Sarjana Islam di Indonesia Harus Berani Dialog di Level Global

banner 468x60

MUHAMMADIYAH.OR.ID, INGGRIS — Muhamad Rofiq Muzakkir, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, mengikuti konferensi internasional di University of Leeds, Inggris. Konferensi bertajuk “3rd International Conference on Critical Muslim Studies: Re-Orienting the (Global) South” ini berlangsung dari Senin hingga Rabu (24-26/06).

Rofiq menyampaikan bahwa acara ini fokus pada pembahasan Islam dan kolonialisme, mengingat kolonialisme sering kali memiliki persepsi buruk tentang Islam, sehingga penting untuk melakukan kritik. Dalam kegiatan ini, sebanyak 50 peserta dari berbagai negara mempresentasikan makalah masing-masing yang berkaitan dengan tema tersebut. Rofiq sendiri membahas wacana ulama awal abad ke-20 mengenai kudeta militer.

Dalam makalahnya, Rofiq mengupas pandangan beberapa ulama seperti Rasyid Ridha, Abd al-Razak al-Sanhuri, dan Ali Abd al-Raziq mengenai kudeta militer. Di antara ulama-ulama ini, terdapat perbedaan pendapat antara yang mendukung dan menolak kudeta militer. Ketika menjelaskan tentang ulama yang mendukung kudeta militer, Rofiq mengutip seorang ilmuwan Barat bernama Carl Schmitt.

Namun, beberapa peserta lain tidak sepakat dengan penggunaan Carl Schmitt sebagai rujukan karena tokoh Jerman ini dikenal mendukung Nazisme. Menurut Rofiq, sensitivitas orang-orang Barat terhadap Nazisme sangat tinggi sehingga mengutip Carl Schmitt dianggap sebagai aib. Meski demikian, setelah presentasinya selesai, beberapa peserta lain memberikan dukungan.

Rofiq menekankan bahwa sensitivitas Barat terhadap Nazisme sangat tinggi, namun ia juga menyatakan bahwa pemikir Barat lainnya seperti Immanuel Kant dan John Locke memiliki masalah sendiri, seperti mendukung dominasi epistemik atau memiliki budak. “Tidak ada pemikir Barat modern yang tidak terikat dengan proyek penjajahan,” ujarnya.

Rofiq menegaskan bahwa seminar internasional seperti ini sangat penting bagi sarjana di Indonesia. Kegiatan internasional ini jarang dihadiri oleh peserta dari Indonesia, padahal banyak kampus Islam di Indonesia yang memiliki potensi besar. Dialog dengan dunia global sangat penting karena dapat membangun jaringan, menyampaikan gagasan sendiri, dan menerima gagasan orang lain.

Dengan demikian, Rofiq mengajak para sarjana Islam di Indonesia untuk berani berdialog di level global demi kemajuan ilmu pengetahuan dan pemikiran Islam yang lebih luas. “Pemegang otoritas di Perguruan Tinggi perlu ada dana-dana konferensi yang memadai bagi kita untuk berjejaring di tingkat global,” harapannya.

 

sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id

Author