MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Salah satu karunia terbesar yang dimiliki oleh umat muslim adalah kitab suci Alquran. Berbeda dengan berbagai agama di dunia yang memiliki bermacam versi kitab sucinya, Alquran hanya memiliki satu versi yaitu yang kita kenal sebagai ‘Mushaf Ustmani’.
“Kita beruntung jadi umat Islam karena jadi satu-satunya umat beragama yang punya kitab suci yang tunggal, mushaf resmi Ustmani. Tidak ada umat beragama punya kitab suci yang tunggal seperti umat Islam,” ungkap Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Tafsir.
Dalam pengajian Nuzulul Quran, Senin (18/4) Tafsir juga mengisahkan bahwa proses penyusunan Mushaf Ustmani membutuhkan proses politik yang rumit dan tidak sederhana. Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, terdapat banyak jenis riwayat Alquran dan catatan ayat-ayatnya yang dicatat oleh berbagai sahabat di pelepah kurma dan tulang-tulang kering. Ide penyeragaman standar riwayat sekaligus penulisan Alquran dalam bentuk kitab muncul dari Umar ibn Khattab Ra yang baru terealisasi pada masa Khalifah Ustman ibn ‘Affan.
“Kita tidak bisa membayangkan kalau Ustman tidak memutuskan ini, dan ini adalah pandangan visioner dari Umar ibn Khattab sehingga semua arsip Alquran saat itu dipilih oleh Khalifah Ustman, yaitu catatan dari Zaid ibn Tsabit sehingga catatan selain Zaid dibakar sehingga dengan cara ini tidak ada mushaf Alquran lain selain mushaf Ustmani,” ujarnya.
Meskipun umat Islam sudah memiliki kitab suci tunggal, namun tafsir Alquran ada banyak jenisnya. Hal ini kata dia memberikan pelajaran bahwa keragaman pandangan itu adalah sunatullah dan umat Islam harus berlapang dada terhadap perbedaan itu.
“Maka yang harus diinternalisasi adalah bagaimana adanya keragaman penafsiran yang otomatis di sana ada keragaman amalan,” tuturnya.
“Itulah kemudian kita bangun pandangan Islam Berkemajuan, sehingga kita mengembangkan paham Islam yang progresif dalam diri kita sehingga Muhammadiyah selalu rujuk pada Alquran dan sunnah tidak sembarangan, tapi dengan metodologi, yaitu pendekatan bayani, burhani dan irfani. Sehingga meskipun kita memahami Alquran secara berbeda, tapi tetap dalam grand design Islam yang progresif dan berkemajuan,” pungkas Tafsir. (afn)
foto : ilustrasi