MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Sebagai sebuah gerakan keagamaan, kesuksesan dakwah Muhammadiyah salah satunya ditopang oleh keberhasilan di bidang Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
AUM sendiri adalah ikhtiar amal saleh dan kemanfaatan yang bentuknya tidak semata-mata materi atau bendawi saja (tangible). Tetapi bisa juga dalam bentuk program-program non-fisik (intangible). Tujuan AUM yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Dalam forum Pengajian Buka Puasa Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jepang, Senin (25/4), Ketua MDMC PP Muhammadiyah, Budi Setiawan menjelaskan bahwa keberhasilan AUM disebabkan oleh kemampuan adaptif Muhammadiyah terhadap budaya.
“Langkah berkemajuan Muhammadiyah itu tetap bercorak Keindonesiaan karena Kiai Ahmad Dahlan sejak awal memahami betul bahwa masyarakat Indonesia ini harus maju, modern, tapi tidak boleh kehilangan akarnya,” kata Budi.
Kata Budi, Kiai Ahmad Dahlan menampilkan dari berbagai sisi adaptif antara mengakomodasi kemajuan dengan tetap menampilkan inovasi yang bercorak lokal. Misalnya pada sisi pakaian, manajemen organisasi, hingga kurikulum dan sistem pedagogi.
“Perhatikan pada 10 tahun pertama. Muhammadiyah yang saat itu organisasi kecil bisa menyebar ke seluruh tanah air. Tidak mungkin terjadi kalau Muhammadiyah tidak menggunakan akar budaya sebagai coraknya,” imbuh Budi.
Untuk itu, dirinya menganggap berbagai PCIM di luar negeri pun bisa mengembangkan dakwah Muhammadiyah dengan cara yang sama, yaitu mengadopsi budaya atau corak lokal yang bersesuaian dengan nilai-nilai Persyarikatan.
“Apakah pengembangan Muhammadiyah di negara lain tidak bisa? Bisa. Asalkan nilai-nilai hakikinya dikembangkan dengan melakukan inovasi-inovasi yang adaptif disesuaikan sesuai akar budaya itu. Lakukan ijtihad berupa antisipasi, adaptasi dan inovasi,” pesannya.
Terakhir, dirinya berpesan agar penguatan sistem terus dilakukan oleh Muhammadiyah sebagai ciri organisasi modern yang tidak bergantung pada tokoh.
“Di era disrupsi ini tidak bisa dihadapi dengan cara-cara biasa, harus adaptif tanpa kita kehilangan akar gerakan. Muhammadiyah harus memikirkan cara produktif dan produktif untuk menjawab, bukan justru larut dalam efek yg dibawa oleh era disrurpsi,” pungkas Budi. (afn)