MUHAMMADIYAH.OR.ID, LAMONGAN – Mubalig dan warga Muhammadiyah diminta tidak terjebak atau ikutan larut dalam perdebatan internal, saling menjatuhkan klaim sebagai ahlussunnah, dan menuduh syiah.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal pada Sabtu (22/6) dalam Kajian Rutin yang diadakan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan di Umla.
Berkaca dari kasus yang terjadi di kawasan Timur Tengah, Fathurrahman menjelaskan di sana meski sama-sama Arab dan beragama Islam, mereka pecah dan sulit disatukan disebabkan perbedaan pandangan keagamaan.
“Kalau Muhammadiyah masuk ke dalam pertikaian tentang istilah ini tidak jadi kita bikin rumah sakit. Habis energi kita untuk bertikai secara internal,” ungkap Fathurrahman Kamal.
Alumni Arab Saudi ini menjelaskan, di masa sekarang terkadang perdebatan tidak lagi tentang pelaksanaan sunnahnya, tapi lebih kepada sensitivitas golongan – sosiologis dan psikologis yang ditampakkan melalui simbol-simbol dangkal.
Terkait dengan perbedaan beberapa pandangan disebabkan oleh pendekatan yang digunakan. Muhammadiyah, kata Fathur, antara ilmu agama dengan sains merupakan dua hal yang saling menopang bukan saling kontradiktif.
Merujuk pendapat dari Imam Ibnu Hazm, ahlussunnah adalah mereka ahlul haq yaitu lawan dari ahlul bid’ah. Tapi yang perlu dicatat adalah tidak setiap persoalan khilafiyah dalam agama otomatis itu adalah bid’ah.
Di antara perbedaan-perbedaan definisi bid’ah dalam konteks hadiah pahala bagi orang yang meninggal, kata Fathur, mubalig dan warga Muhammadiyah tidak boleh gamang dalam pelaksanaan agama Islam.
Sebab terdapat berbagai pandangan yang disampaikan oleh ulama besar dunia, misalnya Imam Syafii yang cenderung menerima tradisi tersebut, dan Imam Hambali yang menolak tradisi keagamaan tersebut.
“Termasuk orang qunut itu juga bukan bid’ah, itu persoalan khilafiyah. Beberapa teman saya yang baru pulang dari Madinah itu yang masih kurang jauh ngopinya di awal-awal mengharamkan qunut, tapi semakin ke sini – tidak mengapa qunut,” katanya.
Fathurrahman berseloroh dengan mengajak para mubalig yang mudah membid’ahkan yang lain untuk ngopi, sebab dia memandang saat ini surplus bid’ah – bukan persoalan dalil tapi kurang luasnya radius pergaulan dan bacaan.