MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dalam QS. Al Baqarah ayat 234, Allah berfirman: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”
Menurut Anggota Divisi Kajian al-Qur’an dan Hadis Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Nur Kholis, setelah ayat sebelumnya membahas tentang penyusuan, QS. Al Baqarah ayat 234 kembali membicarakan tentang perceraian. Ayat ini membicarakan tentang perceraian disebabkan oleh kematian suami dengan segala dampak hukumnya, seperti keharusan istri beridah selama empat bulan sepuluh hari dan aturan yang harus dipatuhinya selama masa idah itu.
Nur Kholis mengutip pandangan Wahbah al-Zuhaili. Menurutnya, Allah menjelaskan bahwa idah talak dan idah wafat itu berbeda. Hal ini terkait atau terlihat dengan penjelasan ayat sebelumnya mengenai hukum talak, rujuk, menyusui dan kewajiban seorang ayah terhadap anak dan istrinya. Dengan demikian, status idah talak dan idah wafat sangat jelas. Idah talak tidak ada masa berkabung, sedangkan idah wafat ada masa berkabung.
Nur Kholis kemudian menjelaskan bahwa makna dari kata “yatarabbashna” yang artinya “hendaklah mereka menunggu” pada ayat ini adalah “yata‘adadna” yang artinya “mereka beridah”. Dengan demikian, maksud dari ayat ini ialah “hendaklah mereka ber-iddah”. Jadi ayat ini menjelaskan tentang masa idah perempuan yang ditinggal mati oleh suami, yaitu empat bulan sepuluh hari.
Dalam masa idah wafat ini, kata Nur Kholis, seorang istri tidak dibolehkan untuk berhias sehingga mengundang orang untuk menjadi tertarik kepadanya. Kemudian tidak dibenarkan pula keluar dari rumah kecuali untuk keperluan yang sangat mendesak dan tidak dibolehkan menerima pinangan serta menikah.
“Larangan ini tentu terkait dengan masa berkabung dan berduka atas kematian suaminya. Jadi ini dilakukan sebagai penghormatan kepada suami dan juga keluarganya,” tutur Nur Kholis dalam kajian yang diselenggarakan Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Kamis (16/02).
Hits: 0