Penolakan Izin Sholat Ied Dilapangan Makin Tidak Jelas Ini Kementar Sekum Muhammadiyah

Kabar1 Dilihat
banner 468x60

Setelah pekan lalu mencuat masalah Wali Kota Pekalongan tidak mengizinkan penggunaan Lapangan Mataram yang notabenenya adalah fasilitas umum untuk penyelenggaraan Salat Idulfitri pada hari Jum’at 21 April 2023 oleh Takmir Masjid Al-Hikmah Podosugih. Kali ini kembali terjadi hal serupa yang dilakukan oleh Wali Kota Sukabumi.

Laman berita online dan media sosial banyak mengunggah Surat Jawaban Wali Kota Sukabumi terkait permohonan peminjaman Lapang Merdeka untuk pelaksanaan Salat Idulfitri pada hari Jum’at, 21 April 2023 yang akan diselenggarakan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukabumi, Jawa Barat.

Dalam surat tersebut, Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi menyampaikan bahwa pelaksanaan Salat Idulfitri 1444 H akan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kota Sukabumi dan Masjid Agung Kota Sukabumi. Meskipun tidak secara implisit, namun surat tersebut terang menjelaskan bahwa tidak ada pihak lain yang akan menyelenggarakan Salat Idulfitri 1444 H di Lapang Merdeka selain Pemerintah Daerah Kota Sukabumi dan Masjid Agung Kota Sukabumi.

Menanggapi dua fenomena di atas, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. KH. Abdul Mu’ti, M.Ed. mengungkapkan melalui laman media sosialnya bahwa pelarangan penggunaan fasilitas publik untuk pelaksanaan Salat Idulfitri yang berbeda dengan pemerintah merupakan ekses dari kebijakan pemerintah tentang awal Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha.

“Dalam sistem negara Pancasila, pemerintah tidak memiliki kewenangan mengatur wilayah ibadah mahdlah seperti awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Pemerintah sebagai penyelenggara negara justru berkewajiban menjamin kemerdekaan warga negara untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya,” tulis Mu’ti dalam laman facebook miliknya.

Ia juga menegaskan bahwa fasilitas publik seperti lapangan dan fasilitas lainnya adalah wilayah terbuka yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan pemakaian, bukan karena perbedaan paham agama dengan pemerintah.

“Melaksanakan ibadah Idul Fitri di lapangan adalah keyakinan, bukan kegiatan politik dan makar kepada pemerintah. Pemerintah pusat, seharusnya tidak membiarkan pemerintah daerah membuat kebijakan yang bertentangan dengan Konstitusi dan melanggar kebebasan berkeyakinan,” tegas Sekretaris Umum PP Muhammadiyah itu.

Sementara itu Ketua Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik,  Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Taufiq Nugroho merilis pernyataan sikap lembaganya,

Pernyataan sikap lembaga bantuan hukum milik Muhammadiyah ini diberi judul, Jangan jadi Kepala Daerah Inkonstitusional.

Menurut Taufiq Nugroho, di era demokrasi sekarang ini masih saja ada tindakan intolereransi, dengan melarang penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan ibadah, hanya karena alasan perbedaan tanggal penetapan Hari Raya Idul Fitri.

Padahal  jelas dalam Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Terangnya.

Taufiq menerangkan bahwa seorang Kepala Daerah harusnya paham dan menghayati betul Konstiusi Negara.

“Kalau masih ada Kepala Daerah melarang penggunaan fasilitas umum hanya karena alasan perbedaan itu adalah tindakan intoleran dan inkonstitusional, harus segera dicabut.” Pinta Taufik.

Kepala negara harus menjadi pengayom masyarakat bukan malah menjadi pemicu disintegrasi bangsa.

Oleh karena itu LBH Pimpinan Pusat Muhammadiyah menghimbau kepada Seluruh Kepala Daerah di Indonesia untuk mentaati konstitusi negara dan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat untuk menggunakan fasilitas publik untuk kegiatan ibadah.

Kami juga menuntut kepada Kepala Daerah yang telah mengeluarkan surat penolakan ijin penggunaan fasilitas umum untuk sholat Idul fitri, untuk segera dicabut, karena inskonstitusional dan berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa. (Tik)

Author