Muhammadiyah • Feb 21 2024 • 33 Dilihat
MUHAMMADIYAH.OR.ID, MALANG – Muhammadiyah sudah lama menggarap dan memberikan pelayanan kepada kelompok miskin dan marjinal, kini saatnya mulai memikirkan kelompok elit untuk merasakan sentuhan Muhammadiyah.
Sekolah Muhammadiyah sejak awal sampai sekarang telah memasyarakat. Tapi jangan sampai lupa bahwa ada kelompok elit yang jarang tersentuh dakwah Muhammadiyah, dan jangan sampai mereka semakin jauh dengan Islam.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada Rabu (21/2) di Malang dalam acara Launching Pondok Pesantren Modern Abdul Malik Fadjar.
“Memang harus ada sekolah elitis, dan harus ada rumah sakit bertaraf internasional. Dan Muhammadiyah mampu untuk itu,” kata Haedar.
Akan tetapi kemampuan tersebut belum dimaksimalkan, masih harus memerlukan mindset pikiran berkemajuan yang otentik. Pandangan pelayanan untuk kelompok elit ini menurutnya tidak terputus dari sejarah lahirnya sekolah Muhammadiyah.
Sejak awal lahirnya sekolah Muhammadiyah adalah kritik terhadap ketertinggalan, karena berada pada posisi tradisionalisme pendidikan Islam. Kiai Dahlan menganggap pendidikan Islam masih dikotomis, tidak memberikan ruang untuk pengetahuan selain ilmu agama.
“Ilmu agama pun lebih bersifat fikih, dan fikihnya pun masih bersifat terbatas. Dan yang kedua state of mind lembaga pendidikan muslim masih belum bisa berorientasi modernity,” ungkapnya.
Menurutnya, Kiai Dahlan tidak memungkiri meski lembaga pendidikan pesantren memegang peran penting bagi muslim Indonesia, tapi ada celah yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, Kiai Dahlan menghadirkan institusi pendidikan berbentuk madrasah.
Konsep madrasah merupakan institusi pendidikan yang melembaga dan modern. Konsep madrasah juga ditemukan dalam dialektika umat Islam pada abad pertama hijriyah. Pada saat itu ada dua istilah yaitu madrasatul ra’yi dan madrasatul atsar.
“Madrasatul atsar itu pola pikir keislaman yang berbasis pada normativitas keagamaan yang lebih bersifat bayani atau tekstual, yang berpusat di Hijaz. Tapi madrasatul ra’yi itu berpusat di Baghdad, yang terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran Abu Hanifah dan pemikir-pemikir yang lebih tajdid,” katanya.
Namun demikian, sejak era 80’an di Muhammadiyah terjadi kerinduan untuk mendirikan pesantren. Tetapi tidak pesantren dengan alam pikiran lama, atau disebut dengan pesantren salafiyah.
Mengutip Kuntowijoyo, Haedar Nashir mengatakan bahwa pendidikan Muhammadiyah adalah pendidikan Islam modern yang mampu mengintegrasikan iman dan akhlak, dengan kemajuan – pemikiran progresif Islam.
Maka saat ini dengan 400-an jumlah pondok pesantren Muhammadiyah jangan sampai seperti jamur di musim hujan. Menjamurnya pesantren Muhammadiyah jangan sampai menjadi revivalisme, karena resah terhadap era modern.
sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id
muhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
View all postsmuhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Dahlan Rais, menekankan pen...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Universitas Muhammadiyah Surakarta menjadi saksi berkumpulnya sekita...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) harus menjadi arus ut...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, KENDARI – Evangelis (Ev) Munfaridah dari Majelis Gereja Kebangunan Kalam Allah...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Manhaj Tarjih Muhammadiyah dirancang untuk menjaga relevansi dan ...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA — Dalam wawancara yang disiarkan pada Sabtu (24/08) di acara ROSI, Kom...
No comments yet.