Harvey dan Standar Moral PDIP, oleh Dhimam Abror Djuraid
PWMU.CO – Anda yang cukup senior pasti mengenal Harvey Malaiholo yang pada dekade 1980 dan 1990-an menjadi salah satu ikon musik pop Indonesia paling menonjol. Kariernya cemerlang dan kehidupan pribadinya relatif bersih dari gosip.
Di jagat budaya pop Indonesia lahir penyanyi-penyanyi dengan status superstar, dan umumnya mereka berasal dari Ambon. Tentu ini bukan sebuah kebetulan. Ambon memang dikenal sebagai gudang penyanyi berbakat.
Setidaknya ada tiga legenda musik pop yang lahir dari Ambon dari tiga generasi yang berbeda. Ada Bob Tutupoli, Broery Marantika, dan Harvey Malaiholo. Belakangan bermunculan penyanyi-penyanyi generasi baru seperti Andre Hehanusa, dan kemudian muncul penyanyi generasi milenial seangkatan Glenn Fredly dan kawan-kawan.
Harvey Malaiholo menjadi superstar pada zamannya. Tidak terhitung berapa banyak hits yang dilahirkan dari cara bernyanyinya yang sangat khas. Bukan hanya sukses bernyanyi solo, Harvey sukses berduet dengan penyanyi Rafika Duri dan menghasilkan sejumlah hits.
Duet campuran ini menjadi salah duet paling legendaris dari sejarah musik pop Indonesia. Broery Marantika juga berduet dengan Dewi Yull dan menghasilkan album yang menjadi hits. Tetapi, duet Broery-Dewi Yull muncul belakangan pada dekade 2000-an setelah Harvey-Rafika Duri lebih dulu terkenal pada 1980-an.
Terjun ke Politik
Pensiun dari dunia musik nama Harvey tidak banyak terdengar lagi. Rupanya Harvey memilih jalur politik sebagai profesi pascapensiun. Sama dengan Andre Hehanusa yang juga terjun ke jalur politik. Andre gagal menjadi anggota DPR sementara Harvey sukses menembus Senayan sebagai wakil PDIP.
Sebagai penyanyi terkenal tentu tidak sulit bagi Harvey untuk mendulang suara. Ia ditempatkan di daerah pemilihan Papua Barat dan berhasil mengumpulkan suara terbanyak kedua. Ia baru berhasil masuk Senayan Januari tahun ini melalui proses pergantian antar-waktu (PAW).
Selama beberapa bulan menjadi wakil rakyat tidak banyak yang didengar publik dari Harvey. Hal ini bisa dimaklumi, karena para selebritas yang masuk ke Senayan umumnya memang berstatus sebagai ‘’vote getter’’ pengumpul suara bagi partainya, sehingga kontribusi wacana politik yang mereka hasilkan biasanya minimal.
Itu pula yang dilihat publik terhadap selebritas politik lain seperti Kris Dayanti, Mulan Jameela, atau selebritas lainnya. Publik tidak mendengar apa pun dari Kris Dayanti—yang mewakili PDIP– kecuali ketika dia bercerita mengenai pendapatannya yang ratusan juta tiap bulan dari DPR.
Baca sambungan di halaman 2: Nonton Film Porno