MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Kamis (2/3) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan gugatan yang diajukan Partai Prima yakni, “Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan tersebut diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari”.
Atas putusan tersebut, maka pemilihan umum (Pemilu) yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 memiliki konsekuensi ditunda.
Menanggapi hal itu, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus penundaan Pemilu 2024 telah mencederai hukum dan melanggar konstitusi.
Pernyataan itu ditegaskan melalui Surat bernomor 002/I.18/A/2023 yang ditandatangani Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Ketua LHKP Ridho Al-Hamdi, dan Sekretaris LHKP David Efendi.
“Segala upaya untuk menunda Pemilu Serentak 2024 adalah bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia (UUD 1945). Karena itu, putusan PN Jakarta Pusat telah cacat hukum,” tulis surat resmi LHKP Muhammadiyah yang diterima di Jakarta, Senin (6/3).
LHKP Muhammadiyah berpandangan bahwa Putusan PN Jakarta Pusat tersebut bertentangan dengan konstitusi sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Selain itu, LHKP Muhammadiyah berpandangan bahwa persoalan sengketa administrasi maupun tahapan Pemilu seharusnya diselesaikan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan lembaga hukum yang lainnya.
“Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan penundaan pemilu,” tegas LHKP.
Mekanisme penundaan tahapan pemilu sejatinya memang sudah diatur dalam UU 7/2017 Pasal 431 yang menyebutkan sejumlah prasyarat bisa terhentinya tahapan Pemilu.
Adapun syarat tersebut seperti bencana alam, gangguan keamanan, dan huru-hara. Prasyarat terbatas ini pun hanya berlaku pada tingkat daerah saja bukan nasional.
LKHP Muhammadiyah lantas mendukung upaya banding yang dilakukan oleh KPU RI dan tetap melaksanakan Pemilu Serentak 2024 sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Namun LHKP meminta KPU dan Bawaslu tetap menjaga integritas dan transparansi agar pemilu berjalan secara jujur dan adil (Jurdil). Di sisi lain, LHKP menghimbau para elite dan tokoh bangsa untuk secara bersama-sama menyukseskan terselenggaranya Pemilu Serentak 2024 sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan tidak membuat kegaduhan baru dengan penundaan pemilu dan semisalnya.
“Mengimbau semua masyarakat untuk menjadi pemilih aktif dan kritis serta tidak mudah terprovokasi atas informasi yang tidak valid (hoaks). Demikian tanggapan ini disampaikan agar dapat dijadikan acuan oleh semua pihak,” tutup surat tersebut.
Secara terpisah, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammad Busyro Muqoddas menganggap penundaan pemilu menodai moralitas konstitusi UUD 1945. Jika masih ada sikap kenegarawanan, Busyro berharap pejabat negara termasuk partai politik menunjukkan keteladanan untuk menolak putusan penundaan tersebut.
“Tapi kalau sebaliknya nekad, saya sependapat dengan pakar UGM, itu sikap yang merupakan teror konstitusional, teror gaya baru,” kata Busyro Muqoddas usai menghadiri penutupan Musywil Muhammadiyah Jawa Tengah di Kota Tegal, Ahad (5/3).
Busyro meyebut bahwa sesuai UUD 1945 bab 1, pasal 1, ayat 2 terkait subyek hukum yang berdaulat, maka yang sejatinya benar-benar berdaulat adalah rakyat, bukan negara. Oleh karena itu, negara tidak boleh mempermainkan rakyat dan konstitusinya.
“Nah, sekarang pertanyaannya mereka yang terpilih sejak dari Presiden dan sebagainya itukan dipilih oleh rakyat lewat Pemilu masa mau menghianati,” tanya Busyro.
Muhammadiyah kata dia tetap akan bersikap konsisten pemilu 5 tahun sebagai sikap politik kenegarawanan dan sikap moralitas Muhammadiyah yang berpegang teguh kepada moralitas UUD 1945. (afn)
Hits: 0