Kolom Ustadz Latif Khan : Senyum

 

Senyum

Oleh Ustadz Latif Khan

Senyum adalah kata yang mudah diucapkan dan juga tidak sulit untuk dilakukan. Tapi kadar sebuah senyum ternyata tidak sama. Tergantung pada motivasinya. Pada seorang bayi, kita menemukan senyum yang tulus. Tanpa peduli pada ewarna kulit dan keelokan wajah mereka, senyum mereka memaksa kita untuk ikut tersenyum. Dan karena ketulusan senyum itu mengundang rasa nyaman dan teduh di hati kita.

Senyum, walau tak sulit melakukannya. Tapi sedikit orang yang tulus melakukannya dan bahkan menjadikan kebiasaan senyum sebagai ciri dirinya. Ada yang mengira bahwa kebiasaan senyum pada semua orang akan membuatnya kurang berwibawa. Adapula yang menyangka bahwa senyum tidak harus diberikan kepada sembarang orang. Sementara itu ada yang mengatakan senyum itu ya harus pada tempatnya, tergantung pada manfaat apa yang kita dapatkan dari senyum.

Belajar dari bayi

Bayi-bayi itu adalah manusia fitrah yang belum memiliki kemampuan mendiskusikan hidup mereka. Mereka lurus, tulus, apa adanya dan tidak berpura-pura dalam hidup. Mereka tak mungkin berlakon bak artis atau politisi. Mereka tak menyimpan dengki, dendam dan  kebencian. Mereka suka dengan kasih sayang dan berbaik sangka pada semua orang. Jika mereka tersenyum, maka senyum itu tulus diberikan kepada siapa saja. Senyum bagi mereka mengisyaratkan bahwa di hati mereka tidak ada kotoran yang menghalangi.

Senyum Nabi saw

Terkait dengan senyum ini pula membuat nabi saw menjadi istimewa di tengah para sahabar ra. Beliau dikenal sebagai pribadi yang ramah dan mudah senyum. Dikhabarkan bahwa Abu Sofyan pernah salah sangka dengan mengira bahwa dirinyalah yang paling dicintai Nabi saw. Bermula dari keramahan Nabi saw kepadanya membuat ia bertanya tentang siapa orang yang paling dicintai nabi saw. Nabi saw menjawab dengan menyebutkan beberapa nama sahabat utama. Kenapa Abu Sofyan menjadi begitu? Karena sikap respect  nabi saw terhadap siapapun sahabat yang berkomunikasi dengannya. Semua orang menjadi istimeea di depan beliau saw.

Bagaimana dengan senyum kita

Kenyataannya kita semakin jarang tersenyum dengan tulus. Senyum kita seperti pedagang yang selalu berhitung untung rugi. Atau juga seperti senyum politisi yang bermuatan intrik. Senyum kita tidak seperti bayi apalagi seperti nabi saw. Kita tak tersenyum ketika pengemis menyapa nurani kita melalui ketukan di kaca mobil kita. Kita baru tersenyum ketika bersapa dengan tokoh yang kita segani. Kita tersenyum saat bertemu  dengan pejabat. Kita mengira  bahwa senyum kita akan menularkan pengaruh kekayaan dan kekuasaan mereka pada kita. Kita tersenyum untuk mengambil, bukan memberi.

Marilah belajar tersenyum yang tulus. Senyum karena Allah. Dan itu tidak mudah jika bersama kita ada kekuasaan dan senyum itu harus kita berikan kepada mereka yang berada di bawah kekuasaan kita. Senyum itu juga tidak mudah ketika kita memiliki kekayaan dan harus diberikan kepada orang susah yang butuh akan kekayaan kita. Wajarlah jika Nabi saw mengatakan senyummu kepada saudaramu itu sedekah. Itu menandakan bahwa senyum itu adalah pemberian yang harus diberikan dengan tanpa pamrih. Dan marilah kita terus belajar untuk biasa memberi walau hanya melalui senyum.
______
Abdul Latif Khan
Pembina Rumah Dakwah as Sakinah

sumber berita dari infomu.co

Author

Vinkmag ad

Read Previous

Unik, Kampus Muhammadiyah Ini Adakan Buka Bersama di Lapas Perempuan

Read Next

Kisah-Kisah tentang Dahsyatnya Istighfar – PWMU.CO

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular