Solar Semakin Sulit,m Nelayan Sulit Melaut

Jakarta, InfoMu.co – Kelangkaan solar subsidi  membuat nelayan di sejumlah daerah tidak bisa melaut. Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengaku mendapatkan laporan bahwa nelayan di Aceh tidak bisa melaut karena kelangkaan solar.Apalagi, kondisi ini sebetulnya sudah dialami sekitar 1 bulan ini. “Meski sebenarnya bagi nelayan kecil nyaris sepanjang tahun mereka tidak bisa mengakses solar bersubsidi, membeli harga solar lebih mahal di eceran,” kata Dani kepada CNNIndonesia.com, Jumat (8/4).

Ia menuturkan ada dua faktor yang menyebabkan nelayan sulit mengakses solar subsidi. Pertama, nelayan kecil sulit mendapat surat rekomendasi dari dinas, karena administrasi yang tidak cukup. Kedua, infrastruktur SPBUN yang sedikit serta kuota yang tidak cukup.

“Jadi sebagian besar nelayan kecil beli BBM di eceran dengan harga yang lebih tinggi. Padahal, biaya BBM itu sekitar 70 persen dari total biaya melaut,” jelasnya.

Menurutnya, PT Pertamina (Persero) perlu memberikan inovasi pelayanan distribusi langsung mendekati kampung nelayan semacam mobile SPBUN.

Senada, sekjen DPP KNTI Iing Rohimin menyebutkan banyak kerugian yang dialami nelayan akibat langkanya solar subsidi. Mulai dari sulitnya melaut, mengingat solar adalah kebutuhan pokok nelayan. Kondisi tersebut kemudian berdampak pada pendapatan para nelayan dan juga ekonomi keluarganya.

“Nelayan juga terjerat utang. Kondisi ini sudah berlangsung sekitar 20 hari. Ya, (nelayan) tidak bisa melakukan apa-apa, hanya menunggu dan berharap solar segera ada lagi,” terang Iing.

Iing menambahkan hasil survei yang dilakukan oleh KNTI pada 8 April 2022 di 9 daerah, sekitar 77,8 persen responden menyatakan terjadi kelangkaan BBM.

Kemudian 11,1 persen nelayan mengaku terjadi pengurangan jatah BBM dan 11,1 persen lainnya menyatakan stok masih aman.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan ada beberapa penyebab kelangkaan solar. Pertama, kuota solar yang berkurang dari tahun lalu dimana 2021 adalah 15,8 juta kilo liter. Sedangkan tahun ini hanya 15,1 juta kilo liter.

Kedua, disparitas harga solar yang sangat jauh antara solar subsidi dengan non subsidi membuat potensi terjadinya penyelewengan solar subsidi sangat besar.

“Solar subsidi akhirnya digunakan untuk truk pertambangan, perkebunan, logistik. Padahal, ini bukan untuk mereka. Bahkan, Pertamina sendiri yang menyampaikan yang antre ialah truk-truk perkebunan dan pertambangan,” kata Mamit.

Belum lagi, imbuhnya, pelangsir yang memanfaatkan situasi ini. “Jadi sudah jelas ini menjadi penyebab antrian yang panjang. Mereka lebih baik antri daripada beli solar non subsidi,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistiwa mengatakan kelangkaan solar ini membuat nelayan mengalami penurunan pendapatan.

Tak hanya itu, nelayan banyak yang masuk kategori rentan sehingga akan mudah jatuh ke garis kemiskinan. Di sisi lain, kelangkaan solar ini akan menimbulkan kenaikan harga pangan.

Inflasi volatile food perkiraan bisa naik di atas 4 persen secara year on year apabila distribusi terganggu kelangkaan solar.

“Masalahnya bahan pangan sebagian besar bersifat perisahble atau tidak tahan lama di perjalanan, seperti cabai, telur, ayam potong, daging sapi . Semakin antre risiko tidak sampai ke tangan konsumen lebih besar karena yang busuk harus dibuang,” kata Bhima.

Lebih lanjut, pengiriman bahan baku industri juga ikut tertunda sehingga delaying cost ini akan ditanggung oleh konsumen berupa kenaikan harga barang. (cnni)

sumber berita dari infomu.co

Author

Vinkmag ad

Read Previous

Kolaborasi Muhammadiyah – NU Yaman Peduli Korban Perang Sipil

Read Next

PCA Wringinanom Dakwah lewat Sembako | PWMU.CO

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular