhnya harus dinikmati tanpa memikirkan akibat apapun. Karena mereka walau tidak secara terbuka, namun jelas tidak peduli dengan kehidupan akhirat. Mereka ini akan menjadi orang yang merugi dalam kehidupan akhirat mereka. Sementara dalam kehidupan dunia ini, kerusakan dan melabrak nilai-nilai moral menjadi kebiasaan sehari-hari.

Ada pula yang mereka menyadari bahwa ada kehidupan lain (akhirat) yang menjadi tempat akhir kehidupan mereka. Oleh karenanya mereka melakukan segala hal di dunia ini untuk kebahagiaan akhirat mereka. Namun mereka bersikap ekstrem terhadap kehidupan dunia ini. Mereka menganggap dunia ini nista dan hina. Dan hanya orang yang hina dan nista sajalah yang mau mengais dari dunia ini. Sebagian mereka bersembunyi dalam mihrab ibadah mereka, bahkan dengan tanpa busana. Mereka menganggap bahwa kesucian itu dengan menanggalkan semua hal yang berbau dunia dengan semua kesenangannya. Ada pula yang berjalan di tengah khalayak dengan menjadi pengemis. Sementara itu ada pula yang mereka terjun di tengah khalayak melakukan aktivitas normal sebagai manusia, tapi lemah dalam rambu-rambu moral. Walau semua itu mereka lakukan dengan dalih yang penting melakukan kebaikan untuk manusia. Mereka ini semua adalah orang yang sadar dengan kehidupan akhirat, tapi tidak tahu secara hakiki bagaimana seharusnya berbuat untuk kepentingan akhirat itu.

Sementara ada kelompok ideal dan inilah yang seharusnya, yaitu orang yang menjadikan dunia sebagai ruang ibadah mereka kepada Allah dan meyakini bahwa keuntungan hakiki dari semua amal dunia mereka akan mereka petik di akhirat kelak. Mereka mengawali aktivitas keduniaan mereka dengan lebih dahulu meyakini bahwa mereka adalah hamba Allah dan mereka mengikuti aturanNya. Karena tentunya sebagai hamba mereka menyadari bahwa mereka tidak mungkin memiliki kekuasaan mutlak atas diri mereka sendiri. Penguasa sejati diri mereka adalah Allah. Dan mereka yakin bahwa Allah sebagai Penguasa atas diri mereka itu tidak zhalim. Allah akan mengarahkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat. Dan itulah sebabnya mereka menyerah total kepada Allah. Karena mereka juga tahu bahwa jika mereka tidak mengikuti aturan Allah maka mereka akan gagal  dan merugi

Sebagaimana disebutkan dalam Qs. Adz Dzaariyat,51:56 bahwa hakikat manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah. Ibadah maksudnya di sini adalah ketundukan total kepada Allah dalam semua urusan hidup mereka. Di antara kerja kemanusiaan yang mereka yakini harus mereka lakukan adalah menjalankan fungsi memakmurkan bumi. Jadi hakikat kehidupan dunia bukan merusak tapi membangun, merawat dan melestarikan bumi. Di titik inilah kehidupan menjadi bernilai. Nabi saw dalam satu hadistnya menyatakan orang terbaik adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain. Sehingga prestasi bagi orang di kelompok ini bukan seberapa banyak dia sudah mengumpulkan kesenangan dunia, melainkan pada seberapa banyak dia sudah berbuat di tengah orang banyak. Dan Allah menyukai seorang hamba melakukan sesuatu yang bermanfaat itu, sedikit tapi rutin ketimbang banyak tapi sangat jarang.  Jadi kata kuncinya adalah perbuatan yang bermanfaat.

Ada apa dengan manusia modern

Ketika ukuran-ukuran keberhasilan ditandai dengan seberapa banyak kita mengumpulkan apa dari kehidupan dunia ini, bukan seberapa banyak kita berbuat apa. Maka itu menunjukkan kegagalan kita dalam memahami hidup. Dan itulah sebab yang mendasari terjadinya histeria, depresi, dan berbagai penyimpangan kejiwaan  manusia modern.

Tingginya tingkat bunuh diri yang terjadi di negara-negara dengan capaian ekonomi tinggi. Perilaku moral menyimpang yang jamak bagi seluruh masyarakat di seantoro dunia. Rusaknya makna keluarga dan rumah tangga, semakin menunjukkan bahwa manusia modern mengalami nestapa yang mencemaskan. Negara-negara super power yang menunjukkan supremasinya dengan senjata pemusnah massal dan menggagas perang. Sebenarnya menunjukkan bahwa eskalasi kerusakan jiwa sudah masuk ke wilayah struktural negara.

Manusia modern memerlukan petunjuk sejati yang menyelamatkan hidupnya. Hidup dirinya, keluarganya, masyarakatnya memerlukan penyelamat yang tak membiarkannya terseret dalam kesesatan yang mengeringkan makna hidupnya. Goerge Bernard Shaw, seorang sastrawan Inggris pernah mengatakan bahwa manusia modern sekarang ini membutuhkan hadirnya manusia sekaliber Muhammad saw. Karena Muhammad saw adalah manusia yang mampu secara tegas mengajarkan nilai-nilai moral kemanusiaan yang abadi serta menunjukkan dalam perilaku kesehariannya melalui akhlaqul karimah.

Benar bahwa masalah sejati manusia modern itu adalah kehilangan nilai moral dirinya sendiri. Sehingga dalam hidup ia melabrak apa saja dan mengira ia berhasil dan sukses ketika mendapatkan banyak harta, jabatan atau kesenangan lainnya. Padahal dalam kesendiriannya, ia menyadari betapa keringnya hidupnya, dan betapa jauhnya ia dari kebahagiaan.

Perlunya orang mukmin untuk hadir menabur hidayah di tengah khalayak

Orang-orang yang beriman kepada Allah, yang merasakan nikmatnya iman itu, yang sudah mereguk kebahagiaan ketika menerapkan nilai-nilai iman dalam perilaku kehidupan mereka, seharusnya tidak hanya berada di mihrab-mihrab ibadah mereka. Tapi mereka harus meluaskan mihrab mereka. Bahwa dunia ini seluruhnya hakikatnya adalah mihrab ibadah, bahwa seluruh aktivitas kemanusiaan itu hakikatnya adalah ibadah. Dan ibadah yang paling disukai Allah itu adalah membuka jalan petunjuk bagi mereka yang tersesat.

Jika kira menyadari bukan perolehan dunia yang meninggikan kedudukan kita di hadapan Allah, melainkan ibadah yang kita lakukan lillah. Tentu kita akan gandrung untuk melakukan amal yang paling dicintai Allah. Yaitu mengajak orang untuk selamat dari tujuan semua kehidupan menuju tujuan hakiki kehidupan.

Orang-orang mukmin perlu hadir menampilkan kenikmatan beriman di lapangan ekonomi, sosial, budaya dan lainnya. Orang mukmin harus muncul dan dirasakan kehadirannya disemua ruangan hidup yang disitu banyak orang tersesat yang mengira bahwa mereka sudah mencapai tujuan hidup, atau mereka yang kebingungan dan menyerah karena tidak tahu jalan untuk keluar dari kehidupan yang melelahkan mereka itu.

Ketika akhirnya banyak orang menjerit putus asa karena kehilangan arah hidup dan menenggelamkan diri dalam lingkaran setan. Maka sangat perlu bagi semua orang mukmin untuk bangkit dan berperan menjadi Duta Allah, menjalankan peran sebagai khalifahNYA dan mengajak manusia tidak keluar dari hakikat kemanusiaan dirinya dengan mengikuti sunnatullah. Lillah, fillah. Semoga kita semua dapat menjalankan peran sebagai DUTA ALLAH itu. Aam

sumber berita dari infomu.co

Author

Vinkmag ad

Read Previous

Hamim Ilyas : Mewujudkan Masyarakat Utama Jadi Salah Satu Tujuan Persyarikatan

Read Next

Puasa Menjadi Mi’raj Ruhani bagi Setiap Orang Beragama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular